"Kalau hati tak lagi jadi tempat persinggahan, maka biarlah diri ini
menjadi penopang untuk sementara waktu. Menopang suatu yang hampa sama saja mengenggam angin. Jadi setidaknya bantulah ak---" suara di radio terputus."Kenapa dimatiin si, Ren?" cerca Salsa.
"Iya nih. Ampun, kata-katanya buat gue jadi mellow." Sambut Catherine.
"Gue jijik denger kata-kata begituan." Ketus Reena.
"Et dah.. Heran gue, hidup lo selalu serius, Ren." kata Salsa seraya menatap Reena tajam.
"Hu-uh. Bener Salas, sekali-sekali lo tu perlu mikirin soal perasaan lo sendiri." sambung Catherine.
"Salsa, bego!" teriak Salsa.
"Sama aja."
"Beda!"
"SAMAA!"
"Bed--".
"Yauda, kalian lanjutin aja. Gue mau ke kantin." Reena beranjak dari tempat duduknya, lalu berjalan ke arah kantin.
"Lo sih!!" tuduh Salsa.
"Kok gue sih!" bela Catherine.
"Ren, tunggu!!" teriak Salsa seraya diikuti Catherine.
"Eh, Salas. Tungguin gu--e"
Catherine terpaku melihat lock screen di Handphone Reena. Kebetulan Handphonenya sedang di charge, jadi Reena sengaja meninggalkannya di meja kerja.
Cekrek. . .
"Ups, pake flash segala."
"Hmm."
Catherine menyusul dua temannya di kantin.
*******
"Hai, Ren." sapa Varo.
Reena mengangkat kepalanya, karena tahu siapa pemilik suara tersebut.
"Eh, Varo. Hai." Jawab Reena singkat namun tidak terdengar ketus.
"Halo, Vayoo! Sini gabung sama kita!" kata Catherine sumringah.
"Makasi ya, Cat. Tapi aku cuma mau beli minum aja kok. Mari." Jawab Varo sambil berlalu.
"HAHAHA. Halo kucing! HAHAHA" ledek Salsa.
"Diem lo!!" sanggah Catherine.
"Udah udah. Cepet abisin! Kerjaan masi banyak nih." Jawab Reena tak sabar.
"Tunggu dulu. Gue mau nanya."
Kali ini wajah Catherine berubah menjadi lebih serius. Diharapkan isi pembicaraannya juga seperti itu.
"Apaan?" jawab Reena malas.
"Anu hmm."
"Hati-hati pake kata anu, bego! Itu punya seribu makna. Ambigu tau!" sergah Salsa.
KAMU SEDANG MEMBACA
Too Late
Teen FictionTuhan. Bantulah aku untuk percaya, bahwa di dunia ini tidak ada yang sia-sia.