[5] A w a l

25 4 7
                                    

"Saaaaraaaiiiii!!!" 

Pagi itu terlihat Sai yang sedang menggedor-gedor pintu kamar Sarai sambil meneriakinya dari luar kamar, ia berusaha membangunkan Sarai dengan pekikan suaranya yang melengking.

"CEPETAN BANGUN KAMU, KEBO!"

Masih gak ada sahutan. Tanpa permisi Sai memasuki kamar Sarai yang tidak dikunci dan langsung mengguncang-guncang tubuh Sarai dengan kasar,
"Eh kebo, cepetan bangun jam berapa, nih! Katanya ngajak jogging?"

"Ah, bocah sana kamu! Aku masih ngantuk!" gumam Sarai sambil membenamkan dirinya ke dalam selimut.

Sai memutar bola matanya jengah. Kaki mungilnya melangkah menuju kamar mandi yang ada di dalam kamar Sarai, mengambil segayung air dan ia cipratkan tepat di depan muka Sarai yang terlilit selimut.

Pyuh!! Pyuhh!!

Kaget, Sarai langsung berdiri sambil mengeratkan selimut ke tubuhnya, "Woy!! Sai, dingin tahu!!"

"Masih gak bangun kamu? mau lagi?" jawab Sai dengan nada menantang.

Sarai terdiam sambil mengerjapkan matanya, mencoba mengembalikan kesadarannya sepenuhnya.

Sedetik kemudian, Sai melangkah maju, menarik selimut yang melilit tubuh Sarai.

"Jangan, Sai! Dingiinn," --dengan sigap tangan Sarai merebut kembali selimutnya-- "jam berapa, sih?"

"Jam 8, Bego!"

"Alah, masih jam 8 juga!" Sarai melemparkan tubuhnya ke kasur, masih terlilit selimutnya.

"Terserah kamu kalo masih mau tidur, aku mau berangkat sekarang!" ujar Sai ketus sambil beranjak pergi.

Sai menuruni tangga dari kamar Sarai, ia berjalan menuju ruang tengah, meminum segelas teh hangat yang sudah disiapkan Bunda Sarai. Sesekali berbincang ringan, melempar lelucon kepada Bunda Sarai yang berada di dapur.

Tiba-tiba sebuah suara mengagetkan ketenangannya,
"SAI, BURUAN!!" teriak Sarai, kepalanya muncul dari balik pintu sambil berlari menuju teras rumah.

"TUNGGUIINNN!" balas Sai tak kalah keras.

***

"Hosh!! Hoshh!
Capek aku lari-lari!" kata Sai tertunduk sambil memegangi kedua lututnya.

"Yee!! kamu kemarin yang ngajak, kamu juga yang telat!" Sai mengetuk kepala Sarai pelan menggunakan kepalan tangannya.

"Ya kan aku kangen lari-lari di taman. Tahu gini, kita maen trampolin aja, terus ngadem di rumah pohon! Toh, sekarang di sini juga panas," keluh Sarai masih berlanjut.

"Di sini panas gara-gara kamu susah dibangunin!" Sai menajamkan suaranya.

"Apa hubungannya? Aku mulu yang salah," jawab Sarai tak mau kalah.

"Emang kamu salah, dan kamu gak minta maaf ke aku." Sai membuang muka, jengah.

"Iya-iya, Maaaaaaaaff Saaaaiiiiii!!" Sarai memanjangkan suaranya.

"Aku gak mau maafin kamu," ujar Sai singkat.

"Yaudah, terserah kamu. Yang penting aku udah minta maaf," balas Sarai pasrah.

"Kok kamu gitu, sih?"

"Nah, aku lagi kan yang salah. Kenapa cewek selalu ngerasa bener?"

Sai mengerucutkan bibirnya tanda tak suka.

"Hmm, terus mau kamu apa? Kamu mau aku mohon-mohon ke kamu buat maafin aku kayak di drama-drama gitu?"

"Jadi kamu sekarang suka lihat drama juga?"

S & STempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang