Nostalgia [Edit]

33 4 0
                                        

"Sebelumnya aku pernah berjanji pada seseorang untuk menjadi sahabat selamanya. Tapi itu tidak berlaku di dunia ini. Kemungkinan sahabat yang berlawan jenis salah satu dari mereka diam-diam memiliki perasaan, Paman." tangannya menggenggam erat cangkir berwarna putih. Menikmati kepulan minuman coklat panas, bersama dinginnya hujan malam.

Laki-laki yang baru menginjak kepala tiga di tahun ini, kagum sekaligus merasa terhina dihadapan gadis yang melepas seragam putih birunya menjadi putih abu-abu. Gadis yang memiliki rambut sebahu, wajah yang imut, dan pemikiran dewasa.

"Kamu kaya sudah pernah rasain aja?  Anak SMP kaya kamu harusnya belajar, bukannya cinta-cintaan." ucapnya disela-sela kekehannya. Gadis itu mencebikkan bibirnya kesal,  alih-alih ia meneguk pelan minuman favoritnya.

"Ralat paman, aku bukan anak SMP,  bentar lagi sudah SMA."

"Iya .. ya, yang jadi abg labil," ledek laki-laki itu seraya meninggalkan gadis itu.

"Paman!" ucapnya menahan kesal.

Gadis itu menatap cairan coklat di gelasnya, ia seperti tertarik ke dalam masa lalunya.

Coklat adalah kesukaan cowok itu yang kini masih melekat di hatinya. Gadis itu bahkan masih mengingat janji yang pernah dibuatnya. Suara itu kembali tergiang di telinganya.

"Janji selamanya jadi sahabat?"

Dirinya sangat yakin kalau itu adalah hal yang mustahil. Terlebih lagi ia sangat di butuhkan cowok itu dalam masa ketepurukannya. Jahat, itulah yang dipikirkannya. Mungkin ia dibenci saat bertemu kembali lagi.

Gadis itu menggelengkan kepalanya, lalu meneguk habis minumannya. "Semoga saja kamu bisa nerima alasan aku." lirihnya pelan seraya masuk ke dalam dan menutup pintu balkon.

*****

"Havez, tunguin aku! Rumahmu tidak bakalan lari. Kamu mau kemana sih buru-buru banget pulangnya," seru gadis itu yang mencoba menyusul langkah lebarnya. Bukannya berhenti, ia bahkan menyuruh gadis itu berjalan lebih cepat. Katakan memang dirinya cowok yang paling tega, tapi hanya untuk hari ini.

"Woi, mau kemana sih?! Havez kasihan Ave, tidak bisa nunggu apa?  Kalo memang tidak bisa, jalan pelan-pelan saja kan bisa! kaya orang kesetanan saja." celetuknya geram dengan kelakuan Havez.

Havez lagi-lagi tidak menggubrisnya dan ucapannya tidak pernah berubah menyuruh mereka berjalan lebih cepat. Biarkan untuk hari ini ia menjadi sahabat yang paling kejam.

Tarikan nafas lega begitu tepat di depan pagar yang menjulang tinggi.  Saat menoleh ke belakang, tiada lagi kedua sahabatnya melainkan jalanan yang sunyi.

Seorang cowok di dalam kamar bernuasana hitam putih dan pajangan foto-foto yang sebagai hiasan. Terbangun dari mimpi masa lalunya. Bulir yang bercucuran di tubuhnya serta nafasnya yang naik turun.

Tangannya meraih foto yang terletak di atas nakas samping tempat tidurnya. Cowok berkaos abu-abu menyadarkan kepalanya di bahu seorang cewek yang tengah tersenyum hangat.

"Masih pagi bro, udah bernostalgia aja!" seru Ardito yang baru keluar dari kamar mandi sambil mengeringkan rambutnya dengan handuk.

Havez menaruh kembali foto itu ditempat semula lalu berdecak sebal. Ardito berpura-pura cuek dengan apa yang terjadi tadi seperti sebuah angin lalu. Sampai kapan pun di hati Havez hanya terukir nama gadis itu. Ia seperti ditengah-tengah pasangan yang sedang LDR-an.

Ardito melempar handuk yang dikenakannya untuk mengeringkan rambutnya tepat di kepala Havez. "Mandi gih, bau lo bisa kecium sampai sepuluh kilometer!"

"Lebay lo," ucapnya sambil berjalan ke kamar mandi.

Ardito memandangi foto-foto mereka bertiga, selalu saja di dalam foto itu mukanya yang nampak jelek. Ia tidak tau pastinya, setiap kali di foto wajahnya bakalan berengut kesal. Satu hal yang pasti dalam hatinya ada rasa ganjal.

Tangannya meraih benda yang sempat diambil Havez sambil tersenyum kecut. Dibandingkan dirinya ia tak memiliki kenangan yang manis.

"Udah udah jangan nangis, " celetuk Havez membuat Ardito kembali lagi pada realitanya.

"Gue kangen sama, Ave. " rengeknya yang tak digubris Havez. Cowok itu sudah duduk manis di depan televisi sambil mengenggam sebuah stick Play station.

Hope [Revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang