14- D I N G I N

151 17 5
                                    

"Stars not always shine in white. Cause its always shine in every colour."

—NEPTUNUS, 2018—

"Jadi, Venn. Siapa pengirimnya?"

Venn yang tengah mengunyah bola daging itu terhenti. Membesarkan matanya dan menatap Putri. "Ue upa ia beom wawab!"

"Hah?!" Putri mendekatkan telinganya. "Ngomong apaan, sih, gak jelas!"

Venn menelan paksa bola daging itu. Kemudian meneguk es tehnya. "Gue lupa dia belum jawab!"

"Apa?!"

Venn memonyongkan bibirnya. "Kak Aska, sih, kemarin malah bikin gue nge- blank. Terus habis itu gue malah pingsan."

"Ampun, dah, Venn..." Putri menepuk jidat. "Lo itu gimana, sih?! Terus, kalo dari sikap kak Aska menurut lo gimana?"

"Sikap kak Aska....." Venn kembali mengulang kejadian kemarin. Seingatnya, saat Aska ditanyai tentang sang pengirim dan Venn berpendapat bahwa Aska adalah pengirim itu sendiri, Aska memeluknya tanpa aba-aba. Lalu, kala itu Aska hanya berkata, "Terima kasih sudah percaya."

"Kemarin itu, kak Aska bilang: terima kasih buat percaya. Gitu,"

"Berarti kak Aska pengirimnya. Maksud dia makasih udah percaya sama kata hati lo, gitu kali Venn..." kata Putri sedikit menggoda.

"Mungkin, sih...." muncul bercak merah muda pada pipi Venn. Putri menatapnya jengah. Mencoba mengetahui apa sebab dari rona pada pipi sahabatnya itu.

"Venn kenapa?"

Merasa tersadarkan, Venn sedikit terperanjata. "Eh, nggak apa-apa, kok."

Putri menyengir. "Baper mikirin kak Aska, ya..."

"Ih, apaan sih rese."

🔭

Malam itu dingin sekali. Hawa yang menggigilkan itu masuk melalui celah-celah sempit dari jendela yang tertutup. Malam itu dingin sekali. Mengalahkan dinginnya seorang laki-laki yang terduduk di atas kasur empuk. Memang dia memiliki sifat yang labil. Terkadang dingin dan meleleh.

Di depannya ada kotak berbungkus. Di atasnya ada foto berpigura kesukaannya. Benar, foto monokrom dirinya dan gadis berkuncir dua.

"Nara, coba aja lo ada disini."

Ia menghembuskan napas sebentar. "Ternyata gue nggak ada bedanya sama Aksara."

"Gue udah jahat sama lo kali ini."

"Padahal lo dulu pernah bilang, kalo gue itu makhluk Neptunus ter- care yang pernah lo temuin."

"Apa mungkin ya, Nar. Apa mungkin gue bakal buang jauh-jauh perasaan gue ke elo?"

Ia terus memandangi foto gadis itu. Dan mengelusnya pelan dengan jempolnya.

"Jangan marah ya, Nar. Mungkin bener, emang masa lalu itu kadang udah gak perlu di simpan lagi."

"Apa lagi perasaan."

"Maaf ya, Nar. Maaf banget. Coba aja lo nggak jatuh pas itu, gue nggak bakal lupain perasaan gue ke lo."

"Maaf ya, Nar. Kalo menurut lo, dia mau nggak, ya, terima perasaan sayang gue ke dia?"

🔭

Di tempat lain, dengan hawa dingin yang sama, seorang perempuan bermantel selimut duduk di atas meja belajarnya. Sebenarnya ia sudah mengenakan jaket, namun hawa yang mencekam ini memaksanya untuk berkemul. Andai saja tidak ada pekerjaan rumah untuk fisika, mungkin ia memilih untuk  pergi ke pulau kapuk saat ini.

NEPTUNUSTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang