Me

32 1 0
                                    

Warna gelap langit masih disana. Terlihat ingin menang di kegelapan malam meski bulan dan bintang menamparnya dengan cahaya mereka sendiri. Angin dini hari ini tidak begitu kencang—sejuk sekali. Tak banyak lalu lintas berlalu lalang di jalanan meski sekarang adalah hari kerja dan sekolah bagi orang tertentu dengan rangkaian kegiatan mereka yang sangat sibuk.

Sendirian itu menyenangkan bagi Jin Rian. Di masa itulah hatinya yang gundah bisa terobati karena suasana tenang—saat gendang telinganya hanya mampu mendengar suara detik jarum jam dinding di atas ranjang. Dimana rasa sakit fisik dan mentalnya melayang begitu saja dihembus angin dan terbang ke langit. Membagi dan mengadukan keluh kesahnya kepada tuhan untuk sekedar meringankan beban yang dipikulnya sendiri selama ini.

Rian bukan tipe orang yang mampu bercerita ataupun membagi keluh kesahnya pada orang lain. Gadis itu akan lebih senang dan merasa lega apabila dirinya berdoa dan hanya mengadu pada tuhan saja perihal masalahnya. Untuk menangis, Rian yang mandiri akan senantiasa selalu mengingatkan pada dirinya sendiri bahwa menangis tak akan menyelesaikan masalah ataupun menyembuhkan rasa sakitnya—meski dirinya akui jika setelah menangis hatinya akan terasa sedikit bebas.

Disaat semua makhluk ciptaan-Nya menutup mata menikmati mimpi indah ditengah tidurnya, Rian justru membuka jendela kamar dan membiarkan angin dingin dini hari menerpa kulit wajahnya seraya menutup kedua mata. Otaknya kembali menerka seberapa lama ia berada di dalam ruangan yang layaknya neraka ini setelah menghela napas panjang.

Gadis itu lantas mengganti pakaian ke kamar mandi dengan cepat. Tangannya terulur untuk mengambil beberapa uang di nakas berwarna putih dari ibunya dan juga smartphone. Rian memutar kenop pintu kamar setelah mengambil kruk miliknya di bibir ranjang dan pergi keluar menyusuri koridor yang sangat sepi.

Setidaknya keputusan untuk pergi tanpa pamit pada pagi hari adalah keputusan terbaik untuk mengulur waktu karena langkahnya saat berjalan yang cukup lambat. Rian selalu saja gagal saat mencoba keluar dari sana. Meski orang tuanya tak pernah mengawasi sialnya gadis itu selalu saja pergi di waktu yang tidak tepat. Membuat bibirnya secara refleks berdecak terus menerus.

Hari ini—kemanapun dia akan pergi Rian bahkan tak mengerti. Bepergian tanpa tujuan dan persiapan yang jelas. Yang terpenting saat ini adalah gadis itu bisa menghirup udara bebas—setidaknya sampai langit kembali berwarna gelap. []

PHOEBUS ✔️Where stories live. Discover now