2-Autoestima

271 31 6
                                    

"Yakinkan aku jika dengan kamu tidak lagi kurasakan luka"

-Bianca-

---

Capek itulah yang dirasakan oleh bianca saat ini, tubuhnya benar-benar lelah. bianca hanya butuh istirahat di kasurnya sekarang juga.

Bianca berjalan menuju parkiran rumah sakit dimana mobilnya di parkir, ia masuk ke dalam mobil dan langsung bergegas menuju apartemen nya, setelah sampai di apartement bianca langsung menuju ke kamarnya dan segera masuk ke dalam kamar mandi untuk membersihkan diri. Padahal ia sangat ingin berendam di bathtub karena tubuhnya benar-benar lelah tapi sepertinya ia tidak bisa karena matanya sudah tidak tahan ingin cepat-cepat tertutup.

Sekarang bianca sudah memakai pakaian santainya kaus putih lengan pendek yang kebesaran dan hotpants hitam. saat bianca ingin menutup mata, suara bel apartemen mengusik tidur nya. Ia langsung bangun dari tempat tidur dan berjalan menuju ke arah pintu, setelah membuka pintu, ia hanya terdiam dan meluruskan pandangannya ke depan saat tau siapa yang menekan bel apartemennya.

Seorang cowok tampan dengan tinggi kira-kira 180 cm, memakai kaus hitam mahal seperti biasa,dengan wajah ala anak kuliahan berdiri di hadapannya dan jangan lupa sedang menatap bianca dengan pandangan yang sulit di artikan Cinta? Luka? Bahagia?.bianca tidak bisa menebaknya.

"Ganggu ya?" tanya pria tampan tersebut dengan lembut.

"Enggak, cuma tadi mau istirahat aja. Kenapa?"

"Lo gak nyuruh gue masuk?"

"Emang lo mau masuk?" tanya bianca balik.

"Gapapa deh disini aja, cuma bentar doang kok" jawabnya sambil tersenyum lembut kepada bianca.

"Dih ngambek, yaudah ayo masuk? Kayak tukang antar galon aja diluar"

Laki-laki tersebut terkekeh mendengar ucapan bianca dan mengulurkan tangan nya untuk mengacak rambut panjang bianca seolah itu adalah kebiasaannya.

Setelah masuk kedalam apartemen mewah bianca, mereka duduk di sofa coklat panjang yang berada di ruang tamu, Bianca memilih duduk di hadapan cowok tampan itu dengan mimik wajah seperti biasa, datar.

"Bian...." panggilan memilukan tersebut membuat bianca mengangkat wajahnya dan menatap wajah tampan yang ada di hadapannya.

"Kenapa dev?" Bianca bisa melihat perubahan dari wajah devan.wajah yang biasanya penuh dengan senyuman ramah, kini menjadi raut wajah kesedihan yang sangan menyakitkan. Bianca memilih diam dan menunggu devan menjelaskan masalah yang di alaminya.

Devan tersenyum miris "Tarisa...bian tarisa udah pergi."

Bianca bukan orang bodoh yang tidak tau maksud dari udah pergi yang di ucapkan oleh devan. Hanya saja ia juga tidak tau harus melakukan apa, ia selalu berpikir jika bukan hanya ia saja yang memiliki masalah keluarga tapi, juga orang-orang di dekatnya.

"Kapan?" tanya bianca setelah beberapa menit terdiam.

"Satu minggu yang lalu, gue masih enggak nyangka dia lebih milih buat pergi ninggalin gue sendiri" devan sudah berusaha menahan air matanya agar tidak keluar, tapi nyatanya air mata nya tetap saja keluar tanpa permisi.

BINTANGTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang