coretan kedelapan; Kenzo and Aerlyn.

37 2 0
                                    

-

"kenapa lo ga pengen punya siapa-siapa?"

mata kelabu itu melirik malas. "Emang penting?"

Laki-laki itu tersenyum. "Sejak gue kenal lo sepuluh tahun lalu sampai sekarang lo gak pernah berubah, Lyn."

Gadis yang di panggil Lyn tak merespon apa-apa. Dia tetap pada posisinya, berdiri di depan rak jajaran buku-buku tebal, kemudian meraih satu darisana. "Kenzo, i told you before. I don't need anyone in my life, i'm so fucking love being alone and that's the problem. I don't even care if u leave me, i have myself and i think it's so much better."

Kenzo tersenyum kecil. "Someone turning 30 this year and still act like she's 17."

Lyn menyimpan kembali buku itu di rak dan memandang laki-laki disampingnya dengan pandangan andalannya-datar tak menyiratkan apa-apa. "No you don't understand." gadis itu mengeleng. "10 years being together still can't make you know me so well, because yea u got nothing on me after all this time."

Kenzo laki-laki yang tingginya nyaris menyamai tingginya rak buku tertawa kecil. Tangganya meraih buku di rak paling atas yang sampulnya berwarna coklat karena sedari tadi terus dilirik Lyn tapi gadis itu terlalu malu meminta bantuanya. Kenzo selalu peka akan apapun tentang diri gadis itu, tetapi Lyn selalu bersikukuh Kenzo tak tahu apa-apa tentangnya dan terkadang memang bener saking tertutupnya gadis itu.

"Thanks." perempuan itu berujar ketika Kenzo memberikan buku tersebut kepadanya karena dia tidak bisa mengambilnya dengan tinggi badan seperti ini.

"Gue tetap nunggu sampai lo siap."

Bosan. Lyn muak dengan kata itu yang selalu di ujar Kenzo. "Yea, welcome to the club. Lo mau nunggu sampai tua? Gue bener-bener ga akan nikah. Gue bukan tipekal manusia yang gabisa hidup sendiri. Kita udah sama-sama selama 10 tahun and see?"

"Up to you Aerlyn." Kenzo tetap berdiri di samping gadis itu. "Kali pertama gue ketemu lo pas hujan di halte bus tetap hal terbaik. Lo tahu Lyn? Payung yang lo pinjamin ke gue masih ada sampai sekarang."

Aerlyn melirik malas. "Lo tahu Kenzo? Kalau gue tahu bahwa payung yang gue berikan ke laki-laki yang lagi basah kuyub dan kelihatan bakalan mati kedinginan, bakal buat dia ngikutin gue kayak sekarang, maka nggak akan pernah gue lakuin."

"Gue kira lo bukan gadis seperti itu." Kenzo tertawa. "Walaupun dari luar lo terlalu dingin sebenarnya lo hangat."

Aerlyn berdesis. "I'm not joke."

"Oke gue serius." Kenzo berdehem. "Karena gue percaya; suatu hari Aerlyn lo bakal bener-bener suka sama gue. Suatu hari yang entah kapan itu; yang entah kita berdua udah tua bersama and still like this. Gue gapeduli, karena ada di sisi lo aja gue udah bener-bener bersyukur."

Aerlyn dengan pandangan datarnya. "You got nothing on me Kenzo. You deserve someone so much better than this girl."

"Gue gapeduli." Kenzo meraih tangan kanan Aerlyn yang mengantung bebas di udara dan mengengamnya. Tangan itu dingin seperti pemiliknya. Tetapi Kenzo terlalu menyukai keduanya. "We can do this all together. Always together no matter what. No matter how hard you try to let me go. I'm always on your side Aerlyn, and still hug you–" kenzo meraih pundak gadis itu dan menariknya mendekat dan memeluknya erat, tak peduli bahwa pelukannya tak mendapat balasan. "Like this."

Detik berikutnya gadis itu mendorong dada Kenzo menjauh. "If you keep annoying me like this i'm pretty sure will hit you so damn hard."

Kenzo tertawa. "Yea i want it so bad madam."

***

6 juli 2022.

Her thoughtsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang