2. Embun Sedih Langit Mendung

1.1K 69 2
                                    

Part of nuralvisania12

Suasana siang hari yang mendung membuat siapapun memilih untuk berteduh, walau tidak hujan, angin cukup kencang menyapu kulit siapapun yang menabraknya. Membawa daun-daun yang berguguran kesana dan kemari. Seperti halnya yang dilakukan tiga anak manusia itu.

Berdiri berdampingan di halte depan sekolah, dua laki-laki dan seorang gadis cantik. Mereka menunggu taksi yang tak kunjung datang untuk mengantarkan gadis cantik itu.

Langit, Embun dan Jingga. Siapa lagi kalau bukan mereka? Tiga serangkai yang tak terpisahkan.

"Bun, kayaknya lo mending pulang ikut sama Langit aja deh, kita udah nunggu taksi dari 15 menit yang lalu. Nggak dateng-dateng," kata Jingga yang mulai bosan menunggu.

"Bentar lagi pasti dateng kok. Kalian kalo mau pulang-pulang aja. Lagian lo pake motorkan? Mending pulang deh, keburu hujan," Langit mengangguk setuju dengan perkataan Embun.

"Gue setuju," seru Langit membantu Embun agar Jingga pulang.

Sahabat laki-lakinya yang cukup keras kepala itu ke sekolah memakai motor dan cuaca sekarang kurang mendukung.

Jingga menghela nafas. Akhirnya ia pasrah, kedua sahabatnya ini seakan-akan mengusirnya agar cepat enyah dari hadapan mereka.

"Oke, gue pulang. Kalo lima menit yang akan datang masih gak ada taksi, lo pulang nebeng aja ya di mobilnya Langit, jangan bikin gue khawatir," Embun tersenyum kecil dan mengangguk.

Langit hanya diam memerhatikan apa yang sedang ia lihat, menatap Embun dan Jingga bergantian.

"Lang, gue duluan ya," Langit mengangguk.

Setelah Jingga pergi masuk ke dalam sekolah kembali untuk mengambil motornya, suasana yang melingkupi Embun dan Langit sangatlah canggung. Sesekali Embun membenarkan letak jaketnya,

"Lo pulang sama gue aja," kata Langit dengan nada ketusnya.

Embun menolehkan kepalanya ke arah Langit. Pria itu tetap dengan wajah datarnya ketika berbicara.

Embun mengangguk, ia tak ingin menolak ajakan Langit, pria itu cukup tegas dan tak terbantahkan.

"Mau ikut ke dalem atau nunggu di sini?"

"Nunggu di sini aja deh," Langit akhirnya mengangguk, ia berjalan cepat meninggalkan Embun di halte.

Embun langsung memilih untuk duduk di kursi panjang yang ada di halte. Kepalanya sedikit berdenyut, tangannya perlahan mengusap ujung bibirnya yang sedikit sobek karena tamparan Luciana tadi. Akibat kejadian di kantin tyang Luciana dipanggil kepala sekolah, ayahnya yang ditelpon pihak sekolah pun langsung datang. Dan sekolah dipulangkan lebih cepat dari biasanya.

Embun menatap mobil yang berhenti di depan halte, wajahnya tiba-tiba menegang ketika melihat seseorang turun dari mobil itu. Hatinya berdetak kencang saat Luciana memanggilnya.

"Sini lo!" Embun menunduk takut, ia melangkah dengan perlahan tapi pasti menghampiri Luciana yang memanggilnya. Suasana yang sepi seakan-akan memberi kesempatan emas untuk Luciana yang ingin menghina Embun.

Luciana mendongakkan wajah gadis itu dengan telunjuknya. Tatapannya sangat tajam dan menusuk. Memerhatikan Embun dari atas hingga ke bawah. Seperti sedang menilai.

"Urusan gue sama lo belum selesai ya, gara-gara lo uang jajan gue dipotong," desis Luci tajam.

Embun kembali menunduk. "Lo jangan sombong ya, mentang-mentang Langit sama Jingga selalu belain lo, lo jadi banyak tingkah," Luci mengapit kedua pipi gadis itu dan menekannya dengan kuat.

Embun dan Langit JinggaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang