LUCHA #2

102 8 14
                                    

Turn on the music above.
"Miss you" (Piano song) - Michael Ortega

Jangan lupa vote sebelum membaca.

-Happy Reading-

Aku mohon, berhenti membuat keributan di otakku.

***

VIOLET menghempaskan diri di kasur, berhadapan dengan langit - langit kamar.

Dingin, sepi, hanya suara rintikan hujan yang meramaikan atap kamarnya. Violet melihat jam di dinding, waktu menunjukan sudah pukul dua pagi.

Rasanya cepat sekali, baru saja tadi Violet berlarian melewati derasnya hujan yang sempat membasuh seluruh tubuhnya ketika ia pulang dari Restaurant.

Lelah.

Ia mencoba memejamkan mata, namun dirinya masih tidak mau terlelap, satu kali, dua kali, tiga kali, ia menyerah.

Mata nya masih bulat. Tidak ada sedikitpun tanda - tanda mengantuk. Padahal nanti pagi ia harus pergi ke sekolah.

Violet bangkit dari kasur, membuka gorden dan mengarahkan pandangannya ke luar jendela, memperhatikan hujan yang tak kunjung reda. Tidak ada apapun di luar sana yang bisa ia lihat.

***

"Ibu selalu berjuang demi kebaikanku.
Sudah banyak pengorbanan yang telah ibu lakukan untukku.
Kasih sayang ibu, ketulusan ibu, pelukan ibu, selalu menghangatkan jiwaku.
Ibu adalah pahlawan hatiku."

Mataku berbinar saat itu. Ingin rasanya aku turun dari sebuah panggung besar ini. Hatiku berteriak, bibirku menolak untuk terus membaca tulisan hasil karyaku sendiri, tulisan yang sebenarnya tidak pernah terjadi.

"Tidak lupa juga ayahku, satu-satu nya pria yang aku cinta dalam hidupku.
Yang selalu melindungi aku dari marabahaya yang melanda.
Yang mampu melakukan apapun demi keselamatanku.
Yang mati-matian bekerja demi membawa aku pada kesuksesan.
Aku sangat bangga terlahir di dalam keluarga seperti mereka."

Semua murid dan orang tua murid serempak bersorak dan bertepuk tangan untukku, juga guru-guru yang sedang berjejer duduk di bangku penilaian. Sepertinya hati mereka tersentuh oleh tulisanku yang bertema "Keluarga" ini.

Aku menekukkan tubuhku kebawah dan menutup wajahku yang sudah terasa panas, banjir oleh air mata.

Ini bukan puisi. Ini sebuah kepalsuan!

Tidak ada satupun yang aku alami dari apa yang aku tulis dan aku baca barusan.

Bahkan mereka berdua tidak ada satupun yang hadir disini, menyaksikan penampilanku.

Aku terisak, Seorang guru datang menghampiriku dengan raut wajah khawatir.

"Zia kenapa nangis, nak?" Aku tidak menjawab. Dadaku kembang kempis serta jantungku berdegup kencang.

***

Duarr!

Suara petir menyadarkan lamunan Violet.

Mata Violet menoleh ke samping kiri, ada sebuah figura yang terpampang di sana. Violet menciptakan senyumnya ragu.

Ada rasa rindu bercampur sakit setiap kali ia melihat sosok wanita cantik dan lelaki tampan yang sedang tersenyum di dalamnya.

LUCHAWhere stories live. Discover now