TM (3)

56 4 1
                                    

Cuek dan dingin itu beda tipis
❄❄❄

-----

Tak terasa air mata Fayra semakin mengalir deras, gadis itu berusaha meredam tangisnya dengan kedua telapak tangannya tapi hasilnya nihil, air mata gadis itu masih saja mengalir bak air sungai yang tidak pernah mengering. Ia merangkul album itu dengan erat, album yang berisi kenangan-kenangan terindahnya bersama kakaknya.

Fayra tak menyangka kakaknya akan pergi secepat itu. Ia bahkan seringkali menyalahkan dirinya sendiri atas kepergian kakaknya. Ia juga kerap berpikir mengapa semua orang yang ia sayangi pergi meninggalkannya begitu saja.

Pertama ayahnya dan sekarang kakaknya, tapi setidaknya gadis itu masih bersyukur karena masih memiliki seorang ibu yang selalu menyayanginya.

"Fayra!" panggil seseorang membuat Fayra berusaha kembali ke dunia nyata. Tak terasa gadis itu menghabiskan waktu tiga jam hanya untuk menyendiri.

Dengan cepat Fayra mengahapus air mata yang sempat mengalir dipipinya dan menyembunyikan album yang dibawanya itu dibalik bajunya.

Terdengar lucu memang, tapi gadis itu tak punya pilihan lain selain menyembunyikan album itu dibalik bajunya. Ia tak ingin melihat mamanya sedih dan kembali mengingat kepergiaan kakaknya. Gadis itu mengerti bahwa sebenarnya mamanya jauh lebih terpukul dari dirinya. Hanya saja wanita itu terlalu pandai menyembunyikan perasaannya.

"Ada apa ma?" tanya Fayra kepada 'Marisa' perempuan paruh baya yang tak lain adalah mamanya.

Perempuan yang sedang duduk dikursi ruang tamu itupun tersenyum manis dan mengisyaratkan anak gadisnya itu untuk duduk disebelahnya. "Fayra, mama boleh minta tolong kan nak?" tanya Marisa balik, membuat Fayra mengangguk pelan.

"Minta tolong apa ma?"

"Ngomong-ngomong persediaan bahan makanan kita kan habis nih, terus Bi Inah lagi ijin buat jenguk anaknya yang sakit. Jadi mama mau minta tolong, kamu ke supermarket ya..." pinta Marisa membuat Fayra tersenyum tulus, mamanya itu memang paling bisa jika harus memasang tampang memelas, dan hal itu sukses membuat Fayra luluh.

Marisa kemudian menyerahkan list belanja dan beberapa lembar uang kemudian pergi memanggil supir pribadi mereka untuk mengantar Fayra. Gadis itu tak tinggal diam ia menyambar sweater hitam pemberian kakaknya yang tergantung rapi di balik pintu kamarnya lalu berlenggang pergi mengikuti mamanya.

"Mang Asep hati-hati ya bawa mobilnya!" pinta Marisa saat mereka sampai diteras rumah.

Jujur saja setelah kepergian anak laki-lakinya Marisa lebih perhatian kepada Fayra, wanita itu hanya tak ingin kejadian serupa terjadi pada anak gadisnya.

"Iya buk." balas Mang Asep dari dalam mobil.

"Yaudah ma, aku berangkat dulu ya nanti kemaleman." Fayrapun berlari kecil menuju kursi penumpung.

***

"Loh Mang, mobilnya kenapa?" tanya Fayra panik ketika mobil yang ia tumpangi tiba-tiba berhenti.

"Gak tau neng, Mang Asep cek dulu ya..." lelaki itu bergegas keluar mobil.

"Kenapa Mang?" tanya Fayra dengan kepala yang mengintip melalui jendela.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 12, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Trust MeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang