Dulu, kamu yang memilih untuk pergi.
Mencoba hilang dari hari dan hatiku.
Mengacuhkan tanyaku,
menghiraukan pesanku begitu lama,
dan membuatku merasa kau telah berhenti menyayangi.
Bahkan mungkin saja, kau memang tak pernah menyayangi.
Perlahan-lahan, kau buat aku terbiasa tanpa hadirmu.Kau menghapusku dan segala hal tentangku dari hidupmu.
Menyingkirkanku dan lebih memilih egomu.
Kau ingin menghabiskan seluruh waktumu dengan duniamu.
Aku tak pernah minta seluruh waktumu,
hanya sedikit saja kuminta jika kau bersedia. Sayangnya, kau tak pernah bersedia.
Bukannya kau tak mampu,
hanya saja kau tak mau.Egomu membuatmu tak pernah peduli akan perasaanku. Tak pernah peduli tentang bagaimana sedihnya aku saat kau mampu namun kau tak ada disampingku,
saat kau sibuk dengan ponselmu namun tak membalas pesanku,
saat kau tertawa dengan keras setiap hari namun kau tak pernah memberi senyummu padaku.
Kau tak pernah berusaha peduli.Kau tak pernah menganggapku ada,
kau tak pernah menatap mataku saat kau dihadapanku,
kau tak pernah memanggil namaku karena kau merindukanku.
Bahkan, kau tak pernah merindukanku seperti aku merindukanmu.
Kau membuatku terbiasa akan sepi, maka ada atau tanpamu disini aku tak lagi sakit sama sekali.Kini kau kembali.
Memohon padaku untuk mengulang lagi semua yang pernah terjadi.
Namun semua terlambat,
rasa yang pernah ada itu sudah kusuruh mati.
Maaf, hatiku tak pantas untuk kau lukai lagi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Tentang Sebuah Rasa [SUDAH TERBIT]
PoetryTentang sebuah kata yang tidak bisa diucapkan. Tentang rasa yang tidak bisa diutarakan. Tidak pandai berpuisi, Hanya mencoba menyatukan kata-kata dari lubuk hati Membuatnya menjadi serpihan dari potongan sajak suci Pun yang memahaminya pasti meng...