Penginapan Kota Cuaca.
Pada sebuah ruangan, terlihat dua orang dengan usia paruh baya sekisaran 30 an sedang berkemas. Seseorang lalu melilit sebuah pedang dengan kain hingga beberapa kali sesudah itu dia menyampirkannya dengan susah payah pada belakang punggung.
"Haruskah kau bawa pedang itu Arian!?" tanya salah satu dari mereka.
"Fira sangat keren. Kau lihat sendirikan, kita terbang lalu fira akan menabrak apa pun yang ada di depannya," jawab lawan bicaranya.
"Dengar, bodoh! Tuan Algori susah payah membuatkan kita topeng ini, tapi semua percuma kalau pedang itu bersamamu! Semua tentara tahu itu milik Paman Faruq!"
"Tapi tidak ketahuan, kan? Aku membungkusnya dengan baik, semua pasti mengira ini bungkusan pipa atau besi," jawab Arian.
"Mana ada yang percaya bodoh! Sudahlah kau tinggalkan saja benda itu, sudah berat terlalu mencolok lagi!"
"Kak, kau terlalu khawatir, tenang saja. Yang bisa buat ketahuan, bukan karena aku bawa Fira tapi sikap kau yang terlalu tegang. Buktinya dari tadi kita aman," jawab Arian.
"Karena dari tadi kita hanya berjalan di tempat biasa. Tidak sedang memasuki fasilitas. Sekarang beda tujuan. Memasuki fasilitas kota cuaca pasti akan diperiksa mendetil. Kau mengerti!?" Arhad tampak putus asa menesahati adiknya.
"Tenang saja, kita pasti lolos. Coba lihat topeng ini, siapa yang mengira kita adalah dua pangeran. Tuan Algori hebat. Kulit buatannya benar-benar mirip," kata Arian.
Dua orang di penginapan itu ternyata adalah Pangeran Arhad dan Pangeran Arian. Kini sosok mereka berbeda dengan wajah mereka sebenarnya. Mereka memakai topeng yang mirip dengan wajah orang lain.
"Baik kak, sekarang jelaskan rencana kita," kata Pangeran Arian.
"Ada orang dalam yang membantu kita. Dia akan membawa kita sampai pusat fasilitas sebagai tenaga yang akan membersihkan-,"
"Limbah. Benarkan?"
"Ya, sesudah kita di dalam pusat fasilitas, kita akan berpisah dengannya dan kita harus berusaha sendiri," kata Arhad.
"Kenapa dia tidak membantu kita lebih lama?"
"Aku yang tidak mau. Aku takut pekerjaannya akan bermasalah nantinya."
"Ya baiklah. Seperti biasa kau terlalu baik, sudahlah. Sekarang setelah itu bagaimana lagi?"
"Bagaimana lagi apanya?"
"Rencananya apa lagi? Setelah kita masuk ke dalam lalu apa?"
"Tidak ada. Pokoknya setelah di dalam fasilitas, kita akan cari dimana balon cuaca ditambatkan," jawab Arhad.
"Kau tahu tempatnya?"
"Tidak tentu saja," jawab Arhad.
"Kau selalu bilang kalau aku orang yang sembrono, tapi sekarang kau lebih parah dariku," jawab Arian.
"Kau mau mundur?" tanya Arhad.
"Tentu tidak, hanya saja kenapa kita tidak buat rencana yang lebih matang?"
"Untuk saat ini tidak ada yang namanya rencana matang. Kalau kita menempuh daratan, setelah empat bulan baru kita sampai pada Kerajaan Pusat Liveria, anak dalam ramalan mungkin sudah tewas. Dengan lewat udara dan mengikuti angin, hanya dalam waktu satu minggu kita sudah bisa menempuhnya."
"Huh, baiklah aku rasa memang tidak ada pilihan lain. Sekarang ayo kita bergerak," kata Arian.
"Taruh pedang sial itu sebelumnya!!!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Kesatria Zirah Merah
FantasyKetika kemenangan terasa bagaikan kekalahan. Ketika pahlawan menyadari dia seorang penjahat besar pada sisi berseberangan. Pada saat itulah seorang Jenderal besar mengakhiri hidupnya, justru pada saat kemenangan besar berhasil diraih olehnya. Tapi k...