Ŝanĝita | 8

38 10 12
                                    

  "Aku ingin sendiri saja. Bersama angin menceritakan semua rahasia, lalu meneteskan air mata"

~Gita Resa Ekleisa~

          Gadis itu membuka matanya, dia melihat sekelilingnya. Tidak ada seorang pun di tempat dia sekarang. Hanya dia seorang diri.

          Dia menginjak rumput hijau itu. Dia tidak mengenakan alas kaki sama sekali. Meskipun begitu dia tetap berjalan meninggalkan taman itu.

          Sebenarnya dia tidak tahu dimana dia sekarang. Tetapi dia sangat nyaman di tempat ini, seakan dia tidak ingin meninggalkan tempat ini.

          Kakinya terus berjalan, kepalanya menoleh kesana kesini. Terlalu banyak keindahan yang dilihatnya membuat dia ingin menetap di tempat ini untuk selamanya jika boleh.

          Dan sampai kakinya melangkah di pesisir pantai, meninggalkan jejak sepasang kaki di belakangnya. Sesekali air pantai membasahi kakinya.

           Kesendirian ini membuatnya bahagia.

           Tibalah sepasang mata gadis itu menangkap sebuah obyek yang berjalan menuju arahnya. Dia memicingkan tatapannya untuk mempertajam penglihatannya.

          Dia membelalakkan matanya, jantungnya berdebar luar biasa, kebehagian yang selama ini yang sudah sirna kini tumbuh dengan sangat cepat. Dia berlari dengan sangat cepat untuk menghampiri orang yang di ujung sana menghampirinya.

          Air mata membasahi wajahnya. Air mata kebahagian yang hampir kering.

          Sampai akhirnya dia memeluk orang itu dengan erat dan menangis sejadinya. Sedangkan orang yang di peluk tersenyum hangat nan lebar juga. Bisa di bayangkan bagaimana bahagianya mereka berdua.

          "Bunda..." Lirih gadis itu.

           Orang yang di panggil Bunda itu menangkup wajah putrinya "Anakku Resa engkau sudah menjadi gadis remaja yang kuat"

          "Bunda aku sangat merindukanmu"

***

RESA'S POV

          Jika ini mimpi, maka aku berharap tidak di bangunkan atau terbangun.

          Ku memeluk Bunda dengan sangat erat, air mata kerinduan telah mengalir bercampur dengan air mata kebahagiaan.

          "Udah kamu jangan nangis" Bunda memeluk dan mengecup Keningku. Sungguh ini adalah hal yang sudah lama sekali tidak kudapatkan.

           Aku melepaskan pelukan itu dan melihat wajah Bunda. Tidak ada yang berubah dia tetap paling cantik. Aku melirik ke belakang Bunda, tidak ada jejak langkah kaki, kulihat ke belakangku dan aku jelas melihat jejak kakiku di sana. Dan aku menatap ke bawah kulihat kakiku dan Bunda 
sama-sama menginjak tanah pasir itu.

          Seakan Bunda dengan kebingunganku, Bunda mulai bersuara.

         "Ini tidak kekal sayang, karinduanmu memanggil Bunda, Kesedihanmu membuat Bunda mengunjunginmu"

          Aku tersenyum, hanya itu yang dapat kulakukan.

          Aku dan Bunda duduk di sebuah batu besar yang ada di pesisir pantai. Kami sama-sama memandang pantai yang sedang menciptakan ombak bersama angin.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 11, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ŜanĝitaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang