Tubuh Wati kini sudah keliatan dewasa. Memang Wati sudah dewasa. Beberapa hari yang lalu Wati merasa gelisah. Dengan tidak disangka-sangka, Wati telah mengeluarkan cairan berwarna merah dari rahimnya. Ketika mengeluarkan cairan itu, dia sangat terkejut. Dia merasa bersalah. Dia mengutuk dirinya. Beberapa hari dia mengurung di rumah saja. Dia malu dengan dirinya sendiri. Seolah-olah setiap orang melihat dan mengejeknya.
Sebelum peristiwa itu, Wati memang tak pernah mengerti. Tiada orang yang memberi tahunya. Peristiwa itu benar-benar membuatnya penuh tanda tanya. Untunglah seorang temannya yang lebih dewasa bermain-main ke rumahnya. Temannya itu sedikit lebih tua. Setiap berbelanja ke pasar, teman itulah yang sering bersamanya. Berkat pemberitahuan temannya itu, Wati berani keluar rumah. Ia menjelaskan suatu peristiwa yang selalu dialami oleh seorang wanita normal. Peristiwa itu menandakan Wati menjadi orang dewasa. Karena itu, sejak peristiwa Wati seolah-olah menjadi dewasa.
.
.
.
.
"Wati, mulai sekarang kau wajib melakukan sholat!" Kata temannya sambil memegang pundak Wati. "Mulai saat ini kewajibanmu menjadi bertambah. Kau telah wajib menjalankan ibadah."
"Terima kasih, Mbak," jawab Wati sambil menunduk.
"Bukan hanya itu saja Wati. Kau mesti lebih menjaga diri dan merawat diri. Kau tidak boleh seenakmu sendiri."
"Terima kasih. Nasihat Mbak akan kuperhatikan dan ku laksanakan."Sejak bertemu dengan teman bermainnya itulah, Wati lebih sering tinggal di rumah. Biasanya, sehari-hari pekerjaan Wati hanya bermain-main pasir bersama teman-temannya kadang-kadang mencari anai-anai di pantai. Wati mulai belajar memasak berbagai masakan dan berbakti kepada orang tuanya. Setiap hari Wati harus memasak sendiri. Dulunya ia hanya membantu ayahnya. Semua pekerjaan rumah sekarang ditanganinya. Ayah tinggal memperhatikan saja.
.
.
.
.
.
Pada suatu ketika awan gelap menyelimuti pantai utara sejak siang, awan hitam dari tengah laut mulai bergerak ke pantai. Awan itu berputar-putar di sekitar pantai. Awan itu benar-benar menakutkan. Ayahnya sejak pagi belum pulang. Wati sangat gelisah. Biasanya paling lambat ayahnya pulang menjelang dhuhur. Sekarang sampai maghrib belum juga pulang. Hati Wati kacau. Mendung hitam mulai berubah keputih-putihan. Rupanya hujan akan tiba. Benar, gerimis besar mulai turun.
Hujan deras mengguyur pantai. Gubuk Wati bocor. Di mana-mana bocor. Air menetes di seluruh ruang. Wati bingung menyembunyikan makanan untuk ayahnya. Disembunyikan di mana saja tetap di kejar bocor. Untung ada sebuah ember. Dengan di tutupi ember itu Wati dapat menyelamatkan nasi untuk ayahnya.Hari makin malam, ayahnya belum juga pulang. Hatinya mulai gelisah.
"Jangan-jangan ayahku di telan gelombang." pikir Wati.
"Ya,Tuhan!Lindungilah ayahku dari maut. Hanya beliaulah teman kami. Selamatkan ayahku, ya Tuhan! Hanya pada engkau kami memohon." dengan meneteska air mata Wati memohon kepada Tuhan. Hatinya merpulang.Tidak disangka-sangka terdengar ketukan pintu. Wati terkejut. Biasanya ayah memanggilnya, bila pulang.
"Siapa ya?" tanya Wati dari dalam. "Apa itu ayah?"
Ternyata tidak ada sahutan sama sekali Wati sangat takut. Wati hanya mengulangi pertanyaan itu tadi. Tak ada yang menyahut. Ketokan pintu makin keras, tapi Wati tidak berani membuka pintu. Wati hanya terdiam. Ia berpikir apa yang harus dilakukan.
.
.
.
.
#####
Hayo......siapa yang ketok-ketok pintu....Pada penasarankan!! Hehehehe...
JANGAN LUPA SUARANYA YA....
KAWAN WKWKWKW
KAMU SEDANG MEMBACA
GADIS PANTAI
RandomP.R.O.L.O.G Di buku cerita ini diceritakan seorang anak yang tabah dalam menghadapi cobaan Tuhan.Dalam keadaan melarat ia tetap menegakkan agama.Selain itu dia sangat berbakti pada orang tuanya.Dengan membaca cerita ini di harapkan anak-anak dapat...