Cuitan burung bersautan terdengar sangat indah diindra pendengaran, langit yang cerah menambah semangat untuk memulai awal yang baru. Gadis yang sedang bergelung di dalam selimut itu membuka mata karena harinya akan di mulai, walaupun dapat dilihat bahwa mata nya begitu bengkak dan air mata yang sudah mengering pun bisa terlihat begitu jelas. Jihan pun segera membersihkan badannya dan mungkin mencari pekerjaan, ia sudah memutuskan untuk berkeja daripada melanjutkan kuliah.
Jihan menuruni tangga dan siap untuk sarapan, ia pun menyapa anggota keluarga nya.
"Morning" sapa Jihan kepada Jason dan Rina dengan tersenyum walaupun mereka tahu bahwa Jihan masih merasakan serpihan-serpihan yang menyayat hatinya.
"Morning sayang" jawab Rina, sarapan kali ini begitu sempurna minus satu orang lagi, biasanya mereka hanya sarapan berdua di karenakan Jihan yang memilih untuk tinggal di apartemen.
"Kamu akan kemana hari ini?" tanya Jason karena melihat Jihan yang memakai jeans dan kemeja berwarna merah yang tak lupa dengan tas selempang nya.
"Ada janji sama teman"
Setelah beberapa menit mereka sarapan, Jihan memutuskan untuk pamit dan mengemudikan mini cooper nya. Sebenarnya dia tidak ada janji dengan teman, ia berbohong karena ingin mengetahui alas an yang memang seharusnya dia ketahui. Setelah beberapa jam, karena memang sangat macet untuk mencapai ke tujuannya. Rumah besar itu terlihat sangat sepi, akhirnya ia memutuskan untuk masuk namun satpam yang biasanya memberikan senyum sempat terkejut melihat kedatangannya.
"Aku ingin menemuinya" ucap Jihan kepada satpam dengan datar.
"Maaf non, semua orang lagi tidak ada di rumah"
"Dimana?"
"Yang saya tahu mereka berada di luar negeri" Jihan tahu bahwa satpam itu berbohong terlihat dari wajahnya yang sangat ketakutan ketika melihatnya. Gadis itu pun memilih untuk pergi setelah mengucapkan terima kasih.
Hatinya sangat hancur setelah mendengar penuturan satpam mantan tunangannya itu, kata mantan terdengar sangat miris di telinganya. Jihan memutuskan untuk berhenti di sebuah kafe dan menikmati secangkir kopi, walaupun ia sendiri bukan pecinta kopi.
Pertanyaan-pertanyaan muncul di kepalanya, mengapa jika merasa tak cocok tidak mengakhiri nya sejak lama dan kenapa harus ketika gadis itu sudah sangat mencintai. Apakah kata cinta itu hanyalah bualan di setiap arti dari kata itu. Dering telepon membuatnya terhenti dari lamunan, Mama. Dia pun mengangkat dan suara isakan terdengar di balik smartphone nya.
"Tenang ma, ada apa?"
"Bagaimana bisa?"
"Oke, aku akan kesana" raut khawatir sangat kentara di wajah gadis itu bagaima tidak Jason masuk rumah sakit karena penyakit asma nya kumat, ia kurang tahu penyebabnya karena Rina menyuruh untuk cepat agar datang ke rumah sakit.
Setelah satu jam mengendarai mobil, akhirnya ia sampai di tempat tujuan, Jihan berlari menuju ke ruang IGD dan menemukan Rina dengan mata yang begitu sembab. Ia pun memeluk dan mengatakan bahwa semua nya akan baik-baik saja. Setelah tenang, Jihan menanyakan penyebab ayahnya masuk rumah sakit.
"Apa yang terjadi?" tanya Jihan
"Rama datang ke rumah dan membuat asma nya kumat" raut muka Jihan berubah begitu saja setelah mendengar nama yang sangat ia hindari.
"Apa dia masih ada di sini?"
"Mama tidak tahu, tapi Rama mengatakan akan kembali"
"Apa mama sudah makan?"
"Belum, mama tidak lapar"
"Mama harus makan, Jihan ngga mau mama sakit. Jihan akan belikan di kantin rumah sakit" ucap Jihan dan segera menuju ke kantin rumah sakit.
Pikiran Jihan hanya ter fokus pada satu nama yaitu Rama, ia belum siap untuk bertemu dengan lelaki itu. Dia memikirkan kemungkinan-kemungkinan yang akan terjadi ketika mereka bertemu. Gadis itu sangat takut akan terlihat rapuh di depan orang yang seharus nya tak tahu bahwa kenyataannya memang sangat rapuh.
Koridor rumah sakit tampak begitu ramai hari ini mungkin efek pergantian musim yang membuat banyak orang sakit. Akhir nya Jihan sampai di kantin rumah sakit, banyak makanan dan minuman tersedia di sana. Penglihatannya mengarah pada sosok itu, sosok yang seharusnya dia hindari. Sesosok yang sedang memandangnya, memandang gadis itu dengan kerinduan. Rama, lelaki itu menghampiri Jihan dan menyapa layaknya tak terjadi apa pun sebelumnya.
"Hai" ucap Rama memandang sendu gadis yang dulu sempat berada di hatinya atau bahkan sampai saat ini masih berada di ruang hatinya.
"Hai, bagaimana kabarmu?"
"Kak" lanjut Jihan, mengungkapan sebutan itu sangat lah menyakitkan. Ia bahkan tak sanggup menatap lawan bicaranya itu.
"Kamu sangat berubah" sesosok itu memandang Jihan dengan kepedihan, resiko yang harus diterimanya karena pilihan yang telah ia buat.
"Kamu bahkan tak menatapku ketika kita berbicara" lanjut Rama, sedetik berikutnya Jihan menatap Rama dan sedetik berikutnya ia memilih menghindar.
"Senang bisa berjumpa dengan Anda" ucap Jihan dan pergi begitu saja. Bahkan ia lupa untuk membelikan ibunya makanan.
Jihan memutuskan ke taman untuk menjernihkan pikirannya yang akhir-akhir ini banyak sekali tekanan. Taman tersebut begitu hijau dan enak di pandang meskipun bau rumah sakit masih sangat kentara. Terdengar suara getaran dari smartphone dan ternyata Rina yang mengatakan bahwa Jason telah di pindahkan ke ruang perawatan. Akhirnya Jihan kembali menuju kantin untuk membelikan sang ibu makanan dan segera ke ruang perawatan.
Lorong rumah sakit tampak begitu sepi, ia pun membuka smarthphone nya untuk melihat nama ruangan perawatan ayahnya. Setelah beberapa menit mencari, Jihan menemukan ruangan itu, tangannya membuka pelan pintu tersebut. Terkejut, itulah yang ia dapatkan tampak lelaki tersebut berada disana dan tersenyum di heningnya keadaan setelah ada dirinya. Jihan memutuskan untuk menghampiri ayahnya.
"Bagaimana keadaan papa?" tanya Jihan dengan menggenggam tangan ayahnya, tampak risih ketika sepasang mata tampak menatapnya dengan sangat intens.
"Papa baik-baik saja" jawab Jason. Jaso mengeus tangan putrinya menyiratkan bahwa ia ingin anaknya untuk kuat.
"Apa yang kamu lakukan disini Ram? Bukannya kamu sibuk mengurus pekerjaan?" tanya Rina
"Papi yang akan mengurus perusahaan sementara waktu"
"Bisa kita keluar, ada yang ingin aku bicarakan Kak" ucap Jihan, Rama hanya mengangguk mengiyakan dan segera keluar dari ruangan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Our Space
RomansSemua wanita menginginkan hidup dengan akhir yang happy ending layaknya dongeng penghantar tidur, sama hal nya seperti Jihan Restiana. Ketika gadis itu ingin melepaskan, bayang-bayang masa lalu selalu muncul dibenaknya. Melepaskan, terdengar sangat...