Second

49.7K 1.3K 26
                                    

Sonya panik ketika terbangun di kamar yang dia tahu betul bukanlah kamarnya. Ia semakin panik ketika berbalik dan mendapati Louis tidur diranjang yang sama, ia membuka selimut yang menutupi tubuhnya menyadari dirinya tanpa sehelai benangpun, mata Sonya berkaca-kaca dan perlahan mulai menetes.

“Kamu kenapa?”

Louis bangun dari tidurnya dengan kening berkerut ketika melihat Sonya menangis.

Sonya terisak, “Ki-kita... Apa yang kita lakukan?”

Louis bangkit dari tidurnya dan menyandarkan punggungnya.

“Sudah berhenti menangis.”

Sonya menatap Louis dengan matanya yang memerah.

“Kau tahu? Ini yang pertama kalinya untukku.”

Sonya menutup wajah dengan kedua telapak tangannya, tangisnya semakin kencang. Louis menghembuskan nafas dengan kasar, dia tahu itu, dia sadar kalau perempuan yang menangis di sampingnya masih perawan ketika ia menidurinya, dia tahu ketika semalam melakukan "itu" padanya, walaupun dia dalam kondisi mabuk tapi kesadarannya tidak sepenuhnya hilang. Dan rasa manis bibir perempuan di sampingnya ini masih membekas dengan jelas. Louis menggeram, menahan gelora gairah yang bangkit seketika mengingat rasa manis itu.

“Apa ini masa suburmu?”

Sonya mengangkat wajah, menghapus air matanya, meraih ponsel untuk melihat kalender disana, dan teriakan histeris keluar dari mulutnya. Louis mendengus sebal.

“Aku akan bertanggung jawab jika sampai kamu... Ah, kamu tahu kan maksudku?”

Louis bangkit dari tempat tidur, memakai celananya dan mengeluarkan secarik kertas dari dompet, mengulurkannya pada Sonya.

“Kamu bisa menghubungiku kapan saja.”

*****

Tiga minggu kemudian.

Sonya menatap kartu nama di tangan kiri sedangkan tangan kanannya memegang testpack dengan gemetar. Ia meletakkan testpack itu diatas meja dan meraih ponselnya, jantungnya berdegup kencang ketika mendengar nada panggil berbunyi.

“Mr. Maier? Louis Maier?” tanya Sonya dengan suara bergetar.
“....”
“Ini Sonya White, kita bertemu di Pulau Capri tiga minggu lalu.”
“....”
“Malam itu, kamu ingat? Bisakah kita bertemu?”
“....”
“Baiklah besok malam, bisa kau kirimkan alamatnya? Oke.”

Sonya mematikan ponselnya dan tanpa ia sadari air mata yang sudah ditahannya kini mengalir.

*****

Sonya berdiri di depan pintu apartemen Louis dengan resah, ia menekan bel dengan tangan gemetar. Pintu terbuka, Sonya melangkahkan kakinya memasuki apartemen Louis.

Apartemen itu begitu luas, terdapat sebuah sofa berwarna merah yang mengelilingi meja kaca, di dindingnya terdapat sebuah foto keluarga berukuran besar. Sonya duduk di sudut sofa.

“Ada perlu apa?”

Sonya terkejut, ia mengalihkan pandangan ke sisi kanannya, matanya terpaku melihat Louis yang berjalan mendekatinya dan duduk di seberang sofa yang tidak jauh dari tempatnya duduk.

Celana pendek dengan t-shirt putih pas badan membuat Louis terlihat lebih santai dan eum... seksi. Louis membalas tatapan Sonya dan untuk sesaat ia terpaku. Mata hijau itu kembali menyihirnya dengan sangat indah, kesan baik-baik terpancar dari sana.

Louis mengamati penampilan Sonya, celana panjang warna gelap yang membungkus kaki jenjang Sonya membuat Louis membayangkan betapa pasnya kaki itu melingkar di pinggangnya, kemeja garis-garis lengan panjang yang sedikit kebesaran dan rambut pirang berkuncir menampilkan leher putih Sonya, membuat Louis meneguk ludah dengan susah payah.

The AccidentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang