Dua

6 3 0
                                    

"Kenapa sih kalian seneng banget bikin kepala saya pening?" ujar Ko Adit dengan nada halus namun ekspresinya tetap sinis.

Tak ada satupun yang berani memotong semua omongan Ko Adit kalau sedang marah begini. Iya sih dalam hati menggerutu, tapi nyali keempat puluh mahasiswa itu ciut jadi diam saja.

"Udah dikasih kemudahan, bayaran kuliah juga udah gak dipermasalahkan. Ya kita maklum lah kalian dari program beasiswa bayarnya ngaret-ngaret karena dana dari pemerintah belum cair. Tapi ya mbok sadar diri gitu deh, belajar yang bener. Udah tinggal bulan depan kalian jalan tapi apa yang saya dapet nih? Apa?" lanjutnya mengangkat kertas absen les Bahasa Mandarin yang banyak alfanya.

Itukan bukan gue, kenapa gue harus ikut dimarahin si?

Nilam marah-marah dalam hati. Ia sudah firasat hal ini akan menjadi masalah pada akhirnya. Sudah tau satu anak salah semua kena semprot, masih ada saja  yang berprilaku seenaknya.

Nilam melirik ke barisan delapan anak laki-laki di belakang penuh amarah. Kurang ajar! Selama ini mereka yang sering bolos kelas dan main-main di kostnya Rizal. Padahal Nilam selalu bela-belain datang walau sakit. Sekarang gadis itu kena dampaknya juga.

"Gini ya, ngurusin anak beasiswa itu sebenernya gak ada untung-untungnya. Bener loh, emang kalian ngegaji saya buat urus kalian? Enggak deh kayaknya, iya bukan?" Hati Nilam tertohok kali ini, kalau saja ia anak konglomerat bisa dicekik si Ko Adit ini. "Iya nggak?" ulangnya.

"Iya," semua anak serentak menjawab kecuali Nilam yang hanya mengeluarkan kata "Hm".

Dasar dungu! Biar aja sih yang salah yang jawab, kenapa harus ikut-ikutan.

Gadis itu tak ubahnya mengutuk diri sendiri yang menjawab walau dengan kata "Hm". Mana belum lagi yang lainnya mantab menjawab "Iya."

Satu persatu dari 40 mahasiswa yang ada di kelas itu ditanya masalah kehadiran, tentang alasan tidak menghadiri les Bahasa Mandarin tak terkecuali Nilam. Nilam menjelaskan dengan nada suara yang menahan emosi. Lain kali biar ia yang menggrebek kosan Rizal supaya hal ini tak kejadian lagi.

Tapi tau tidak? Kedelapan cowok itu malah membuat karangan cerita panjang yang bebas sebebas-bebasnya. Nilam sampai bengong saat Filan berani-beraninya bilang neneknya sakit dan ia harus merawat neneknya itu. Padahal Nilam tau neneknya Filan itu sudah meninggal.

"Kalau gitu kita adain tes aja, yang gak masuk nilai standar gak usah jadi berangkat ke Cina, sekalian putus kerja sama beasiswa. Ya?" Semua orang terdiam kaget dengan ucapan Ko Adit. Mana bisa begitu? Main putus-putus aja, dia pikir ini hubungan yang bisa putus nyambung? Kan tidak.

Sial! Gue kan gak ikut-ikutan bolos! Kenapa gue keancem begini sih?

Nilam kesal tak karuan. Pokoknya Nilam kesal dengan Rizal, Nilam kesal dengan Filan, Dhanu, Agung, Kresna, Bayu, Edo, dan Ken! Tak ada maaf lah, kesal ya kesal! Pokoknya begitu.

Bukan apa-apa, masalahnya walaupun Nilam sudah rajin masuk dan belajar lagi di kost-an, Nilam tetap sulit menghapal semua guratan dan kata-kata dalam Bahasa Mandarin itu. Bikin kesal memang geng si Rizal.

***

"Eh, Nilam! Berdua dong payungnya sampe kost, gue gak bawa nih," pinta Rizal tiba-tiba berdiri di sebelah Nilam.

Gadis yang sedang membuka payung berwarna biru tua itu enggan melihat. Lalu berkata, "Minta aja tumpangan sama temen-temenlu yang gak guna! Bikin gue snewen aja!" Nilam langsung pergi meninggalkan Rizal, menembus hujan yang deras dengan payungnya sendirian.

"Bang Eri! Besok-besok kalo temen-temennya Rizal dateng jangan dibolehin Bang Eri," ucap Nilam kepada si penjaga kost berbadan tambun sambil mengorek-ngorek kantong kecil tasnya mencari kunci.

"Emang kenapa dek?"

"Ah ribet urusannya. Pokoknya jangan boleh bang, bikin Nilam susah," jawab Nilam memunguti beberapa uang koin yang jatuh ke lantai dari dalam kantong tas.

"Bikin susahnya?"

"Pokoknya nyusahin!" Nilam malah jadi marah-marah kepada Bang Eri. Ia segera membuka pintu dengan kasar dan masuk ke dalam kamar kostnya cepat-cepat.

Sejak itu Nilam semakin gila belajar Bahasa Mandarin, mungkin suaranya sampai terdengar ke lantai dua, ke kamar Rizal juga ke kamar Putri. Dulu sih malu-malu kalau suaranya terdengar ke luar. Sekarang? Persetan dengan malu, Nilam mau ke luar negeri pokoknya, mau cari cowok Korea di Cina. Soalnya Ko Adit pernah bilang kalau kelasnya nanti adalah kelas internasional jadi mahasiswanya dari mana-mana. Masa iya gak ada yang asalnya dari Korea? Iya nggak sih?
.
.
.
.
.

Tbc.

Ai Zhi LuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang