16. Lagi dan lagi.

1.8K 79 0
                                    

Atau jangan-jangan, Rere batin Leon berbisik pelan. 

"Hah? ngomong apa?" Nata mengangkat satu alisnya.

"Lo jelek." jawab Leon mengalihkan pembicaraan. Nata mengangkat sudut kanan bibir atasnya sembari berde-cih. 

"Kalo dia neror lagi, kasih tau gue ya." lanjut Leon dengan tangan yang sedang menggulung kembali kertas itu. 

"Hmm." jawab Nata, ia melanjutkan pembicaraannya, "Mau mak---"

Perkataan Nata terhenti tanpa sempat menyelesaikan. Ia menatap Leon, membuat Leon sedikit heran. "--an, ga?" perkataan Nata sudah selesai.

"Ngapain sih liatin gitu banget? Tau kok gue ganteng kan?" perkataan Leon tak digubris oleh Nata. Ia masih menatap Leon, sedangkan Leon membalas tatapan Nata, kemudian diselingi menghadap belakangnya, siapa tau Nata bukan menatapi dirinya.

"Yon," Nata berbicara pelan.

"Hmm,"

"Lo mimisan." Leon terdiam sebentar, kemudian tangannya melayang ke arah hidungnya, menyentuhnya sedikit kemudian menjauhkannya. Benar, darah keluar dari hidung Leon.

"Toilet mana ya?" tanya Leon sembari menutup bagian hidung hingga dagu dengan telapak tangannya.

"Yon lo sakit? ke rumah sakit aja gimana?" Nata menyentuh pipi Leon, mencoba membuka telapak tangan Leon.

"Toilet mana?" tanya Leon sekali lagi.

"Yon, mending kita ke r----" perkataan Nata terhenti ketika Leon melanjutkan omongannya

"Gue butuh toilet, bukan dokter. Dimana?" Nata mengarahkan telunjuknya ke sebelah kanan, mengarah ke dapur. Tanpa respon apa-apa, Leon langsung bangkit dari sofa, berjalan menuju toilet. 

Leon memasuki toilet, mencari keberadaan saklar lampu, dan menyalakannya. Ia berjalan pelan ke wastafel, kemudian melihat seberapa banyak darah yang sudah mengalir dari hidungnya. Dijauhkannya telapak tangannya, darah sudah memenuhi satu telapak tangan penuh. Ia melihat dirinya didepan cermin, kemudian menyalakan keran air, membersihkannya. 

Kepala Leon mulai terasa sedikit pusing. Sebelum pusing yang berlebihan menguasai dirinya, ia berinisiatif membuka hp-nya, mencari kontak seseorang, dan mengklik tombol call .

"Halo?" pusing mulai menguasai dirinya, tidak kuat berdiri, ia menempelkan punggunya di tembok, kemudian perlahan menjatuhkan diri dan terduduk di lantai. 

"........"

"Kambuh lagi, dan saya sedang tidak dirumah." 

"........."

"Tidak, saya lupa membawanya." 

"........."

"Oke. Terimakasih, nanti saya kabari lagi." Leon langsung mematikan sambungan telepon itu. Dirinya sudah mulai melemah akibat mimisan yang terus-terusan keluar, ditambah dengan kepalanya yang terasa sangat pusing. Ia memaksa dirinya untuk berdiri ke arah wastafel lagi, membersihkan darah yang terus-menerus keluar. 

Tiga menit...

Tujuh menit...

Leon masih membiarkan dirinya di balik pintu berwarna hitam itu. Nata mengetuk pintunya berkali-kali, tidak ada respon apa-apa di dalam. Hanya keheningan yang ada.

"Leon?" Nata mencoba memanggil Leon.

"Iya," akhirnya Leon merespon Nata, walaupun pintu masih belum terbuka.

With YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang