Part I: Kita (Anggaranita)

217 7 0
                                    

"Yes!! 7-1, Ga!!" teriak pria tepat di sebelah kananku ini. Dengan mimik wajah semangat campur mengejek, untuk momen kali ini ia adalah orang paling menyebalkan.

"Yaelah, Brasil lagi apes ajalah. Biasa aja, dongg" Aku membalasnya berusaha menyembunyikan tampang kesal karena Brasil kalah telak 1-7 Jerman.

"Balik, yuk! udah selesai, kan? ayooo pulang ngantuk banget nih aku" gerutu perempuan di kiriku dengan nada agak manja.

"Nanti, ah" Aku menjawab sekenanya.

"Ayo, Ngga. Kasian tuh udah sayup gitu matanya" Mata pria itu menunjukkan kecemasan.

"Yaudah, ayo caws!" seruku.

"Aduhh, ga sanggup ke mobil, ah" Perempuan itu mengeluh lagi seraya matanya tak tertahankan kantuk.

"Sini, didukung" pria itu menepuk pundaknya lalu membungkuk.

Aku melihat mereka 1 langkah dari punggungnya. Pemandangan yang sudah biasa.

Pria yang sok hebat itu adalah sahabatku. well, perempuan tadi juga. Kami bertiga adalah sahabat sejak SMP. Sudah 6 tahun pas.

Badannya tegap, bisa dibilang putih, rambutnya dicukur ala mode hari ini, dan hidungnya yang mancung selalu menopang kacamata minus 2,5 berframe hitam. Siapa yang menolak jika pria ini sudah melirik dengan tatapan coolnya? Haha, sayangnya, ia tidak terlalu memikirkan kaum hawa. Setidaknya aku adalah orang beruntung yang bisa setiap saat bersama pria populer di SMP zaman dulu. Namanya selalu ada di materi obrolan para adik kelas. Panca Hastani Putra. Namanya cukup berwibawa, bukan?.

Aku menengok ke arah jok belakang. Sudah terlelap ternyata. Perempuan yang mengantuk tadi adalah perempuan cantik yang juga terkenal dengan lemah lembutnya. Rambutnya panjang dan halus seperti iklan Shampoo di tv. Tahi lalat di bawah mata kirinya juga jadi poin tambah untuk kecantikkannya. Sayangnya, tinggi badannya tidak mencapai 160. Masih 158cm. Sahabatku yang satu ini jadi materi obrolan di kalangan laki-laki seangkatan karena cantiknya. Menghafal namanya tidak cukup hanya satu kali sebut, sebab, namanya terlalu susah untuk diucapkan orang awam. hahaha. Martha Diraswara Felix. Yap!

"Ngga." Panca mengalihkan lamunanku.

"Apa, nca?"

"Gak usah murung, kali, Brasil kalah" Panca terkekeh.

"Ya Ampun, nca. Brasil tuh bosen menang terusss!" aku membela.

Panca mengusap kasar rambutku dengan gemas.

"Ah, untung gue punya cewe seneng bola kayak lo" ujarnya singkat. Lalu keadaan hening.

"Apa, nca? Salah denger gue? Lo bilang 'punya cewe'? hahaha sama cewe aja anti padahal banyak yang antri!" aku sengaja meledek.

"Mereka gak seasik lo, Anggaranita Pradiptyaneef." Tatapan Panca mulai fokus ke jalan yang lengang.

Iya, nama gue adalah Anggaranita Pradiptyaneef. Nama yang keren, bukan? Walaupun hanya dua kata, tapi harus mengucapnya dengan dua kali koreksi. "Angga" adalah nama panggilanku. Katanya, sih, teman-teman memilih 'nickname' itu karena aku tidak pantas menjadi perempuan. ----Tenang, gue tidak transgender ---- Tingkah laku dan hobiku sangatlah 'manly'. Olahraga, olahraga, olahraga.

Oke, aku hanya anak biasa yang bersahabat dengan dua anak populer. Jika melihat refleksi diriku di cermin, yang aku tangkap adalah ada seorang perempuan berambut pendek seleher, hidung yang biasa saja, bibir yang kecil dan juga ada tambahan luka jaitan di alis sebelah kanan. Jujur saja, tinggi badanku termasuk "Top Tallest Girls". Yap, tinggiku 176, kawan. 176cm. Oiya, jangan bayangkan aku seperti perempuan-perempuan tomboy yang cantik seperti Rachel di My Heart dan semacamnya itu. Aku berkulit sawo matang yang gak-mateng-mateng-amat-sih. Ah, Sudahlah.

"Panca" aku menegurnya mencairkan keheningan.

"Apa?" ia tidak menoleh.

"Jangan marah, nca" nadaku memohon.

"Aduh, Panca ga pernah kuat kalo marah sama Angga" ia menoleh dengan senyumnya.

"Udah, ga usah pake bahasa 'Panca-Angga'."

"Panca kan cuma mau bahagiain Angga" ujarnya dengan nada sok imut.

"Panca gue mau nanya"

"Ada apa, Angga?"

"Nca, cowo tuh suka cewe yang feminin ya?" Aku menoleh ke arahnya.

"Tergantung. Tapi rata-rata, sih, begitu." Jawabnya.

"Oh.. gitu.."

"Kenapa, lo? Udah punya tambatan hati? Asik, nih, ga cerita kalo udah ada" seru Panca.

"Sumpah, ga ada" aku menekankan nadanya.

"Ngga, ngga.. hahaha cari cowo dong!" kekehnya.

"Lo juga, nca. Cari cewe, dong, biar gue bisa jambak rambutnya." Nadaku jutek.

Panca menatapku lalu memalingkan tatapannya lagi.

Suasana jadi hening. Aku mulai menaruh lamunan pada marka jalan yang kelihatannya berlari cepat mengikuti mobil yang juga melaju kencang.

Jalan tol sangat lengang. Hanya ada kurang dari 10 mobil di sini. Lampu-lampu jalan meredup sedikit remang, lumayan membantu penglihatan.

Suasana di dalam Grand Livina milik Panca hening. Hanya radio yang memutarkan lagu Not a Bad Thing milik Justin Timberlake. Aku melihat Panca. Matanya mulai memerah menahan kantuk. Sesekali menguap. Ah, sudahlah, aku mulai memalingkan wajah ke arah jalanan lagi.

Tiba-tiba secara cepat stir mobil tak terkontrol ke arah kanan.

"TIIIIINNNN!" Klakson mobil dari sebelah kanan sigap membuatku menarik stir ke arah kiri. Panca terbangun dengan kagetnya ia mengendalikan mobil ke bahu jalan.

"Panca! Gila, lo!" Aku mencoba tidak berteriak takut membangunkan Martha.

"Sorry, Ngga! Astagfirullah gue ngantuk banget" wajah Panca menyesal.

"Yaudah, gue gantiin, sini"

"Serius, lo?"

"Serius. Cepet keluar" Panca keluar lalu aku berpindah ke jok kemudi.

"Untung ada lo, Ngga" Panca tersenyum. Tangannya memegang bahuku. Aku terdiam sambil menatap matanya juga. Kami hening. Rasanya ada darah yang berdesir, dan juga pipi yang memanas.

"Ehm. Oke, untung ada gue." Aku melepaskan pegangannya lalu mengambil kemudi.

Aku melihat Martha masih terlelap dengan puasnya di jok belakang. Tenang, situasi canggung itu sudah menyelimuti kami dari awal kami dekat. Sudah aku tanamkan bahwa aku tidak akan membiarkan hatiku ini jatuh pada tatapan Panca. Tidak akan.

*****

Reandars! Cerita ini baru sampai tahap ke 3 dikarenakan ke-mandek-kan imajinasi.

Mungkin, jika ingin dilanjut, kalian boleh comment dan jangan lupa vote, ya! Thx

Black Backpack (On-Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang