Karena rasa sayangku tak dapat memiliki membuat goresan luka.
*****
Matanya menyelusuri yang akan menjadi bangunan sekolah impian mereka. Untuk bisa tembus di SMA Bintang butuh perjuangan yang besar.
Ardito berterimakasih pada Faruzi yang mau menanggung kebutuhan bersekolah disini. Walaupun harus mematai-matai kehidupan Havez.
Havez diciptakan mempunyai segalanya yang tak dimiliki Ardito. Dan ia seperti parasit. Biaya pengobatan ibunya pun ditanggung Faruzi. Merasakan kemewahan layaknya Havez membuatnya sedih karena memanfaatkan sahabatnya untuk keuntungannya sendiri.
Tapi kesedihan yang dialami Havez bahwasanya cowok itu tidak sempurna. Seakan Mahakuasa ikut andil dalam takdir mereka.
"Makan yuk! Laper," ucap Ardito yang lelah menjelajahi calon sekolah barunya.
*****
Panasnya matahari di luar cafe, minuman dingin serta cake menemani kedua cowok itu menunggu waktu senja. Sehabis berkunjung ke Sekolah Menengah Atas. Perihal yang akan dibawa pada masa orientasi siswa, pada hari senin mendatang.
Rasa syukur karena tidak seribet cewek yang syaratnya lebih aneh. Cowok hanya membuat kertas asturo yang di buat seperti topi kerucut yang dikenakan pada pesta ulang tahun. Dan name tag dari karton. Simple.
Masih ada waktu untuk membeli barang yang diperlukan. Berhubung sebentar malam minggu, cuci mata sekaligus membeli persyaratan untuk MOS.
Separuh pengunjung cafe tak pernah berhenti melirik maupun memberikan pujian terang-terangan pada dua cowok yang duduk di pojokkan cafe.
"Sekarang aja jalannya." Ardito menatap langit yang masih terik lalu mendengkus kesal.
"Panes banget di luar," imbuhnya.
"Lo kayak cewek aja takut kena matahari," ledek Havez yang sudah berdiri dari bangku lalu disusul Ardito.
"Kan bisa ngadem di mol. Nggak usah manja gitu!" seru Havez yang ditatap Ardito dengan wajah memelas.
Setelah selesai berbelanja, singgah di sebuah restaurant mengisi perut yang habis berkeliling mall.
"Lo tunggu disini! Gue mau ke toilet dulu bentar!" Havez menganggukan kepalanya pelan.
Havez merasa tak yakin dengan penglihatannya. Gadis yang mengenakan dress berwarna tosca yang sedang berdiri di samping eskalator sangat mirip dengan gadis itu. Mungkin saja itu hanya sebuah halusinasi karena dirinya masih merindukan gadis itu.
"Ini pesananya tuan," ucap pelayan wanita yang berhasil membuyarkan fokus Havez.
"Terima kasih, Mbak," ucap Havez sambil tersenyum manis.
Havez kembali menatap ke arah eskalator perginya pelayan itu. Disana sudah tidak ada gadis yang mirip itu.
Ardito menangkap ada sesuatu yang aneh sepeninggalnya ke toilet. Ia kembali duduk dikursinya sambil menikmati nasi goreng dalam diam.
Havez bukanlah orang yang terbuka, apalagi untuk menjawab rasa penasarannya. Meskipun sudah bersahabat lama, mereka hanya membahas seputar sekolah, game, tidak termasuk hal yang privasi.
*****
Matahari sudah berada tinggi, horden kamarnya yang berwarna putih dibiarkan tertutup. Tidak membiarkan cahaya itu menerangi kamarnya yang gelap. Matanya menatap kosong, tubuhnya masih meringkuk diatas kasur berukuran kingsize. Pikirannya masih terbayang gadis yang tak sengaja dilihatnya kemarin malam.
Senang atau merasa terluka bila gadis itu benar Ave. Ia juga takut menghadapi kenyataan yang membuat jarak antara dirinya.
"Lebih baik gue membencimu, daripada perasaan ini yang akan melukaiku," lirih Havez.
Kepala Ardito menyembul di pintu. Ia melangkah masuk ke dalam dan menyingkap horden mengisi cahaya dalam ruangan.
"Ada yang lo mau ceritakan gitu?" tanya Ardito yang duduk di tepi ranjang. Havez diam dan tidak merespon.
"Yaudah gak papa kalo gak mau cerita." Ardito mengidihkan bahunya acuh tak acuh.
*****
Bersambung..
Maafkan aku lagi yang muncul unpublish part sebelumnya dan merombaknya lagi. Aku setiap baca ulang pasti nggak ngeh di otakku. Rasanya nggak nyambung.
Maaf dan terimakasih karena telah mau menunggu.Happy reading...
Mohon divote kalo berkenan dihati...
KAMU SEDANG MEMBACA
Hope [Revisi]
Teen Fiction(Cover by @lightmagicalfairy) Hal sekecil apapun tentang Havez, tidak pernah terlewatkan oleh Averlin. Sebaliknya, Havez tidak peduli dengan kehadiran gadis itu. Havez menganggap gadis itu sebagai angin lewat. Menurut Havez; gadis zaman sekarang beg...