Waktu berlalu sangat cepat. Bahkan menit dan detik seperti berlari kejar-kejaran berlomba menjadi pemenang di penghujung hari nanti.
Ini sudah jam tujuh malam dan hujan masih jatuh ke bumi dengan derasnya yang tak tanggung-tanggung. Nilam bosan berada di kafe kampus yang baru dibangun itu. Nilam tidak suka kopi, ia hanya memesan sepotong kue cokelat untuk menemani kesendiriannya sekarang.
Sudah sejak selepas sholat maghrib yang ditunggu belum datang juga. Perempuan yang menjadi target utama Nilam masih terjebak hujan di jalan katanya saat belanja kebutuhan acara club di daerah BSD.
Bolak-balik perempuan yang masih lengkap memakai seragam dan atributnya ini mengecek ponsel, kali-kali Anin mengirim pesan.
"Susah sinyal," keluhnya menatap kosong layar ponsel.
Kalau bukan karena stempel yang dibawa Anin Nilam mana mau duduk di kafe, mendingan ia rebahan di kasur kost-an sambil mendengarkan lagu-lagu BTS. Atau kalau mau rajin sih mengerjakan tugas akutansi sedikit-sedikit.
"Lam, lam! Bangun! Kok malah tidur?" seorang perempuan berambut panjang lurus membangunkan Nilam yang pulas tidur sambil tertawa. Ujung kakinya agak basah dengan sendal jepit hitamnya. Perempuan ini masih terlihat cantik walau sepertinya belum mandi sore. Wajahnya mirip Bae Suzy, artis Korea yang terkenal itu.
"Hm? Mana stempelnya?" pinta Nilam langsung pada Anin. Ia pun mengeluarkan benda itu dari dalam tas, meletakkannya di atas meja.
"Lo dulu yang pegang ya? Besok lo mau bikin surat gaji pelatih lagi kan?"
Nilam mengangguk memasukan stempel Club Taekwondonya ke dalam tas seraya Anin menutup kembali ret sleting tas.
Mata Nilam beralih pada sekitar Anin berdiri. Lalu bertanya, "Loh, belanjaannya mana?"
"Udah gue taro di kost-annya Kayla. Jadi besok pas mau jalan ngambilnya gak ribet udah ada di satu tempat semua," jelasnya duduk di salah satu kursi sambil mengelap kakinya yang basah kena cipratan genangan air dengan tissue. Ya tau sendiri lah walau hujan sudah reda genangan air tetap bisa menjadi masalah.
Nilam mengangguk-ngangguk mengerti, lalu mengusap wajahnya yang lelah. Setelah Anin selesai membersihkan kakinya, gadis itu membayar kue yang tadi dipesan. Mereka berdua langsung pulang ke kost-an masing-masing, merebahkan diri dan meluruskan tulang punggung setelah seharian berada di kampus.
"Demi apa Lam? Ah elo mah! Gue kira besok lo bakalan mau gue ajak jalan," suara Sunny terdengar cemberut dari ujung sana.
"Kan gue udah bilang dari jauh-jauh hari, gimana sih? Gue gashuku di Puncak tiga hari."
"Kapan lo bilang?"
"Dari jaman Bu Sekar masih ngompol. Gue udah ngasih tau kan dari kemaren Sun," jawab Nilam sebal dengan Sunny yang seenaknya merubah jadwal observasi.
"Yah, gue udah bilang ke Rizal besok kita jalan nyari tempat." Sunny terdengar kecewa mengingat ia dan Rizal sudah sepakat berangkat besok.
"Yaudah sana sama Rizal aja berdua. Gue juga lagi males sama dia. Gak mood ketemu."
"Ih lo mah! Yaudah gue bilang Rizal dulu maunya gimana."
"Hm." Nilam mengakhiri percakapan telepon dengan Sunny. Mengingat nama Rizal bikin sakit kepala. Siapa sih yang suruh mereka sekelompok? Bu Sekar jawabannya.
Tak lama setelah telepon itu terputus, terdengar suara langkah kaki menuruni tangga dengan tergesa-gesa. Nilam bisa mendengarnya dengan jelas karena kamar Nilam yang posisinya ada di depan tangga.
"Nilam, Nilam! Buka dong!" Rizal mengetuk pintu Nilam meminta gadis itu keluar. Baru saja Nilam bilang tak mau bertemu si Rizal, malah datang anaknya.
"Ngapain?" jawab Nilam mencari-cari kerudung.
"Buka dulu pintunya."
"Ya sabar gue pake kerudung dulu!" jawab Nilam ketus. Ia memang bukan tipe orang yang bisa marah-marah secara langsung dan blak-blakan menjelaskan persoalan. Namun, bicara dengan nada seperti itu adalah cara menahan emosinya berlanjut.
Gadis itu membuka pintunya sedikit, melongokkan kepala ke luar. Di sana, Rizal berdiri dengan hanya memakai celana basket dan kaus dalam memperlihatkan kedua tangannya yang mulai berisi.
"Apaan?"
"Besok gak bisa beneran?" tanya Rizal bertolak pinggang.
"Ya menurut lo aja. Itu acara UKM gue, mau temen-temen gue digorok kemahasiswaan gara-gara panitianya gak dateng satu?"
Rizal berdecak pelan. Lalu berkata, "Masa begitu, digorok apanya coba? Suka ngada-ngada." Rizal mencubit pipi Nilam dan langsung ditepis si empunya.
"Ya gak usah pake pegang-pegang gue!"
"Galak banget sih? PMS lo ya?" Rizal mengangkat alisnya sebelah menyadari gadis di depannya berubah menjadi semakin galak.
Nilam diam saja tak menjawab. Malah enggan melirik sedikit pun ke arah lawan bicaranya.
"Yaudah, gue sama Sunny aja deh besok yang jalan. Tapi lo yang bikin laporannya ya?" usul Rizal yang sudah pasti ditolak Nilam.
"Mana ada ceritanya begitu? Lo pikir bikin laporan seenak jalan-jalan kayak lo berdua?"
Rizal menatap Nilam sebentar. Tatapan penuh godaan berharap Nilam berbelas kasih.
"Ayolah, kan lo baik. Cantik deh!"
"Lo ngomong sana sama banci yang sering nongkrong depan kampus! Gue enggak ridho lillahi ta'ala kalo gue sendiri yang bikin laporan. Mending lo pada nungguin gue balik gashuku baru kita observasi," protes Nilam tak mau tau.
"Ih kok gitu sih ngomongnya? Sering nongkrong bareng bancinya yah?" Lagi-lagi Rizal meledek dan semakin membuat Nilam ingin cepat menutup pintu lalu membiarkan Rizal berdiri di sana seperti adegan di film-film. Apalah daya Nilam yang tetap tak tegaan.
Nilam kesal lalu menginjak kaki Rizal. "Serius!"
"Aduh, jangan gitu dong! Sini aku seriusin," ujar laki-laki itu malah semakin meledek.
"Minta dibawa ke jurang!"
Rizal yang melihat Nilam mengomel hanya cengar-cengir sendiri. Bukannya membalas serius malah makin ingin meledek rasanya.
"Bodo ah, gue sakit gigi! Sana pulang! Intinya tunggu gue balik aja," ucap Nilam mendorong Rizal ke arah tangga.
Rizal kesulitan melangkah karena Nilam mendorongnya terlalu cepat. Sebenarnya bisa saja Rizal mendorong balik Nilam yang tenaganya tak seberapa, tapi apa iya? Nilam kan perempuan walaupun jago tendang sana sini.
"Yeh!" Rizal cemberut meyoraki Nilam yang buru-buru masuk kamar dan menutup pintu. Yasudah, mau bagaimana lagi? Ucapan Nilam sama saja seperti ikrar yang harus dipatuhi dengan penuh kesetiaan.
Nilam gusar di kamarnya. Si Rizal membuat kepalanya berdenyut lagi. Sepertinya gadis itu mengalami sakit gigi. Kemarin sih katanya sedang sensitif mulutnya makan ini itu, tapi sekarang ia yakin! Nilam sakit gigi beneran.
.
.
.
.
.
Tbc

KAMU SEDANG MEMBACA
Ai Zhi Lu
Fiction généralePerjalanan cinta adalah perjalanan yang panjang. Kau butuh bertemu banyak orang sampai semesta mempertemukanmu dengan cinta yang kau tuju, lalu merestuinya secara utuh. Cinta bukanlah target yang bisa kau perkirakan kemana letak sasarannya. Cinta me...