Part IV: The Trouble (Panca)

51 2 1
                                    

Kalian mungkin berpikir bahwa gue adalah pria berengsek yang mendekati dua perempuan sekaligus. Tapi, jangan menarik kesimpulan terlebih dahulu.

Gue begini karena gue adalah pria yang senang melihat orang bahagia. Maksudnya, dengan menyenangkan Martha dan Angga pun gue sudah bahagia. Bahkan, pada semua perempuan jika gue bisa berani untuk mendapatkan nomor telephone mereka. Hahahaha.

Itulah mengapa para wanita atau perempuan atau cewe jaman sekarang harus berhati-hati dengan kepedulian seorang laki-laki. Bisa saja mereka mempunyai sifat seperti gue.

****

Pagi itu gue mengemudi setir mobil menuju SMA, dengan tujuan adanya reuni angkatan 11.

Oh, iya, sekarang gue sedang liburan untuk semester dua, jurusan Arsitek di Universitas ternama.

"Nca, jangan sok ngebut, lo. Nanti kayak waktu itu," Angga menyikutku sambil mengejek.

"Ah, lo, itu kan gue lagi ngantuk".

Tiba-tiba, lompatlah seseorang yang berpakaian Satpam. Tentunya, satpam khas SMA gue.

"Dik Panca, adik 'ndak boleh masuk," ia berkata halus. Kebetulan, satpam ini sohib gue waktu masih sekolah.

"Lah, kenapa, Bang?" Gue mengernyitkan dahi.

"Pokoknya gak bolehhh." Sekarang satpam itu menghadang di depan mobil.

"Kalo aku boleh, gak, bang?" Angga menunjuk dirinya sendiri.

"Kalo neng Angga boleh," Satpam itu tersenyum.

"Ah, lu, cuma mau genit aja ama Angga, Bang!" Gue menarik gigi siap menjalankan mobil.

"Jangan!" Bang Andre agak berteriak.

"Yaudah, Nca, gue aja yang turun ngecek apa masalahnya. Lo tunggu sini," Angga turun dari mobil tanpa diperintah.

Gue memarkirkan mobil tidak jauh dari gerbang. Di situ, gue berpikir, apa yang sudah gue lakukan sampe kayak penyusup gini?.

20 menit kemudian, Angga mengetuk kaca mobil. Terlihat ia menggenggam tangan Martha.

"Apa hasilnya, Ngga?" Tanya gue panik.

"NIH!" Angga melempar satu kertas.

Gue meraihnya. Hari itu, gue marah. Gue melihat foto gue di kertas itu dengan tanda silang merah. Di bawah foto itu bertuliskan 2 poin.

Yang pertama, "Panca adalah Laki-laki buaya!"

Yang kedua, "Gara-gara Panca menolak undangan Universitas 'Bagus', SMA ini jadi diblacklist!"

Di bawahnya, tertulis nama yang tidak asing. Leslie.

"Ini apa-apaan, sih?!" Gue membentak Angga.

"Emang apaan, sih? Gue belom liat" Angga mengambil kertas tersebut.

"YAELAH! Sepele amat." Angga menepuk dahi.

"Tadi lu ngapain 20 menit di sono?" Gue heran dan tak habis pikir.

"Nyari Martha, lah!!"

"Bego.. Mar, tadi lo denger apa aja?" Panca menghadap Martha.

Martha menunduk. Ia diam saja.

"Mar?" Angga menyentuh bahunya.

"MAR! JAWAB!" Emosi gue belum selesai. Angga menatap gue dengan tatapan who-the-hell-is-this-guy?

"Jangan gitu, Nca. Kenapa, sih, lo?" Angga sewot.

"Ya gua kan nanya. Masa, Martha diem aje"

Martha mulai mendongakkan kepalanya. Matanya merah. Seperti bukan Martha.

"Lo berdua, tuh, apa sih?!" Martha berteriak.

"Kalo gue ga dibutuhin di kelompok ini, ya usir aja! Bahkan gue ga pernah tau Panca sama Leslie ngapain! Gue baru tau tadi! Udahlah, gue tuh cuma apa di sini! Lo berdua cuma asik sendiri. Buktinya, selalu nempatin gue di kursi belakang! Gue kayak nemenin orang pacaran tau, gak?!" Martha menangis hebat. Mukanya merah padam. Baru kali ini ia marah. Angga terbelalak dengan semua itu sama seperti gue.

"Tapi, Mar, maksudnya tuh gue..." Gue mengambil perkataan.

"Udah, Nca!" Martha keluar dari mobil dan menutup pintu dengan kencang. Di depan, ia menaikki Taxi.

Sekarang hanya tinggal berdua. Gue dan Angga. Kami sama-sama diam. Gue menyentuh tangan Angga, dan ia melepaskannya.

"Lo ngapain emang ama Leslie?"

"Gak ngapa-ngapain,"

"Bohong!" Wajah Angga kini merah pula.

"Oke, gue cerita. Gue di suruh Pak Herman nemenin Leslie kuliah di tempat yang gue aja gak tau." Baru gue menceritakan sepotong,

"Iya, dan lo ga mau. Padahal kuliah itu adalah Universitas 'Bagus' yang ngeblacklist sekolah kita. Dan karena Leslie adalah anak Pak Herman yang sebagai Kepala Sekolah, makanya lo dibenci, Nca. Mikir, kenapa lo bisa dipilih Pak Herman, karena lo itu pria yang katanya wow, dan anti cewe, padahal bohong. Tolol aja selama ini gue diginiin di samping Martha yang keliatan jatuh cinta ke elo," Angga bercuap panjang lebar.

"Oke, oke, lo selalu benar!. Sekarang keluar dari mobil gua!" Gue membukakan pintu Angga.

Angga keluar, dan, boom! Ga ada lagi cewe di hidup gue sekarang.

Black Backpack (On-Hold)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang