Kekuatan Sang Waktu

29 8 2
                                    

"Yoon..."

"Bangun, Nak!"

5 menit kemudian ....

"Sayang, selesai shalat subuh itu ngga boleh tidur lagi."

4 menit kemudian ....

"Subhanallah. Kenapa sih suka banget liat bunda marah pagi-pagi!" kata bunda Any gusar.

"Sa bodo teing
(Terserah)!"

     Bunda Any meninggalkan Rion yang masih bergelut dengan bunga tidurnya. Bukannya ia tidak peduli pada anak semata wayangnya ini. Namun, sekali-sekali memang perlu diberi pelajaran.

     Ia bergegas ke puskesmas Suto Mulyo, untuk apel pagi. Bunda Any adalah seorang Bidan Senior. Ia telah mengabdi di berbagai Rumah Sakit sekitar 20 tahun-an dan sekarang ia mengabdi di puskesmas tak jauh dari tempat tinggalnya.

"Hoshh ... Hoshh ... Hoshh ...." Rion terduduk karena nafasnya yang memburu.

"Anjir, tadi mimpi apa ya? kok ngeri banget!"

Grrrr ....

"Hmm ... Laper" kata Rion seraya memegang perutnya.

     Ia turun untuk mencari serpihan-serpihan makanan. Saat ini dewi fortuna sedang berpihak kepadanya. Ia menemukan roti dan selai nanas di meja makan. Seketika wajahnya menjadi lebih semangat.

"Ih imah teh meuni sepi pisan
(Kok rumah sepi banget)".

"Bunda kamana yak?
(Bunda kemana ya?)" gumamnya sendiri.

"Biasana ge sok hudangkaeun aku lamun mangkat ka kuliah
(Biasanya juga bangunin buat pergi kuliah)"

"Kuliah?"

Lima detik kemudian ....

"Hah ... KULIAH!!!"

Tiba-tiba Rion teringat akan sesuatu.

"Subhannallah walaila'hailallah".

"INI JAM BERAPA?"

     Seketika Rion menjadi Sprinter. Hanya memerlukan lima menit untuk mandi, lalu Rion bersiap-siap. Dengan sigap ia meraih tas serta Handphone-nya. Lalu cuss berangkat!

     Sepanjang perjalanan, ia memikirkan alasan yang masuk akal, agar dapat diterima oleh pak Nazar, yaitu dosen yang terkenal cukup killer.

     Rion bak prajurit yang sedang mengisi amunisi sebelum perang. Keringatnya mengucur di pelipis hingga bajunya basah. Padahal ia sendiri memakai mobil ber-ac, namun rasanya seperti sedang mengendarai mobil tak beratap.

Duaarrrrrrrr ....

Airbag pun mengembang.

*** 

Prokk ... Prokk ... Prokk ....

"Terima kasih, Reena. Ide yang sangat unik dan inovatif" Seru Chicko, CEO Pemasaran.

"Terima kasih kembali, Pak."

Orang-orang keluar dari Ruang Rapat ....

"Udah gue bilang kan, pasti digubris kalo ide dari cewe itu mah. Kita bagaikan remahan Taro, di depan pak Chicko." Bisik-bisik salah seorang karyawan kepada teman yang berada tak jauh dari Reena.

     Reena yang mendengar perkataan rekan kerjanya, hanya diam saja. Walaupun ia bisa saja melawan, namun ia rasa itu tidak perlu.

     Sejujurnya Reena sedikit menyetujui perkataan yang terlontar untuknya. Karena, memang faktanya bahwa pak Chicko tak pernah mengabaikannya, seperti karyawan lainnya.

Too Late Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang