Reth memejamkan matanya, berusaha menikmati sorak kemenangan, tapi tidak bisa. Semua teriakan malah membuat dadanya sesak seolah menyempit. Reth akhirnya menurunkan tangannya dan berjalan menjauhi medan peperangan.
"Kau berhasil Jenderal," kata seseorang prajurit pembesar ketika Reth melewatinya. Ia berhenti sejenak dan menatap prajurit itu.
"Gwarth ...," kata Reth kepada wakil Jenderal dari kerajaan Liveria.
"Berhasil menjadi iblis!" Lanjut Gwarth dan langsung menjauh dari Sang Kesatria Zirah Merah. Reth mendiamkan saja sindiran dari wakil yang sekaligus sahabat masa kecilnya. Mereka berjuang bersama sedari dulu, lalu setelah Reth menjadi Jenderal, sikap Gwarth pada dirinya semakin berubah.
Reth kembali terdiam sambil menatap sekelilingnya yang penuh dengan serakan prajurit Lira yang tak bernyawa. Reth memikirkan kata-kata terakhir dari Pangeran Kerajaan Ranalus tadi. Permohonan untuk tidak memperbudak para penduduk Dataran Lira. Permohonan yang membuat pikiran kalutnya tambah berkecamuk. Kalau saat ini Dataran Lira dan Kerajaan Ranalus yang menang, apakah Kerajaan Liveria yang dibelanya akan diperbudak? Lira hanyalah kawasan liar yang sebagian penduduknya adalah petani. Bagaimana mungkin para petani itu memperbudak Liveria? Mungkin wakilnya benar. Dia telah termakan tipu daya iblis yang paling mengerikan, membuatnya menjadi Iblis tanpa dia sadari. Menjadi iblis dengan menapak jalan yang seolah adalah jalan kebenaran. Reth mengingat kembali perkataan gurunya, 'Hanya dua orang yang terlibat dalam perang. Bodoh dan korban'. Apakah dia termasuk yang bodoh?
Reth mencari tempat untuk melepaskan rasa bersalahnya yang makin lama makin menyelimutinya. Dengan susah payah Reth berjalan di antara para bangkai pejuang Lira dan akhirnya duduk pada sebuah batu besar. Beberapa prajurit yang melewatinya menghormat lalu berkata, "Hidup Jenderal Vermel. Kemenangan untuk Liveria!"
Reth tidak memperdulikan perkataan basa-basi ala militer yang ditujukan padanya. Baginya kini Liveria tidak menang, justru Lira-lah pemenang sesungguhnya. Liveria hanyalah iblis yang mengantarkan kematian syahid bagi para pejuang Lira dan Ranalus. Salah satu prajurit menghampirinya untuk melapor.
"Jenderal, prajurit sudah kita kirim untuk menyisir daerah sekitar. Untuk saat ini sepertinya tidak ada serangan balasan, tapi beberapa prajurit akan berpatroli dan menyisir daerah sekitar untuk menangkap para pelarian dan sisa prajurit lawan. Laporan akan saya serahkan pada anda mungkin dalam dua tiga hari lagi," katanya.
"Terserah aku tidak perduli," jawab Reth acuh tak acuh. Prajurit itu lalu menjura dan pergi meninggalkan Kesatria Zirah Merah.
Reth kembali melihat sejauh mata memandang. Tampak para prajurit yang dipimpinnya sedang memeriksa tubuh-tubuh yang bergelimangan sambil sesekali menghunus mereka yang masih hidup dengan tombak.
Reth ingin menghentikannya, tapi kemudian dia berpikir siksaan yang lebih kejam akan menimpa mereka yang dibawa dalam keadaan hidup. Akhirnya Reth hanya terdiam. Reth termenung mengingat perkataan dari seseorang yang membuatnya ikut andil dalam pembantaian ini. 'Penyatuan wilayah ke dalam Kerajaan Liveria akan menghentikan perang itu sendiri dan kedamaian akan tercipta.' Kini justru di akhir peperangan, Reth memikirkan kembali arti kata itu.
"Lepaskaaaan!!!" Tiba-tiba terdengar sebuah teriakan kemarahan. Teriakan yang menyadarkannya dari lamunan.
Terlihat beberapa prajurit menghampiri Reth sambil menyeret seorang wanita yang lusuh dan kotor. Wanita itu berontak sambil menangis dan mulutnya tak henti-henti mengutuk, ketika para prajurit Liveria menariknya.
"Biadab kaliaaaan! Liveria biadaaab ...! Haaa!!!" teriaknya sambil menangis.
Reth memberikan isyarat tangan supaya anak buahnya melepaskan wanita itu. Para prajurit melemparkan wanita itu ke hadapan kaki Sang Kesatria Merah hingga jatuh tersimpuh. Dia lalu menangis dengan wajah menatap tanah dan meremas tanah dengan tangannya sekuat dia bisa. Seketika perasaan bersalah kembali menyerang hati Reth Sang Kesatria Zirah Merah.
Reth bangkit dari duduknya dan menghampiri sang wanita. Perlahan Reth menyentuh bahu Sang Wanita dan menariknya agar bangkit. Wanita itu menahan tarikan Reth dan terus menangis keras. Akhirnya dengan sedikit memaksa Reth menarik lebih keras tubuh wanita itu sampai terangkat dan terlihat wajahnya yang lusuh.
-Cuh!!! Sang Wanita tiba-tiba meludah.
Seorang prajurit mengangkat tombak dan mengayunkannya untuk memukul Sang wanita dengan gagangnya. Tapi Reth menangkap ayunan tombak dan hanya dengan sedikit hentakan tangan, tombak hancur karena tenaga dalamnya. Prajurit itu kaget dan langsung terjatuh. Dengan segera prajurit lain yang berada di dekat Reth mengangkat prajurit yang terjatuh dan menariknya untuk menjauh. Mereka sadar kalau Reth Sang Kesatria Zirah Merah tidak ingin diganggu.
Kesatria Merah kembali menatap wajah Sang Wanita. Tiba-tiba hatinya bagaikan ikut merasakan apa yang dirasakan wanita itu. Tanpa terasa dada Sang Kesatria Merah menghangat hingga membuat matanya berkaca. Reth menarik pedangnya dan meraih lengan Sang Wanita. Dengan satu tangan Reth memaksa wanita itu menggenggam pedangnya dan tangan lainnya menarik lepas baju zirah yang melindungi tubuhnya.
Semua orang yang ada disitu terpaku, menunggu apa yang akan terjadi selanjutnya. Secara mengagetkan Reth menuntun tangan wanita itu untuk menusuk perutnya dengan pedang. Di dorong oleh rasa marah Sang Wanita tidak menyia-nyiakan kesempatan dan langsung menghujamkan pedang itu pada Sang Kesatria Merah.
"Jenderal!!!" Salah satu prajurit reflek berlari mendekat, berniat menarik wanita itu dari Sang Jenderal, tapi Reth tidak membiarkannya. Reth langsung menendang tubuh prajurit sampai terpental. Prajurit yang terpental, menabrak prajurit lain yang menghalangi laju tubuhnya dan mereka terjatuh bersama. Prajurit yang ikut jatuh berusaha bangun dan kaget melihat teman yang menabraknya tidak sadarkan diri dengan tubuh terluka parah. Melihat itu beberapa prajurit yang tadinya ingin ikut maju, urung tidak berani gegabah. Mereka terdiam tidak tahu harus berbuat apa.
Reth kembali pada Sang Wanita yang terdiam dan gugup. Tenaganya tidak cukup kuat untuk menghujamkan pedang pada tubuh kokoh Sang Kesatria Zirah Merah. Pedang itu hanya menusuk sedikit saja, luka yang tidak berarti bagi Sang Kesatria Zirah Merah. Reth kemudian membantu tenaga wanita itu dan mendorong pedang jauh lebih dalam menusuk perutnya. Wanita itu terdiam bingung menatap Sang Kesatria Merah. Reth akhirnya jatuh berlutut dengan pedang menembus perutnya.
"Maafkan aku," kata Reth lalu dia pun terjatuh ke tanah dan berharap kematian bisa meleburkan dosanya.
Daribalik helmnya, Kesatria Zirah Merah terus menatap wajah Sang Wanita yangterlihat bingung. Seiring pandangannya yang menggelap, sayup teriakan-teriakankeras yang memanggil namanya pun menjauh. Bagaikan suara yang didengar ketikadirinya mulai tenggelam dalam air. Terus dan terus jauh ke dalam kegelapan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesatria Zirah Merah
FantasyKetika kemenangan terasa bagaikan kekalahan. Ketika pahlawan menyadari dia seorang penjahat besar pada sisi berseberangan. Pada saat itulah seorang Jenderal besar mengakhiri hidupnya, justru pada saat kemenangan besar berhasil diraih olehnya. Tapi k...