Rafael Wirdasatya

47 4 0
                                        

Sebagian orang begitu berharap jika keajaiban datang padanya. Keajaiban buruk yang hilang dan keajaiban baik yang terus mendatang. Tentu saja itu dibilang sangat mustahil. Semua sama. Baik keajaiban ataupun keberuntungan, akan ada masing-masing sesuai takdirnya. Tak selamanya akan baik, tapi tak selamanya juga akan buruk. Semua akan seimbang.

Tapi tidak dengan pemikiran pemuda berumur 17 tahun itu. Dia rasa keberuntungan baik selalu ada padanya. Ataukah itu hanya awal dari perjalanannya? Atau memang takdirnya akan selalu beruntung seperti ini? Tidak. Tuhan itu adil, dia yakin suatu saat keberuntungan buruk juga akan ada padanya. Tapi sampai hal itu terjadi, dia punya pemikiran, jika Tuhan memberikannya nasib buruk, maka akan ada nasib baik selanjutnya. Jadi jalani saja semua dengan sebisanya.

"Raf!", suara melengking itu memanggil namanya. Rafa tahu siapa pemilik suara ini. Dia menoleh kebelakang.

Ardian Pradana. Cowok itu berlari menghampiri Rafa yang masih berdiam diri dilapangan.

"Mau kemana sih?", tanya Ardi.

"Ke kelas lah. Gue belum nyelesain praktik kemaren", jawab Rafa.

"Ooh kagak ke kantin dulu? Gue traktir nih", tawar Ardi sambil mengangkat kedua alis nya meyakinkan Rafa.

"Kagak. Ntar aja istirahat. Yaudah bye"

Rafa meninggalkan Ardi yang kemudian ke kantin untuk membeli sarapan.

Dan seperti biasa, jika habis upacara begini dia harus siap menghadapi semuanya. Beberapa gadis yang diam didekat kelasnya hanya untuk melihatnya dan berteriak tidak jelas. Tapi Rafa hanya menghiraukan mereka semua. Seolah hanya sebatas angin lewat. Toh dia harus berbuat apa didepan mereka? Lebih baik diam dan hiraukan bukan?

"Rafaaa, pulang mau jalan sama gue?"

"Rafa, gue punya tiket nonton gratis 2, lu mau kagak nonton sama gue?"

"Raf, gue mau nanya tentang tugas gue donk"

Berbagai tindakan dan rayuan yang dilontarkan gadis-gadis itu sama sekali tak mempan pada Rafa. Dia tahu, itu semua hanya untuk memanfaatkan nya. Klise sekali rayuannya. Semua orang juga tahu itu hanya godaan semata.

"Elo!"

Tanpa sadar, seorang gadis berparas cantik, berambut panjang, berdiri didepan Rafa sambil menunjuk kesal kearahnya. Dia Kesya. Rafa sedikit terkejut karena gadis ini tiba-tiba ada  didepannya. Mereka saling melempar tatapan emosi. Mata Kesya berapi-api dipenuhi emosi saat melihat Rafa. Begini saja dia sudah sangat emosi, bagaimana nanti jika mereka berdebat dan Kesya kalah? Mungkin dia akan meledak seperti gunung berapi.

Rafa menghentikan langkahnya karena Kesya menghalangi. Dia menatap Kesya acuh, "Apa?"

"Ngapain lo disini??", tanya Kesya bego. Dia tahu tak seharusnya dia bertanya seperti ini. Tapi kenapa rasanya kesal sekali melihat lelaki satu ini?

"Ya gue sekolah lah", jawab Rafa.

"Kok lo bisa sekolah disini??"

"Ya bisa lah. Siapa pun seorang pelajar, dia berhak sekolah dimana pun kalau dia mampu"

Kesya diam sambil melihat Rafa tajam. Sementara Rafa hanya menatapnya acuh tak acuh. Kini mereka sudah menjadi pusat perhatian disekolah. Bagaimana tidak, perdebatan itu terjadi dilapangan meskipun bukan ditengah-tengahnya, tetapi tetap saja banyak yang melihat karena bel masuk belum berbunyi.

"Ca, udah deh. Lo gak usah ladenin si kulkas berjalan. Ga penting banget elah. Buruan ah ke kantin", ujar Diva sambil menarik Kesya.

Kesya berjalan menjauhi Rafa, manik matanya masih mendelik tajam kearah Rafa, "Awas aja lo!", ucapnya.

Pelajaran Rafael - [PJH]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang