Tak pernah terpikirkan sejauh apa aku bisa melangkah keluar dari perkataan orang di sekeliling, kurasa tak perlu mendengarkan itu, bukan pura-pura tidak mendengarkan. Hanya saja perkataan mereka terdengar seperti tuhan yang mengetahui segalanya di dunia. Sekarang aku hanya harus tertawa kecil di dalam hati, sampai saat aku bisa menertawai mereka.
Bapak tidak pernah mengajariku sebagai pendendam, sehingga aku tidak harus dendam. Sedikit pun tak ada rasa itu. Namun, selayaknya harimau yang diusik karena hutannya dibakar, ia tidak bisa hanya diam saja melihat api melalap rumah tempatnya tinggal yang juga akan membakar tubuhnya. Ia akan mencari siapa si pembakar.
Tentunya dengan pilihan, dia keluar dari sarangnya, membawa si pembakar untuk terbakar bersamanya, atau hanya diam di sarang menunggu badan terbakar sementara si pembakar tersenyum puas.

KAMU SEDANG MEMBACA
Box Office: Skenario Impian
Ficción GeneralSebuah novel yang berangkat dari kegelisahan saya sendiri, semoga menyukai. . Semenjak ayahnya meninggal Pillar menjadi anak yang bandel, nakal, tidak betah dirumah, dan selalu menghabiskan waktunya bersama teman-teman, menjadikannya tidak disukai p...