Matahari pagi yang hangat, dapat dengan leluasa menyentuh kulit sawo matang milik gadis mungil ini. Ia selalu menyukai suasana di pagi hari. Entah itu embun, kabut, dan tentu saja matahari pagi. Kegiatan rutin ini sudah ditekuninya sedari almarhum ayahnya meninggal. Tenang. Setenang air di Danau ini.
Earphone adalah sahabatnya. Setia membisikkan alunan musik yang mampu membuatnya tenang.
Pernah sewaktu dulu, ia melakukan perjalanan kantor ke Kota Bandung. Setelah memakan waktu kurang lebih 3 jam, ia pun tiba di hotel. Bukannya istirahat, ia malah mengobrak-abrik isi tasnya. Apa yang dicari? EARPHONE.
Lalu apa yang dilakukan gadis ini? kalian pasti tidak menduganya. Ia rela kembali lagi untuk mengambil earphone itu, lalu kembali lagi ke hotel. Total waktu perjalanan berkisar 6 jam.
BODOH atau ANEH? itulah dia.
"Sayang. Pulang yuk! kamu kan mau ngantor. Nanti telat lagi loh!" teriak seorang wanita paruh baya, berusia sekitar empat puluh tahunan, memakai kerudung merah dengan mantel cokelat yang indah.
Karena letak gadis itu berada di tengah danau. Tepatnya di pulau kecil yang ditumbuhi beberapa pohon dengan ayunan dan rerumputan hijau yang subur. Jarak yang berkisar kurang lebih dua puluh lima meter dari tepi danau, membuat Ibu satu anak ini kewalahan untuk berteriak memanggil gadisnya.
Jelas saja tidak ada sahutan dari orang itu. Karena merasa diacuhkan, Ibu ini mencari cara agar dapat perhatian anaknya.
"Aha, cobain deh hihi .... "
"Tolong ... Tolong ... Tolooong"
Usahanya cukup berhasil, karena gadis itu langsung terbangun dan melihat ke tepi danau.
"Mama ... Mama .... " gumamnya lirih seraya berjalan ke arah dek, lalu melepas kaitan perahu kecilnya.
10 menit kemudian ....
Sesampainya di seberang danau, bukannya dipeluk, ia malah dicubit.
"Kamu ya, masa harus liat mama kenapa-kenapa dulu baru simpati. Apa yang kamu lakuin ke mama itu JAHHHAT." Rengek sang mama.
"Ayo ma berangkat, nanti telat loh."
Merasa diabaikan untuk kesekian kalinya. Ia diam, lalu memasang wajah cemberut.
"Oke Ma, aku nyerah. Maaf ya, janji deh ga gitu lagi. Peace!" Niatnya memang untuk minta maaf. Namun, nada bicaranya tidak berubah. Tetap saja kaku alias datar saja.
"Niat ngga sih buat minta maaf? Muka datar, senyum ngga." Cercanya
"Ya Allah Mama. Heran deh, ada aja ya." Terbentuk senyum samar di wajahnya, lebih tepatnya senyuman geli terhadap perilaku mamanya ini.
"Please forgive me, Mom." Kata gadis itu seraya berlutut dan menunduk.
"Ooooohhh sayang, bangun, Nak bangun. Mama cuma bercanda kok sayang, Mama ngga beneran marah. Ya cuma kesel dikit sih."
Sebelum beranjak pergi, dipandanginya kembali pulau kecil di tengah danau itu. Entah apa yang ada dipikirannya saat ini, yang pasti tanpa ia sadari air mata menetes dari pelupuk matanya.
Terlalu sakit untuk diingat, namun terlalu rapuh untuk melupakan.
***10 tahun silam ....
Genggaman kedua tangan bocah sepuluh tahun ini kian melemah dan akhirnya terlepas. Shock! Di depan mata kepalanya sendiri terkulai lemah sosok lelaki jangkung, dengan kemeja putih bersimpah darah. Tubuhnya kaku, bahkan untuk mengucap satu kata saja terasa berat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late
Teen FictionTuhan. Bantulah aku untuk percaya, bahwa di dunia ini tidak ada yang sia-sia.