Mimpiku itu sederhana, bisa menonton pertandingan bulutangkis langsung di Istora Senayan sambil berteriak “In-do-ne-sia” dan diiringi suara air bang yang saling beradu “prok prok prok prok prok”. Mungkin bagi sebagian orang itu terdengar aneh dan biasa, tetapi dapat menyaksikan atlet idolaku bertanding secara langsung merupakan salah satu impianku.
Sudah sejak lama aku menyukai olahraga bulutangkis, olahraga yang begitu populer di Indonesia dan merupakan salah satu tumpuan Indonesia dalam mendulang emas di berbagai kejuaraan Internasional. Kecintaanku terhadap olahraga bulutangkis ini, berawal ketika kelas satu SD aku melihat kakak sepupuku yang sedang asyik menonton tv sambil berteriak-teriak. Aku yang saat itu penasaran akan apa yang sedang ditonton oleh kakakku mendekati kakakku dan ikut duduk menonton tv. Ternyata saat itu kakakku sedang menonton pertandingan bulutangkis, lebih tepatnya kejuaraan piala Sudirman. Aku begitu menikmati semua pertandingan yang tersaji tersebut dan tertarik untuk belajar bermain bulutangkis.“Teh, yang jago main bulutangkis di keluarga kita siapa ya teh ? Aku mau minta diajarin main Bulutangkis.” (Teteh adalah panggilanku terhadap kakak sepupuku).
“Ayah juga jago main bulutangkis, minta ajarin aja tuh sama Ayah”. (Ayah adalah panggilanku kepada pamanku).
“Yaudah deh aku besok minta diajarin main bulutangkis sama Ayah aja ah”.
Keesokan harinya aku pergi ke rumah Pamanku yang terletak tak jauh dari rumahku untuk diajari bermain bulutangkis. Setibanya di rumah Pamanku, aku menemukan pamanku sedang mencuci motor didepan rumah. Aku kemudian menghampiri Pamanku.
“Yah ajarin aku main bulutangkis dong “. Ujarku
“ Ga mau diajarin main masak-masakan aja ?” jawab Pamanku.
“Yaaah itu mah ga usah diajari sama Ayah aku aja udah bisa, ajarin ya yah “ bujukku
“Emang kamu punya raketnya ?”
“Ngga punya yah, hehehe”.
“Terus mau main pake apa ?”
“Pake raket Ayah aja yah, hehehe. Ayah punya kan ?”
“Yaudah Ayah ajarin”.
“Oke yah, kita main bulutangkisnya di belakang rumah aku aja ya yah”.
Sejak saat itu aku diajari teknik bermain bulutangkis oleh Pamanku di lapangan yang berada dibelakang rumahku. Mulai dari belajar servis, teknik pengembalian shuttle kock, hingga cara melakukan smash. Sejak saat itu aku mulai sering bermain bulutangkis bersama dengan teman-teman setelah pulang sekolah.Walapun pada akhirnya aku tidak terlalu mahir dalam bermain olahraga ini. Tetapi hal tersebut tidak membuat kecintaanku terhadap olahraga ini berkurang.
Aku dan kakakku begitu tergila-gila terhadap olahraga bulutangkis. Kami selalu mencari mencari perkembangan berita atlet yang kami sukai. Kami pun tidak pernah melewatkan satu pun pertandingan bulutangkis yang sedang berlangsung untuk ditonton. Kami sering menonton pertandingan bulutangkis melalui televisi atau bahkan jika di televisi tidak disiarkan, kami merelakan kuota internet kami untuk streaming pertandingan bulutangkis.
Selepas mengikuti Ujian Nasional (UN) Sekolah Menengah Atas (SMA) , aku sudah jarang ke sekolah dan lebih banyak menghabiskan waktu di rumah. Di rumah pun tidak banyak aktivitas yang aku lakukan sehingga membuat aku merasa jenuh. Kebetulan saat itu aku mempunyai uang lebih untuk pergi berlibur kerumah saudaraku di Bandung.***
Kegiatan yang biasa aku lakukan adalah membantu sepupuku menyelesaikan pekerjaan rumah dan bermain handphone. Biasanya aku menggunakan handphone untuk bermain game, mendengarkan musik, streaming video, bermain sosial media sepeeti Facebook. Ketika aku sedang membuka salah satu sosial media, aku mendapatkan info bahwa seminggu lagi akan diadakan BCA Indonesia 2016 tepatnya pada tanggal 30 Mei - 5 Juni 2016 di Istora Senayan. Kemudian aku mengajak kakak sepupuku untuk menonton langsung ke Istora.
“Teh nanti kita nonton langsung yuk ke Istora, mumpung aku lagi libur. Kapan lagi kita nonton langsung ?” ucapku.
“Boleh boleh, eh memangnya kamu punya uang buat beli tiketnya ?” ujar kakakku.
“Ada teh, aku memang udah nabung buat jaga-jaga kalau jadi nonton langsung ke Istora, hehehe.”
“ Oh syukur deh kalau gitu, kita mau beli tiketnya langsung disana atau mau beli online ?”.
“Mendingan online aja teh soalnya kalau beli langsung di Istora takutnya ga kebagian. Kita mau nonton babak apa teh ? “ jawabku.
“Yaudah kalau gitu kita beli online aja. kita nonton pas perempat final aja ya, soalnya masih banyak atlit yang tanding jadi kita bisa nonton mereka sepuasnya”.
“Oke teh nanti teteh yang pesan ya, kalau aku ngajak temen boleh ga ?”.
“Boleh aja, kalau dia ikut kan lebih rame lagi pasti lebih seru ”.
Setelah itu teteh memesan tiket di salah satu situs jual beli online yang juga merupakan salah satu sponsor dalam acara tersebut dan melakukan pembayaran di salah satu minimarket. Kemudian aku mengajak Astri, teman sekolahku yang kebetulan menyukai olahraga bulutangkis untuk ikut menonton juga. Astri pun tertarik untuk ikut menonton langsung ke Istora Senayan dan langsung membeli tiket online.
Sehari sebelum pertandingan yang akan kami tonton, diluar dugaan, ternyata banyak atlet Indonesia yang juga merupakan atlet unggulan dalam turmanen ini kalah sehingga tidak dapat melanjutkan ke babak selanjutnya. Hal itu membuat kami malas untuk menonton pertandingan besok karena wakil Indonesia yang lolos hanya sedikit. Ditambah lagi dengan tidak lolosnya idolaku yaitu Tontowi Ahmad / Liliyana Natsir dan Muhammad Ahsan / Hendra Setiawan.
KAMU SEDANG MEMBACA
All The Memories
Non-FictionAku, nama lengakapku indah ari wahyuni. Biasa dipanggil indah atau jika orang yang sudah dekat denganku memanggilku indun. Aku terlahir dari keluarga yang sederhana. Mempunyai ayah dan ibu yang sangat menyayangiku adalah kebahagiaan tersendiri bagi...