Part 4 : Our Space

12 5 2
                                    




Sabtu ini langit tampak bersahabat, gadis yang sedang bergulat dengan selimut itu terbangun dengan cantiknya. Rencana untuk hari ini adalah menjemput sang kakak di bandara, waktu penerbangan tiba pun dia belum tahu tepatnya. Yang ia tahu bahwa penerbangan nya akan tiba di siang hari, mau tidak mau Jihan harus bertanya pada sang kakak untuk lebih jelasnya.

Jihan mengambil telepon genggam nya diatas nakas tanpa ba bi bu dia mencari nama kakaknya di kontak dan segera menghubunginya.

"Halo" suara serak khas bangun tidur terdengar menjadi awal pembicaraan.

"Halo" Jihan tampak lupa dengan apa yang ingin ia tanyakan, pertanyaan itu pun hilang begitu saja di kepalanya.

"Ada apa?" tanya Rama karena Jihan tampak terdiam begitu saja.

"Mmm.. Jam berapa kakak datang?" tanya Jihan terdegar gugup di awal.

"mungkin di Jakarta sekitar jam dua siang "

"oh okey, bye" jawab jihan dan langsung mengakhiri panggilan tersebut.

Jam menunjukan pukul 8, Jihan masih tetap berada di ranjang queen size nya. Jihan melihat tumpukan buku-buku di atas meja belajarnya yang tersusun rapi, ia pun memutuskan untuk mengambilnya salah satu buku ber sampul menara yang terlihat banyak debu.

Dia tersenyum melihat buku itu, kenangan tampak melebur bersama air mata yang mulai mengucur di matanya. Diary itu adalah pemberiaan dari sang ibu saat ulang tahun nya ke 12 di Rumah Sakit, dan 7 hari setelah ulang tahun ibunya kritis dan akhirnya meninggalkan sang malaikat kecil dan suami nya. Sangat malang bukan?

"I miss you" ucapnya tercekat, tangan itu memutuskan mengembalikan buku itu di atas meja belajar karena sang pemilik belum mampu untuk membaca tulisannya.

Jihan masih menangis di dalam ruangan yang sunyi dan gelap karena tak ada penerangan di sana. Setelah meluapkan tangisannya, ia menuju kamar mandi untuk membersihkan diri dan segera ke lantai bawah dan melakukan sarapan.

****

Panas terik matahari menyengat di kulit gadis itu, mobil-mobil tampak bergantian berhenti untuk menjemput, wajah-wajah lelah terukir di wajah sang traveler. Jihan memutuskan untuk menunggu di foodcourt setelah selesai memakirkan mobilnya. 30 menit sudah ia menunggu dengan bermain benda yang berbentuk pipih itu namun belum ada juga telepon dari Rama.

"Bolehkah saya duduk disini?" sebuah suara mengintrupsi kegiatan yang sedang Jihan lakukan. Ia pun melihat si empu pemilik suara. Seseorang berpakaian rapi, berdasi, berjas, dan jangan lupakan kopi yang ada di tangan kanan, sedang menatapnya meminta persetujuan. Jihan melihat sekelilingnya dan benar, bahwa semua meja telah penuh.

"Silahkan" jawab Jihan dan detik itu juga seseorang itu duduk dihadapannya dan menyesap sesekali kopi yang telah ia beli.

Tampak tak ada yang ingin memulai pembicaraan, lelaki itu juga tampak sibuk dengan smartphone yang ada di tangannya. Tak berapa lama rington hp Jihan bersuara, 'Rama' nama yang terlihat di layar handphonenya.

"Halo-"

"Dimana?" sambung suara di seberang memulai pembicaraa.

"Di Coffee Bar bandara" Jawab Jihan

"Ya, aku kesana" ucap seseorang di seberang dan menutup panggilannya. Jihan mendengus berat tampak belum siap bertemu dengan laki-laki itu. Seseorang didepannya menatap gerak-gerik aneh Jihan tampak bingung dengan sikap anehnya setelah mendapat telepon dari seseorang. Jihan kembali memainkan handphonenya tak beberapa lama Rama datang membawa banyak barang di tangannya.

"Hai" ucap Rama, Jihan pun berdiri dan detik berikutnya tubuhnya sudah berada di pelukan Rama.

"I miss you" ucap Rama yang tak dibalas oleh JIhan karena dia masih shock dengan apa yang terjadi. Diamnya membuat lelaki berjas melirik kedua insan tersebut dengan pandangan aneh, bagaimana bisa si lelaki tmapk begitu merindukan sedangkan yang di peluk hanya diam mematung. 



Vote dan comment ya!  

G. Xx 

Our SpaceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang