[4] D i a

17 3 6
                                    

"Kamu?"

"Siapa, ya?" tanya Sai balik kebingungan. Sai tidak mengenal laki-laki di depannya meskipun tadi laki-laki itu menunjuknya, sehingga perhatian seisi kelas pun tertuju pada Sai.

Merasa tidak peduli dengan apa yang terjadi, pandangan Sai tertuju pada lelaki tua yang mempunyai aura paling besar dan menakutkan di dalam kelas. Sai mendapati gurunya melihatnya bagai rusa yang hendak diterkam singa. Sadar dengan keadaan, Sai segera mengambil langkah untuk menyelamatkan dirinya, tak lupa ia sematkan makian untuk Sarai,

Kan, dasar emang si leher jerapah! Pasti gak bilang, nih! Awas aja kamu!

"Permisi, Pak," ucap Sai lalu berlalu duduk di bangkunya. Ia merasa kikuk dengan keadaan kelas.

Sesampainya di bangku milik Sai, Sarai langsung bertanya, "Eh! Kamu kenal dia?"

Tanpa apa-apa, Sai menyentil ubun-ubun Sarai untuk melampiaskan amarahnya.

Ctakk!

"Aduh, sakit, Sai!! Aku tanya gak dijawab malah dijitak!" protes Sarai tidak terima.

"Kamu gak bilang kan ke Pak Killer kalau  aku ke toilet tadi?"

"Tadi itu--

"Basarai! Saizura! Kalau kalian masih mau ngobrol, ngobrol di depan saya sini!! Udah telat, ngeramein kelas!"

Sai memutar bola matanya jengah sambil menundukkan kepalanya.
Satu detik kemudian, ia melirik Sai di sampingnya dengan tatapan mengancam.

*
Krinng! Kriinngg!!

Bel istirahat pertama berbunyi, mata pelajaran fisika di kelas Sai dan Sarai sudah di akhiri. Buru-buru Sai merapikan buku-buku di mejanya, meletakkan buku-bukunya ke dalam tas lalu beranjak ke luar dari ruang kelas.

"Sai, tungguin napa! jangan lari-lari!" seru Sarai sambil berlari mengejar Sai.

"Saaai!!"

"Apasih? nguntit aja kayak ekor," jawab Sai ketus.

"Oh, jadi kamu udah gak mau sama aku lagi?"

"Maksudnya?" tanya Sai balik tanpa menatap Sarai.

"Terserah kamu, deh!"

"Loh, kok kamu sih yang marah? harusnya aku yang marah ke kamu, Rai!" protes Sai.

"Oke, oke kita lanjutin nanti! Aku laper, kamu mau makan  apa biar aku pesenin?" tanya Sarai ketika mereka sudah sampai di kantin.

"Mie sama jus jeruk," ucap Sai singkat.

"Oke, wait for it."
 
Sepuluh menit berlalu, Sarai sampai di meja mereka sambil membawa nampan berisi makanan dan minuman. Tanpa berterima kasih, Sai langsung mengambil bagiannya dan memakannya tanpa menatap Sarai sedikit pun.

"Aku sebel sama kamu!" celutuk Sai sambil menyeruput jusnya setelah makan.

"Kenapa?"

"Kamu yang kenapa tadi gak bilang ke Pak Killer kalau aku ke toilet."

"Tadi pas nama kamu di absen, tiba-tiba ada cowok masuk. Dia anak baru, eh sama Pak Killer suruh ngenalin diri padahal ngabsennya belum kelar. Terus kamu keburu dateng. So, apa aku salah?"

"Hmm, nggak sih. Maafin aku, yah?"

Boy mengacak rambut Sai brutal, "Iya. Dasar, bocah!"

Sai mengerucutkan bibirnya sambil berusaha menyingkirkan tangan Sarai dari kepalanya, "Apaan, sih!"

Dan saat itu juga, tiba-tiba seorang lelaki jangkung menunjukkan batang hidungnya di depan mereka.

"Maaf, ganggu yah? boleh gabung?"

Sai dan Sarai saling berpandangan. Merasa asing dengan laki-laki itu. Sedetik kemudian mereka sadar bahwa laki-laki itu adalah anak baru di kelas mereka.

"Boleh-boleh," jawab Sai dan Sarai hampir bersamaan.

"Oh ya, Sai, kamu kenal sama Adanu?"

"Adanu siapa?" tanya Sai polos.

"Nama aku Adanu Erlangga, kamu Basarai, kan? dan kamu Saizura?"

"Yaps. Kok tahu?" ceplos Sai.

"Kan tadi dipanggil sama Pak Budi."

"Hahahaha. Iya, ya!" Sai tertawa renyah.

"Basarai panggil kamu Sai, nama kamu kan Saizura?"

"Ya biar pendek aja. Haha. Lagian kita sahabatan."

"Kirain pacaran," ucap Adanu spontan.

"Hahahahha, ya enggaklah!" jawab Sai dan Sarai hampir bersamaan lagi.

"Lagian kamu juga boleh panggil aku Sai, biasanya juga gitu. Guru aja rajin manggil pakai nama lengkap," Sai melanjutkan ucapannya.

"Eh, kok lo tadi nunjuk-nunjuk Sai, sih?" tanya Sarai sambil mengingat kejadian saat pelajaran tadi.

Adanu menatap Sai, "Oh iya! Sai! Kamu beneran lupa sama aku?"

"Emang kita pernah ketemu sebelumnya? di mana?" tanya Sai balik sambil menggaruk kepalanya yang tidak gatal.

Adanu terlihat sedang berpikir, namun tiba-tiba dia merusak dandan rambutnya menjadi acak-acakan.

"Sekarang inget aku?" tanya Adanu lagi.

Melihat tingkah Adanu, Sai dan Sarai sama-sama memerhatikannya.

"Ooh, kamu! Kamu cowok yang gak sengaja tabrakan sama aku itu, kan?"

"Tabrakan? Kapan kamu tabrakan sama Adanu? Kok aku nggak tahu? Perasaan kamu kemana-mana juga seringnya sama aku," tanya Sarai penasaran.

"Itu, Rai, pas di toko buku kemarin. Adanu juga ada di situ, dan gak sengaja tabrakan sama aku. Kamu sih asik ngapelin mbak-mbak kasirnya aja." Sai mengakhiri kalimatnya dengan cemberut.

"Kamu sih lama!" Sarai membela diri.

"Kok kamu gak inget aku sih, Sai?" tanya Adanu memotong pertengkaran mereka.

"Rambut kamu beda sih, gayanya juga."

"He he, tadi kebanyakan pakai pomed, lagian aku juga pakai seragam."

"O-oh."

"Eh, btw aku kan anak baru. Aku boleh gak temenan sama kalian?"

"Yakin lo?" tanya Sarai sambil memandang sekeliling mereka.

"Liat tuh, kayaknya cewek-cewek banyak yang ngantri buat jadi temen kamu?" tambah Sai.

"Yakin!" jawab Adanu mantap.

"Hmm, oke!" Sarai mengiyakan dan Sai hanya mengangguk setuju.
*

Sorry update-nya lamaaa T.T  karena aku nulisnya mood2-an. Tapi pasti bakal dilanjutin kok! Mulai seru nih, ada tokoh baru! Tetep ikutin ya!! :)

Best regard,

Ai

S & STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang