23. Pantas Bahagia

1.6K 63 0
                                    

Leon melihat sekeliling, matanya terfokus  pada seorang perempuan berkaos hitam tengah memasuki taman dengan headphone yang terpasang di kedua telinganya serta mata yang terfokus pada gadget nyaIa melihat Nata sedang berjalan menuju ke arahnya. Entah apa yang ingin Nata lakukan, Leon tidak tahu. Mungkin saat ini Leon menjadi seseorang dengan degupan jantung paling kencang daripada abang penjual es krim, mungkin.

Ia melihat Nata masih terfokus pada hpnya, dan berdiri tepat di sampingnya. 

Nata memasukkan hp-nya, mengeluarkan beberapa kata dari mulutnya, "Bang es krim nya sa---"

Perkataan Nata terpotong setelah pandangannya bertemu dengan kedua bola mata yang menurutnya tidak asing itu. Mereka sama-sama terdiam, tanpa mengeluarkan sepatah katapun.

"Neng?" panggilan penjual es krim menyadarkan Nata akan lamunannya.

"Ah iya, pes--pesen satu, Bang. Coklat." pinta Nata.

"Ha--hai," Leon memberanikan diri untuk membuka pembicaraan walaupun sebenarnya keringat sudah mulai membasahi tangannya. Nata hanya tersenyum kecil walaupun dirinya tidak ingin tersenyum pada laki-laki di hadapannya sekarang ini.

"Ngapain malem-malem ke taman? Tumben," tanya Leon, membuat Nata menoleh ke arahnya.

"Ah, gue baru pulang dari rumah Val tadi. Terus pengen es krim, jadi ya kesini." jawab Nata menahan rasa gugupnya. Leon merespon perkataan Nata dengan membulatnya mulutnya berbentuk 'o' diselingi anggukan kepalanya.

"Lo sendiri kenapa disini?" tanya Nata. Belum sempat Leon menjawab, abang penjual es krim sudah terlebih dahulu memotong pembicaraan mereka.

"Nih dek, es krimnya." abang penjual es krim menyodorkan dua cone kepada Leon. Leon mengambilnya dan mengeluarkan duit senilai sepuluh ribu rupiah. Setelah penjual es krim selesai memberikan uang kembalian, Leon mengambilnya dan memasukkannya ke dalam saku.

"Duluan ya," kata Leon dengan senyuman.

Nata mengangguk dan tersenyum kecil, "Iya."

Leon membalikkan badannya, berjalan meninggalkan Nata. Nata hanya terdiam dengan rasa sedikit ingin tahu mengapa Leon membeli es krim dengan jumlah dua itu. Padahal selama ia dengan Leon pacaran, Leon tidak pernah kuat menghabiskan dua cone es krim.

Nata mengangkat tumit kakinya, pandangannya masih fokus ke arah Leon. Laki-laki itu berhenti tepat di depan seorang wanita yang tidak asing di mata Nata. Ia memberi satu cone es krim di tangannya, kemudian duduk di samping wanita itu.

"Itu kan cewek yang tadi siang di sekolah?" batin Nata bergumam sendiri.

"Neng? Es krim nya lumer nih?" abang penjual es krim menepuk bahunya, membuat Nata sedikit terkejut dan tersadar dari kefokusannya itu.

"Oh iya bang, maaf." Nata mengambil es krim nya dan menyodorkan uang senilai dua ribu rupiah kepada abang es krim itu.

Nata berjalan pelan, mengarah keluar taman. Pikirannya masih terfokus kepada penglihatannya tadi. Bagaimana bisa secepat itu Leon membuka hatinya pada perempuan lain, sedangkan baru beberapa waktu yang lalu Nata menyatakan kata putusnya dan Leon dengan wajah sedihnya memohon untuk perempuan itu mengubah pernyataannya tersebut.

Sejujurnya memang bukan ini pilihan Nata untuk memutuskan hubungannya dengan Leon. Ia masih menyayangi laki-laki itu dengan perasaan sayang lebih dari sekedar teman. Ia masih mengeluarkan air dari matanya ketika ada suatu hal yang nengingatkan kenangannya dengan mantan pacarnya itu. Ia masih gugup, saat bertemu Leon. Ia masih terus-terusan membuka galerinya atau membuka ruang chat mereka untuk melihat penggalan chat saat hubungan mereka masih baik-baik saja. Sejujurnya, itu semua masih Nata lakukan bahkan sampai detik ini, saat air bening mulai tertumpuk di matanya.

Nata mengambil hpnya, membuka galeri dan melihat beberapa tangkapan layar yang berupa chat dirinya dengan Leon. Ia tersenyum kecil, menahan air matanya sambil memakan es krimnya.

"Udah Nat. Lo juga pantes bahagia kok!" gumam Nata menguatkan dirinya sendiri.

========

Nata mengambil sisir berwarna hitam di dalam nakas kecil sebelah ranjangnya.

"Serius lo dia sama cewek yang ada di sekolah itu?" tanya Val lewat hubungan telepon.

"Hmm," jawab Nata singkat. Sebenarnya ia berencana untuk tidak memberitahukan hal ini kepada sahabatnya, tetapi mulutnya sudah tidak bisa menahan jika ia tidak membicarakan ini kepada Val.

"Kan, gue bilang apa. Dia tuh emang cowok yang sukanya mainin cewe aja. Udah lah, Nat, lo pantes dapet yang lebih baik dari dia. Okey?" Val menceramahi Nata.

Nata tidak menjawab, ia terdiam mendengar perkataan Val. Mungkin perkataan Val ada benarnya, Nata harus berusaha melupakan semua kenangan dirinya dengan Leon. Tapi bagi diri Nata sendiri, sangatlah sulit untuk melupakan itu semua. Karena Nata masih terjebak dalam zona nyamannya.

"Woy! Di jawab kek orang ngomong," perkataan Val membuat Nata terbuyar dari pikirannya.

"Iya, iya." jawab Nata meng-iyakan, sembari menyisir rambutnya perlahan.

Setelah selesai menyisir rambutnya, Ia mengambil laptop miliknya dan beralih ke ranjangnya. Ia menyalakan laptopnya, membuka aplikasi Microsoft Word-nya, dan menuliskan beberapa kalimat.

Entah memang bakat atau tidak, Nata hanya gemar menulis puisi. Puisi yang mewakilkan perasaannya saat ini. Sudah hampir terdapat tiga belas buah puisi yang Nata tulis. Walaupun hanya terdiri antar satu sampai dua bait, tetapi Nata terasa lega jika sudah melampiaskan semua perasaannya dengan mengetikkan sesuatu.

Bagai ombak di lautan

Kini kamu tengah berjalan

Melepas semua kenangan kita

Menghidupkan warna baru dalam hidupnya.

Sedikit penggalan dari puisi karya Nata sendiri. Ia menulis beberapa bait dalam waktu kurang lebih setengah jam.

Setelah selesai, ia mematikan laptopnya. Meletakkannya di nakas kecil samping ranjangnya, dan merebahkan dirinya sembari menatap langit-langit kamar.

Lo harus bahagia, Nat!, Nata berkata pada dirinya sendiri.




Yoeee akhirnya update juga ya :)), 23 Done! Happy reading, guys! <3


Love,
Magdalenael






With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang