BAB 2

130 10 0
                                    

"akan ada saat
Dimana semuanya meletup-letup
Untuk diutarakan;
Semua keraguan ada disana"

Kurang lebih seperti itu bunyi puisi yang aku buat, Citra terlalu suci untuk diriku yang kotor. Dia mungkin tak pernah tau apa yang aku ingin ucapkan setiap kali dia melangkah di depanku. Aku memang gemar menulis sejak kelas 2 SMP, waktu itu tak sengaja ku buka buku yang usang; yang kertasnya sudah tidak lagi berwarna putih melainkan kuning ke coklatan. Ternyata disana adalah tulisan bapak; orang yang aku takuti untuk membuatnya kecewa karena kenakalanku. Aku jadi ingat cerita dari teman lama ibuku; tentang bagaimana bapak merebut hati ibu. Bapak waktu itu memang mempunyai wajah yang sedikit 'seram', namun yang ia fikirkan bagaimana ia terlihat rapi di depan wanita yang ia cintai. "walau muka jelek, setidaknya enak dipandang" begitu kira-kira dalam hatinya. Bapak dan ibu bertemu di salah satu acara kesenian di bilangan ibukota, ibu dulu terlihat manis dengan flatshoes motif bunganya. Bapak yang tahu diri sedikit ragu mendekati ibu. Hingga suatu hari saat ibu bertambah usia, bapak dengan modal nekat memberikan sebuah jam tangan beserta puisi untuk ibu. semenjak itu mereka saling memadu kasih hingga akhirnya menikah dan dikaruniai 2 jagoan yang konyol; ya, aku dan Ardi. Tahun demi tahun mereka sisihkan gaji demi gaji hanya untuk buah hatinya, harapan bapak dan ibu cuma satu: semoga anak-anaknya menjadi orang yang berguna. Dan sekarang diusiaku yang masih labil aku takut mengecewakan siapapun atas ulahku terutama orangtuaku, bahkan aku takut ketika Citra mengenalku; ia akan kecewa atas sikapku.

Sejak kecil aku selalu bermimpi menjadi pesepakbola terkenal. Setiap kali bermain bola aku membayangkan diriku sebagai Ricardo Kaka, Ronaldo, Filippo Inzaghi dan penyerang hebat lainnya dimasa itu. Aku pernah menimba ilmu sepak bola. Namun karena organisasinya kurang terkenal, peminatnya menjadi berkurang dari tahun ke tahun hingga akhirnya aku memutuskan berhenti berlatih. Dan sialnya karena lingkungan tempatku tinggal, aku menjadi seorang perokok di usia muda. Bayangkan! mimpi ku hancur hanya karena ego yang ingin terlihat keren diantara teman-teman yang lain.

----------

Hari demi hari pikiranku melayang dibawah pohon besar didepan kantin, membayangkan bagaimana bila aku benar-benar bisa mengenal Citra lebih jauh, mungkinkah Tuhan mengabulkan doa seorang yang sudah terlanjur konyol? ah, ini sungguh membuat aku menjadi pengecut yang tak henti-henti.

Tiba-tiba dari sebelah utara mataku tertarik--seolah ada medan magnet berkekuatan besar yang mampu menarik penglihatan serta pemikiran seorang insan.
Ya, Citra terlihat sedang berjalan sendiri menuju kantin. Ku pikir mungkin ini saatnya untuk bisa saling kenal, siapa tau, Citra tertarik juga denganku hehe...

"Heiii" aku teriak sambil menyusul langkah gadis itu.

Citra menengok heran, "manggil gue?"

"Cuma ada lo disini, gak ada siapa-siapa lagi".

"Lo Citra siswa 12 TKJ kan? Gue Kahlil siwa 12 Otomotif" lanjutku dengan hati seolah-olah menyerupai kontes Marching Band.

"Ya, gue Citra. kenapa?" dengan muka cueknya Citra menjawab.

"Sial kenapa kau cuek sekali Citra Anjani! kau tahu? aku butuh berhari-hari untuk bisa seperti ini?"

Aku diam meski di dalam hati tengah menggerutu akibat sikap dingin gadis itu.

"Gak apa-apa, gue cuma mau kenal. hampir 3 tahun sekolah disini, masa gue gak kenal dengan semua murid disini. salam kenal, Citra". Aku pergi meninggalkan Citra dengan langkah yang terburu-buru. Sementara Citra masih saja bingung dengan tingkahku yang agak aneh kepadanya.

"Dasar lelaki" dalam hatinya ia bergumam.

Aku sangat senang bisa mendengar suaranya dengan jelas untuk pertama kali. Ini mungkin bukan suatu kebetulan untukku, karena memang sudah lama aku mendamba gadis itu.

"aku pasti bisa mendapatkanmu, Citra"

----------------


Hari-hariku setelah berkenalan dengan Citra terasa lega, nafas dan pikiran pun rasanya tak ada lagi yang mengganggu. Tidak lupa aku meminta kontak pribadinya untuk berkenalan lebih jauh. Ternyata Citra tak se-jutek yang aku kira. Di dalam layar handphone Citra begitu gemar bercerita tentang sesuatu yang di alaminya; mulai dari bangun telat, hingga lupa membawa buku pelajaran.

Seminggu setelah aku mengenal Citra, ia mulai nyaman denganku, bahkan ia tak keberatan saat aku menawarkan jok belakang motorku untuk diisi olehnya ketika pulang sekolah. Sampai kawanku, Gunawan, menggerutu karena semenjak mengenal Citra, aku jadi jarang pulang bersama kawan-kawan yang lain. Namun bukan. berarti persahabatan kami berhenti sampai disini.

Seiring berjalannya waktu, Obrolan aku dan Citra mengundang rasa yang mungkin sudah ada sejak aku melihat Citra. Cinta datang lagi. Semua perhatianku ternyata membuat Citra nyaman dengan segalanya. Lagi-lagi ragu menggelantungi pikiranku

"apa akau bisa membahagiakanmu, Citra?"

Tiba-tiba saja terbesit kata itu dalam pikiran saat aku hendak melaksanakan tugas yang di berikan oleh guru Bahasa Indonesia. Tugas yang mungkin sangat aku suka; mengarang puisi. Tanpa ragu pena yang tergenggam oleh tanganku menari di atas kertas yang masih suci, perlahan ku isi menjadi kalimat-kalimat yang sebenarnya tidak jauh dari sebuah permohonanku kepada-Nya agar hendak Citra bisa menjadi kekasihku hehehe.

"Pertama hanya sekedar memandang
lalu tiba-tiba timbul rasa.
seketika aku bertanya;
Apa ini salah satu anugerah-Nya?

Kita memang manusia
dan lupa adalah salah satu penyakit
tapi senyummu sore itu
membuat ku mengerti sebuah karya surga

Mungkin hanya harap
dan lebih dari itu adalah urusan doa
aku cuma meminta
agar semuanya menjadi nyata"

Aku tak lupa menyalin untuk menambah koleksi di buku harianku.

-------------------

Aku berjalan bersama Hamdi dan Yongki ketika bel pulang baru saja di bunyikan. Yongki yang berperawakan hidung mancung serta alis yang tebal tengah menggoda adik-adik kelas yang juga kebetulan sedang berjalan ke arah parkiran.
Kali ini Citra ada eskul paduan suara, dia membiarkan ku pulang lebih dulu bersama teman-temanku, katanya "biar mereka ngga menggerutu, sesekali pulanglah bareng mereka. Bagaimanapun sebelum lo kenal gue, mereka selalu ada kan buat lo? Biarin hari ini gue pulang sendiri aja. " Pemikiran Citra ternyata se-dewasa itu.

Diwarung, kami, para pelajar selalu nongkrong dengan sebatang rokok di tangan. Tiba-tiba dari kejauhan terlihat seorang ibu-ibu yang tidak terlalu tinggi berjalan ke arah kami yang sedang asyik ngobrol.

"Bang ada Bu Puspa!!" teriak salah satu adik kelas ke arah kami.

Dengan cepat aku mematikan bara rokok yang menyala lalu segera lari ke arah motor yang terparkir di seberang warung.

"Kahlil, Yongki, Hamdi! Ibu sudah melihat kalian, besok pagi siap-siap menerima panggilan dari ruang kesiswaan!" Teriak bu Puspa dengan lantang. Kami tak menghiraukan dan langsung pergi untuk kembali kerumah masing-masing.

Lanjut?

LELAKI MENYIMPAN MIMPI DAN CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang