Bab 6 kehilangan.

22 2 0
                                    

  sejak di taman itu Dian, okta dan Fian semakin dekat. mereka seperti saudara yang tidak bisa dipisahkan.

*ditaman*

"Dian sekarang adalah liburan akhir semester. ndak kerasa kita sudah naik kelas dua belas." kata okta mengawali pembicaraan.

" iya ta, aku juga belum merancang masa depan."banya dian.

"segerahlah merancang sebelum terlambat untuk meraih masa depan." ujar fian.

" iya aku tau fian makannya aku rancang mulai sekarang." jelas Dian.

hp Okta berbunyi. okta pun meninggalkan Tempatnya ke tempat yang lebih sepi. kemudian okta berpamitan pulang karena urusan mendadak.

"maaf ya Dian, fian. mamaku sendiri di rumah, aku pulang dulu, disuruh nemenin mama. Assalamualaikum." pamit okta.

"waalaikum salam." jawab dian dan fian.

"kamu tidak pulang?." tanya fian kepada dian yang melanjutkan membaca novel.

"tidak, aku masih nyaman dengan suasana ini." Jelas Dian.

"mengapa?." tanya Fian.

"karena bagiku tempat ini lebih damai untukku." jawab dian sambil membolak balikkan buku.

"lebih baik jangan membaca buku. jika kamu tidak mengerti makna isi buku itu. dan pikiran kamu tidak pada buku itu itu juga." kata fian sambil melirik kearah novel yang ada di pangkuan Dian.

"bagaimana kamu tahu?." tanya dian penasaran.

"dari mata kamu, mata bisa menjelaskan semua rahasia ataupun sebuah kebohongan." ujar fian yang sedang menatap langit.

" Apa yang kamu fikirkan?." tanya fian yang memindahkan pandangannya kepada Dian.

"perasaanku mulai tidak enak." jawab singkat dian.

"telpon ibu kamu, tanya kabar. karena perasaan tak akan pernah salah." ucap fian yang masih menatap ke arah dian.

  dian pun mengangguk dan mengambil ponsel lalu menelpon ibunya.

*di telpon*

Dian : Assalamualaikum ibu.
Ibu : waalaikum salam, ada apa kamu
          menelpon nak.
dian : tidak papa bu, saya hanya
            memastikan bagaimana
            keadaan ibu.
Ibu : Ibu baik-baik saja, ada apa nak?
Dian : Alhamdulillah kalau gitu,
            perasaan dian tidak enak bu.
            saya takut terjadi apa-apa sama
            ibu  juga peri kecil.
Ibu : jangan khawatir nak. ibu dan
         tiara baik-baik aja dirumah.
         kalau urusan kamu udah selesai
         cepat pulang ya nak. ibu tutup
        dulu. Assalamualaikum.
Dian : waalaikum salam.

"bagaima? sudah lega?." tanya Fian.

" belum perasaanku masih sama. tapi yasudahlah mungkin cuma perasaanku saja." ujar dian.
   hari tak berganti kelabu, tiba-tiba hujan datang. derasnya air membasahi tubuh dian dan fian. Dari hujan Dian melihat kebahagiaan terlihat jelas di mata fian. dian melihat cinta dindalamnya. mereka berdua bermain air layaknya seorang anak Tk Yang menyukai hujan-hujanan.

"fian Begitu cintanya kau kepada hujan, lihat mata itu. dipenuhi dengan cinta dan kebahagiaan." gerutu dian didalam hati.

"fian, mengapa kamu begiu suka dengan hujan?" tanya dian yang membuat fian terduduk.

" hujan bagiku sebuah proses kehidupan yang indah dian." jelas Fian dengan Tawa.

"lihatlah awan yang kelabu layaknya sebuah permasalahan. dengarlah guntur, bagaikan permasalahan besar yang mungkin tak bisa teratasi.
Rasakan hembusan udara yang dingin. itu seperti pereda dalam masalah. dan rasakan juga rintikan hujan sebagai pelebur semua masalah, teriaklah bersama dengan hujan dan guntur luka dihatimu akan terobati. itu adalah kebiasaan ku dian. dan terakhir pelangi, Setiap permasalahan akan ada penyelesaian dan penyelesaian pasti hasilnya akan indah seperti pelangi. kehidupan itu seperti hujan. mengalami proses dahulu kemudian menghasilkan keindahan." ujar fian sambil berteriak dibawah hujan dan guntur.

ketika hujan menjadi bagian cerita {COMPLETE}Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang