Kasih Ayah

28 0 0
                                    

   Berperan menjadi seorang Ayah dan seorang Ibu mungkin bukanlah hal yang mudah.
Harus mengurus rumah, mengurus keperluan anak, dan juga pekerjaan di kantor. Beruntunglah kita yang masi mempunyai orangtua yang lengkap.
   Lain nyatanya dengan temanku, Rani. Dia adalah seorang gadis yang cantik dan pendiam. Sayangnya ibunya meninggal setelah melahirkan adiknya. Aku menulis cerita iini terinsprirasi darinya. Aku mulai berteman dengannya sejak masuk sma. Dia termasuk orang yang cuek ketika kita belum mengenalnya. Tapi ternyata dia adalah gadis yang baik dan ramah setelah lebih dalam berkenalan dengannya.
Suatu hari dia menceritakan tentang kehidupannya kepadaku. Karna ia tidak percya jika cerita dengan oranglain.

   Diawali dengan kepergian ibunya. Sedih bukan main kita harus menerima kenyataan dia lebih dulu tiada. Rasanya hati ini telah hancur tak berbentuk lagi. Namun dia sadar, dia masih memiliki malaikat kecil buah hati bersamanya yang harus ia jaga. Gadis, malaikat kecil yang menguatkan Rani, dia yang memberikan cahaya kehidupan untuk tetap berjuang. Dan Gadis, wanita satu-satunya yang dia cintai saat ini setelah ibunya telah tiada.
Rani mulai bercerita dengan tenang

                              ***

   Langit diluar rasanya masih terlihat sangat gelap, belum ada sinar yang biasanya menyapaku setiap paginya. Aku tidak tau apa dia sedang bersembunyi atau memang cuaca sedang mendung. Ku pandangi langit dari jendela ruang tamu sambil menunggu temanku datang menjemputku pagi ini untuk berangkat ke sekolah.

“Gadis”suara lantang yang terdengar dari dapur.
“Iya Nek ada apa?”jawabku sambil berjalan menghampirinya.
“Hari ini ayahmu datang nak, semalam dia telpon tapi kamu sudah tidur”jelasnya kepadaku sambil mengaduk-aduk nasi yang sedang di kukusan.
“Hah, Nenek serius? Ini belum waktunya lebaran atau tahun baru kan. Kenapa Ayah datag lebih awal Nek?”tanyaku dengan penuh semangat. Rasanya hari ini aku ingin membolos saja, agar bisa cepat-cepat bertemu dengan Ayah.
“Saat libur tahun baru nanti, ayahmu akan bertugas ke Sorong selama 4 bulan. Jadi, dia mengambilnya sekarang. Walau sebentar katanya yang penting bisa ketemu kamu”

Entah harus merasa sedih atau senang aku mendengarnya. Aku sangat senang ketika dia bisa datang lebih cepat. Namun, aku juga sedih ketika dia harus bertugas ke Sorong. Rasanya, Tuhan telah memberiku jarak yang begitu jauh antara aku dan Ayah. Rasanya aku ingin sekali ikut bersama Ayah tinggal di Bogor, ikut dia kerja di Jakarta ataupun di Sorong. Yang kuinginkan hanya ingin tetap tinggal dekat bersamanya, agar aku bisa merasakan bahagianya hidup bersama ayahku sendiri.

Siang ini, ketika Ayah sudah ada di rumah. Aku memberanikan diri meminta izin kepadanya untuk menginap di sekolah selama satu malam.

“Yah, besok aku ada perkemahan di sekolah. Jadi nanti sore aku  akan berangkat ke sekolah lagi untuk menginap”kataku kepadanya yang saat itu sedang duduk menonton tv.

“Ngapain?”singkatnya begitu dia menjawab.

“Itu acara pengukuhan anggota baru paskibraka. Ini pertama kalinya aku ikut acara pengukuhan untuk anggota yang baru dan terakhir kalinya aku ikut. Tahun depan kan aku  udah lulus, Yah”jelasku kepada Ayah agar ia mengizinkanku  untuk pergi nanti sore.

“Engga usah, dirumah aja”jawabnya pelan tak melirikku sedikit pun.

“Apaan sih! ini nggak boleh, itu nggak boleh. Terus aja nggak boleh, semuanya nggak boleh. Aku bukan anak kecil lagi Yah”tanpa sadar, aku menjawab denga nada tinggi. Lalu, kutinggalkan saja dia yang sedang menoton dan aku pergi masuk kamar.

Aku menangis hingga tersengguk-sengguk karena merasa semua yang aku inginkan dilarang. Terkadang, aku merasa selalu diawasi ketika Ayah sedang datang kerumah Nenek. Seakan-akan semua kegiatan di sekolah yang ku lakukan itu tidak boleh. Ketika di luar rumah aku harus saja menghubunginya memberi kabar setiap saat. Rasanya membosankan,  seolah-olah aku masih anak kecil yang harus selalu diawasi olehnya. Bukannya tak senang ketika Ayah berkunjung. Aku senang Ayah datang karena bisa jalan-jalan bersamanya dan dia bisa mengatarku kesekolah setiap hari, seperti teman-temanku yang lain. Hanya saja terkadang sifatnya yang berlebihan membuatku merasa tidak nyaman.
Terdengar suara pintu kamarku terbuka, aku harap itu Ayah yang datang untuk menenangkanku dan memberiku izin untuk berkemah nanti sore. Kenyataannya bukan dia yang datang. Tapi, seorang wanita cantik yang memakai daster batik dengan rambut dicepol menghampiri tempat tidurku.

All The Memories Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang