[1] K a m u

15 3 5
                                    

Pagi yang cerah. Cahaya matahari mulai menyusup di sela-sela jendela kamar Sai yang masih terlelap dalam mimpinya.

🎶 I'm better with you, you're better with me,
I still miss all our nights
Even fights were all better with you
You're better with me🎶

Gadis itu menggeliat. Meraih ponsel yang ada di atas rak kecil sebelah ranjangnya, lalu mematikannya.

Senin, pukul 06:15 AM, gumamnya dalam hati.

Ia menggeser layar ponselnya, ada beberapa notification yang masuk. Ia pun mulai mengecek media sosialnya satu per satu. Kebiasaan setelah bangun tidur yang wajar bagi remaja kekinian. Sedetik kemudian, terlihat matanya membelalak, kedua bola matanya seperti ingin keluar dari tempatnya. Sontak ia berdiri dan berkata, "WHAT THE HECK!!!! SIAPA INI BAJAK IG AKUUUU!!!!!"

Ia mengutuk dan memaki pelaku aksi jahil yang mengekspos fotonya ketika tertidur. Sai mulai melompat-lompat di kamarnya seperti orang kerasukan setan, ia melakukannya untuk melampiaskan rasa kesalnya.

"Gila nih orang, kurang kerjaan banget! Lancang juga pakai ponsel aku. Siapa, ya? Masa Mama? Ah! Gak mungkin! Kemarin ... kemarin aku sama Sarai terus ... terus ... siaaaaalll!!! Pasti dia! Dasar kutu babi leher jerapah! Awas aja kamu! Kan aku jadi malu. Ngerusak nama baikku aja!" ucap Sai frustasi sambil mengacak-acak rambutnya sendiri.

Tiba-tiba seseorang menggedor-gedor pintu kamarnya tak sabaran.
"Nih ada apalagi sih! Orang lagi kesel juga!!" ucap Sai masih bersungut-sungut lalu berjalan menuju pintu kamarnya.

"APA!" serunya sambil membuka pintu. Dilihatnya dua bola mata berwarna hitam melotot dan raut muka kejam milik Mamanya.

"APA?" tanya Mamanya balik. Sai terkejut dan badannya mulai berkeringat dingin karena takut.
"Eh, Mama ... kok gedor-gedor pintu sih, Ma?" jawabnya sambil memaksakan senyum.

"Kamu yang ngapain pagi-pagi bikin ribut begini? Lompat-lompat, kamu kira suaranya gak sampai lantai bawah? Gak malu sama tetangga? Perempuan pagi-pagi gak bantuin Mamanya, tambah teriak sana-sini. Buruan mandi terus sarapan! Kamu gak pergi sekolah emang? Jam berapa ini?" omel Mamanya.

Sai menundukkan kepalanya, "Iya, Ma, maaf." Ia lalu menutup pintu kamarnya kembali.
Ia berjalan menuju tempat tidur, menghempaskan tubuh kecilnya di atas kasur dan menutup wajahnya dengan kedua tangan.
Huft! Semuanya gara-gara Sarai, awas aja kamu!
*
"Kamu mau selai coklat apa kacang?" tanya Mama Sai ketika gadis itu sudah duduk manis di meja makan.

"Stroberi aja, Ma," jawab Sai singkat. Benar saja, meskipun sudah mandi, pikiran Sai masih kacau. Ada kabut dendam yang tebal dipikirannya untuk Sarai, dan itu memengaruhi sikapnya tanpa dia sadari.

"Kamu kenapa?"

"Aku baik, Ma."

"Masa? Bohong!"

"Ma, boleh tanya?"

"Tanya apa, sayang?"

"Kemarin sore pas aku pulang, Sarai ke sini, nggak?"

"Iya."

"Terus?"

"Kamu bohong ya sama dia?"

Sai berpikir sejenak. Ia terkikik sambil menunjukkan deretan gigi mungilnya yang tersusun rapi. "Habisnya, Sarai kemarin kelihatan marah sih sama aku, yaudah, aku bilang kalau Mama buat rainbow cake dan aku suruh ke rumah. Kalau dia beneran gak marah pasti dia ke sini!" tuturnya polos.

"Dan dia ke sini tapi kamu malah tidur."

"HUH!" Sai mengerucutkan bibirnya.

"Eh, tapi kemarin Sai senyum-senyum sih, kelihatan seneng gitu habis dari kamar kamu. Gak tahu kenapa," ucap Mama Sai sambil mengedikkan bahu.

Tuh, kan! Pasti Sarai!
Sai menggigit roti selainya dengan cemberut.

"Jadi, kamu kenapa tadi pagi?"

"Gini Ma--
Tiba-tiba terdengar suara knalpot motor menderu. "Gak jadi deh, kayaknya suara motor Sarai tuh!" seru Sai, lalu berdiri mengambil sepatunya.

"Minum susunya dulu!" ucap Mamanya sambil menyodorkan susu ke mulut Sai. Buru-buru ia meneguknya.

Sai membuka pintu depan rumahnya, melongok keluar. Dilihatnya Jono --nama sepeda motor Sarai-- yang sudah siap tancap gas. Dengan tergesa-gesa Sai memakai sepatunya. Belum sampai selesai, Sai melihat Sarai menghampiri Jono.

"Saraaaaaaiiiii!!!!" teriak Sai.

Sarai menoleh ke asal suara yang menyakiti telinganya, Sai. Ngapain dia teriak-teriak? Jangan-jangan dia mau marahin aku lagi gara-gara kejadian kemarin, batin Sarai. Buru-buru Sarai menaiki Jono tapi terlambat, seseorang menepuk pundaknya, dan pastinya, orang itu adalah Sai.

"Pagi, Sai!" kata Sarai sambil mengembangkan senyumnya yang dibuat-buat.

"Kamu mau ninggalin aku, ya?"

"Kamu mau nebeng kayak biasanya, ya?"

"Yaiyalah! Kan tiap hari aku sama kamu!"

"Duuh...," kata Sai menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

"Kenapa emang? Ada masalah?" tanya Sai. Sebenarnya ia ingin meluapkan amarahnya kepada Sarai, tapi dia menahannya.

"Aku harus nganterin cewek dulu soalnya," jawab Sarai singkat.

"Cewek?"

"Iya. Cewek yang paling aku sayang di dunia ini," balas Sarai.

Apa! Sarai punya cewek! Sejak kapan? Kok aku nggak tahu!

Seketika amarah Sai hilang digantikan rasa terkejutnya.

"Kamu ... punya cewek?"

"Kenapa? Gak percaya?"

Sai tak menjawab.

"Kalau kamu mau nungguin ya gakpapa, tapi aku harus nganterin ce-wek-ku du-lu," ucap Sarai menekankan dua kata terakhirnya.

S & STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang