Dia bersama mantan

6 0 0
                                    

Rabu pagi dengan cuaca yang lumayan cerah hari ini Luna berjalan melewati koridor untuk sampai di kelasnya. "Masih sepi" pikir Luna. Ia sengaja berangkat pagi agar di bus tidak harus bersempit-sempitan, karna lagi-lagi dia tidak bareng dengan Radit. Bukan Luna bersifat manja, hanya saja Radit yang membiasakan berangkat bersama dan melarang Luna naik bus ke sekolah. Bahkan Radit sama sekali tidak menghubinginya lagi setelah dengan sepihak mematikan telepon kemarin.

"Lun,Luna! Lo udh dateng dari tadi?!" tanya Wirda dengan heboh yang baru masuk kelas sambil menggendong tasnya.

"Iya, gw sengaja berangkat pagi biar gak sumpek di bus." jawab Luna kalem.
"Gw tadi liat Radit." ucal Wirda histeris.

"Ya teruss? Lo kenapa sih liat Radit kaya liat tuyul aja?" Jawabnya heran.
"Masalahnya.... Emm." jawab Wirda ragu.

"Masalahnya apa Wir gak usah bikin gw penasaran deh!" cecar Luna.

"Gw liat.. Gw liat dia... boncengan sma Erin mantannya." Ucapnya dengan wajah tak enak.

Luna terdiam di tempat, mematung. Rasanya dunianya berhenti sejenak, sebelum akhirnya ia menatap Wirda memastikan yang dia katakan bukan sekedar candaan.

"Gw gak lagi becanda Lun" ucapnya meyakinkan.

Dan, BAMM!! seperti dipukul palu godam, seketika jantung Luna serasa susah untuk berdetak, dan nafasnya tertahan. Ketakutannya selama ini menjadi kenyataan. Semesta tolong jangan buat konspirasi seperti ini. Batin Luna.

▫▫▫

"Dit gw mau ngomong sma lo." Luna mendatangi Radit yang sedang berkumpul dengang teman-temannya.

Radit melirik dengan malas "Nanti aja gw lagi sama temen-temen."

"Ini penting Dit gw mau ngmng"

"Iya Luna nanti ya, pulang sekolah bisa kan?"

"Fine gw tunggu di kelas." Luna berbalik kembali ke kelas meninggal Radit yang tetap tak menatapnya.

"Iya nanti gw ke kelas lo." Ucapnya cuek.

Luna pergi meninggalkan Radit dengan perasaan jengkel, marah, sedih. Matanya bahkan sudah berkaca-kaca saat berbicara dengan Radit, tapi dia tahan agar tidak jatuh. Karna sesungguhnya dia tidak ingin terlihat lemah terutama di depan Radit.

Tanpa Luna sadari jauh diantara teman-teman Radit ada yang memperhatikannya yang sedang mengusap air mata sampai akhirnya Luna menghilang berbelok ke arah koridor.

"Lo knp sih Dit gitu amat sama Luna?" tanya Zo.
"Iya amat aja gak gitu." timpal Bagas dengan asal.
"Gitu gmn?" tanyanya balik.
"Ya kaya tdi."

"Dia gak bisa liat sikon gw lagi sama kalian, tapi malah diajak ngomong, kan ganggu."

Zo, Bagas hanya bisa diam mendengar jawban Radit. Suasana menjadi canggung di antara mereka semua, sampai akhirnya Willy angkat bicara.

"Gak seharusnya lo kayaa gitu. Kita juga gak masalah kalo lo mau pergi buat ngobrol sama Luna. Lo hargain lah dia udah samperin lo kesini. Paling gak lo bilang baik-baik gak bentak kaya tadi. Lo yang bilang kan cewek itu rapuh. Tapi buktinya lo ngebentak dia di depan kita. Gw tau mungkin lo lagi bosen sama dia tapi gak gitu caranya." Willy berdiri hendak pergi tapi sebelumnya ia berkata "jagan nyesel kalo seandainya dia gak pernah melihat ke arah lo lagi."

Luna masih betah menunggu Radit di kelas, padahal jam pulang sekolah sudah berakhir setengah jam yang lalu. Luna menunggu dengan resah, ia takut Radit tidak mendatanginya di kelas.

▫▫▫

Sampai sini dulu pelajaran hari ini anak-anak, ibu akhiri selamat siang.
"Siang bu" jawab murid-murid dengan keras.

"Dit balik gak?" tanya Bagas.

"Balik lah, kali" jawab Radit cuek

"Kali?" tanya Zo.

"Nunggu Erin, tadi gw berangkat bareng dia" jawab Radit.

"Anjir, lah lo gak bareng Luna nyet?" tanya Zo.
"Enggak lah" Radit menjawab dengan kalem.

Willy hanya menyimak percakapan tersebut dengan muak, dia malas melihat kelakuan Radit terhadap Luna.

"Lo tadi udah janji bakal nemuin Luna di kelasnya jagan jadi pecundang" ucap Willy sambil berlalu pergi.

"Lo gak tau apa-apa Will" ucap Radit sambil berlalu.

Willy berhenti " gw tau, gw cukup tau untuk melihat sesedih apa Luna pas tau lo berangkat sama Erin" menghela nafas lalu Willy melanjutkan kata-katanya.

"Erin Dit? Erin? Jngan ngejilat ludah sendiri dengmn nyakitin Luna demi mantan sialan lo itu" ucap Willy denga nada meremehkan, lalu dia keluar dari kelas tanpa melihat reaksi Radit selanjutnya.

Willy sengaja berjalan melewati kelas Luna, untuk memastikan apakah Luna masih menunggu Radit atau tidak. Dan benar, Luna masih menunggu Radit sambil memasangkan earphone ditelinganya dan membenamkan kepalanya dilipatan tangan.

Radit hanya diam duduk di kelas sambil memikirkan kata-kata Willy, entah mengapa dia merasa tertampar ketika mendengarnya. Ia dilema apakah harus menemui Luna atau mengantar Erin pulang. Tapi ia sudah terlanjur berjanji dengan Erin akan mengantarnya pulang.

Willy masuk dalam kelas dan memperhatikan Luna, merasa ada yg memperhatikan Luna mendongakann kepalanya lalu melepas earphonenya.

"Ada apa Wll?" tanya Luna.

Willy mengedikkan bahu " Pulang Lun gw anter" ucap Willy.
Luna menggeleng "gw lagi nunggu Radit"

"Plg Lun ini udah sore, gerbang keburu ditutup"

Luna berfikir sejenak, dilihatnya jarum jam sudah menunjukkan pukul 16.15. Dan hampir setengan jam ia menunggu Radit namun hasilnya nihil. Luna akhirnya mau tak mau mengikuti Willy pulang. Ia sadar lagi-lagi Radit mengingkari janjinya.

***

Selamat membaca, semoga kalian suka dengan cerita ini heheh😃

Salam Caios🙆

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Denial (Heartbeat)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang