Jam menunjukkan jam 5 pagi. Alarm ponsel ku berdering seperti biasa yang selalu menghancurkan mimpi indah semalam. Setelah bersantap pagi, aku bersiap menunggangi kuda besi produksi tahun 2009 yang selalu setia menemani kewajiban ku sebagai pelajar. Seperti biasa guru-guru sudah siap menyalami muridnya yang hendak masuk ke dalam gedung. Bagi mereka ini hal yang baik, namun bagiku ini sangat mengancam mahkotaku; rambutku belum ku rapihkan setelah berlibur. Akhirnya, habis sudah rambutku diawal tahun pelajaran. Plontos.
Namaku Kahlil Gardapati, aku terlahir dari keluarga yang sangat sederhana. Bapak hanya karyawan swasta di daerah ibukota, ibuku tak lebih dari seorang ibu rumah tangga. Namun aku bangga dengan mereka yang selalu sabar menghadapi putranya yang konyol ini. Aku memiliki adik yang tidak kalah konyol denganku. Namanya Ardi Basupati, meski usianya hanya berbeda 3 tahun denganku, dia sangat menyebalkan bagiku. Namun tetap aku menyayangi mereka, keluargaku.
Bel istirahat sudah terdengar di area sekolah, murid-murid lain berhamburan memenuhi isi kantin layaknya macan yang kelaparan, hahaha,cukup ganas! Aku memesan soto bu Yuni,selain rasanya yang enak, soto bu Yuni sangat patut di rekomendasikan kepada dede gemas yang baru masuk. Maksudku sekalian berkenalan hehe. Maklum sebagai murid angkatan paling tua disekolah, aku masih belum memiliki dambaan hati yang cocok sejak putus dengan pacarku 3 tahun lalu. Ya, hubungan kami berakhir karena si mantan yang merasa cantik sehingga ia dengan mudah menggoda lawan jenis yang lain saat masih bersamaku. Aku muak.
Tak terasa bel masuk pelajaran sudah berbunyi dan perutku sudah terasa kenyang sehabis menyantap soto. Aku dan beberapa kawan melewati koridor sekolah hendak masuk ke dalam kelas Ppkn, tiba-tiba pandanganku sekejap terhenti pada siswi diseberang koridor yang kebetulan sedang mengobrol dengan siswi lainnya yang tak lain temanku sedari SMP, Dena.
Karena pelajaran akan segera dimulai, ku urungkan niat untuk menyapa siswi berwajah manis itu. Selama pelajaran berlangsung, pikiranku berkelana kemanapun sambil bertanya-tanya siapa siswi berwajah manis itu hingga tak terdengar suara Pak Ratno guru yang tidak terlalu menyeramkan memanggilku cukup lama."Kahlil!". kali ini dengan nada sedikit berteriak ia berhasil membuyarkan segala lamunanku.
Tentu saja seisi kelas tanpa komando langsung menengok kearah ku.
"eh, iya pak.maaf saya sedang memahami apa yang bapak sampaikan". ujarku men-tamengi diri.
"memahami atau melamun? Ayo belajar yang serius! Ujian sudah di depan mata". ucap pak Ratno sedikit mendesak.
"baik pak hehe". jawabku malu karena ketauan melamun untung saja guru itu baik.Bel sekolah pun akhirnya berbunyi. Aku buru-buru menemui Dena untuk menanyakan siapa gadis yang beberapa jam lalu bicara dengannya. Walaupun sudah tiga tahun aku bersekolah disini, namun tak semua siswa disini dapat ku kenal; apalagi gadis manis itu.
"Den, anak yang tadi ngobrol sama lo, kelas berapa?". tanyaku penasaran.
"Eh, Lil.. anak yang mana? Gue ngobrol bukan sama satu orang doang tau".
"Itu yang tadi di depan ruang agama, kebetulan gue di seberang".
"Oh itu, namanya Citra Anjani, dia itu kelas 12 TKJ, kenapa? lo suka?" tanya Dena sedikit meledek.
"Ngg.. engga! gue cuma nanya aja. Makasih ya Den! gue pulang dulu!" dengan senyuman aku pamit meninggalkan Dena sambil mengantungi harapan untuk bisa berkenalan dengan gadis itu. "Citra Anjani, nama yang indah" kataku dalam hati.-------------------------------------
Pukul 19.00 setelah solat maghrib, ku rebahkan badan di kasur yang sudah tidak empuk lagi. Dengan melipatkan tangan yang ku pakai untuk bantal, tak jenuh diri ini membayangkan senyum yang begitu ajaib. Iya, setelah tiga tahun berpisah dengan kekasihku yang lama, aku kembali jatuh cinta.
Setelah melihat Citra, waktu yang kupakai --mungkin bagi beberapa orang-- sangat sia-sia. Aku tak habis pikir betapa hebatnya dia yang sama sekali tak pernah berbicara sepatah kata kepadaku, bisa begitu bias menembus pertahanan hati yang sudah kapok merasakan jatuh cinta. Ku ambil pulpen dan buku yang biasa ku tulis puisi tentang apapun; kali ini tentang wanita itu.
Dan malam ini ku habiskan waktu hanya tentang dia, sambil memutar lagu si penyanyi cantik Danilla; yang pas dengan rasaku saat ini"Ku bergetar saat menatap kedua matamu
Melahirkan seutas keinginan tuk memilikimu
Kian bertahan memandang raut wajahmu
Ku lihat sebuah jalan yang langsung menuju hatimu"Tanpa sadar ku terlelap karena kelelahan.
Sama seperti pagi-pagi sebelumnya, aku selalu susah untuk beranjak dari pusara yang begitu nikmat untuk digantungkan mimpi-mimpi hingga akhirnya ibu kesal melihatku uring-uringan di kasur, tiba-tiba byuurr!! Air dari gayung yang sudah tidak layak itu menghantam bagian mukaku, langsung saja kutinggal ibu dengan segala ocehannya dan lekas pergi ke kamar mandi (tak perduli dengan kasurku yang basah). Seberes mandi, seperti biasa aku harus minum susu yang dibuat ibu (mungkin ini alasan mengapa aku berpostur tinggi), walaupun usiaku sekarang hampir menginjak delapan belas, dimata ibu, aku tetaplah anak-anak berusia 5 tahun. Maka dari itu, aku sangat menyayangi ibu.
Waktu menunjukkan pukul 06.00 artinya aku masih mempunyai waktu 15 menit untuk bisa sampai sekolah. Peraturan disekolahku memang ketat, selain rambut harus plontos, disekolahku juga mempunyai bel masuk yang sangat cepat, ini yang membuatku tak henti-hentinya membandingkan dengan sekolah yang lain, menyebalkan. Harapku ternyata tak sepaham dengan kenyataan, aku telat! Mau tak mau aku harus mengangguk-angguk apa yang diperintahkan Ibu Shinta, guru Bimbingan Konseling yang biasa menyalami siswa-siswi di pagi hari.
Setelah 30 menit Bu Shinta berbicara, aku di izinkan masuk kelas pelajaran yang amat ku gemari, apalagi yang di minati anak-anak se-usiaku jika bukan pelajaran olahraga, terlebih gurunya yang sangat friendly membuat kami betah berlama-lama dilapangan. Memang Pak Joko adalah satu dari sedikit guru yang sangat akrab dengan siswa disekolahku. Semua masalah diluar olahraga pun kami para siswa sering sharing kepadanya. Dia kami hormati karena dia menyikapi kami dengan cara yang kami sukai, karena kebanyakan siswa SMK –yang sebutan dulunya STM- lebih menyukai sifat yang seperti itu.
Setelah menyelesaikan materi pelajaran, sisa jam olahraga biasanya dipakai untuk bermain bola oleh teman sekelasku. Peraturannya mudah, yang kalah harus beli minuman satu teko untuk tim lawan. Entah ada angin apa kiperku ternyata linglung saat tim lawan menendang bola ke gawangnya, akhirnya tim ku kalah. Sial!"Payah, cepetan beli teko sana!" ujar Timo yang lihai mengolah bola.
"sabar, gue minta uangnya dulu sama mereka" jawabku ketus, karena kalah dan lelah juga.Setelah teko datang, kami minum bersama. walau timku menerima kekalahan 3-1, tim lawan tak keberatan berbagi gelas. Memang tradisi disekolahku begini, taruhan hanya alasan untuk bermain serius, bukan untuk maksud lain.
Lagi-lagi gadis yang sempat berlari-lari dikepalaku beberapa waktu lalu melangkah dengan penuh aura yang membuat leherku mengikuti arahnya. Kali ini ia terlihat lebih cantik dari biasanya, mungkin hari esok akan terus bertambah. Aku tak habis pikir bagaimana bisa ia membuat aku terlena dengan caranya berjalan. Apakah sepatunya mempunyai ilmu hipnotis? Gila!Seperti pulang sekolah biasanya, dengan sebatang tembakau yang terselip di sela-sela jari, aku duduk seraya menunggu beberapa kawan yang rumahnya tak jauh dari rumahku. Gunawan dan Hamdi mulai terlihat berjalan keluar gerbang disusul oleh Rian, Resky, Yongki, dan adik kelas yang searah dengan arah rumah kami. Setelah dipastikan lengkap, dimulai lah perjalanan pulang kami yang menegangkan. Selain terkenal berprestasi di seluruh Indonesia, sekolah kami juga terkenal dengan tawurannya. Entah dendam apa yang ditanamkan oleh para pendahulu yang membuat kami begitu membenci sekolah lain. Pernah suatu saat dimana Aku, Gunawan, Hamdi, Resky, Yongki dan Rian pulang bersama sehabis melakukan kegiatan MOPDB –waktu itu kami masih kelas satu— sebelum melewati jalan yang biasa kami menyebutnya Kolong Ranti, tiba-tiba beberapa pelajar menyerbu dari tempat yang kami sendiri tak tahu asalnya. Karena memang sudah ada peringatan dari alumni-alumni sekolah kami, kami tidak kaget meski beberapa dari kami terluka. Gunawan pernah koma akibat batu yang dilempar musuh mendarat dikepalanya, Aku harus rela menahan 12 jahitan di punggung akibat senjata tajam, Yongki harus tabah melihat motor kesayangannya hancur dipukul dengan balok.
Akibat itu semua kami bisa lebih dekat dan paham atas bahaya yang mulai mengintai disaat berangkat atau pulang sekolah.Lanjut?

KAMU SEDANG MEMBACA
LELAKI MENYIMPAN MIMPI DAN CINTA
Roman d'amourKahlil Gardapati adalah lelaki yang tak tahu harus seperti apa menjalani hidup. yang ia tahu, setelah bertemu Citra ia merasa menemukan dunia yang baru. namun ia hanya seorang pengecut dibalik puisinya