Keesokan harinya...
Hans berangkat sekolah seperti biasa. Hampir sampai di pintu gerbang, hampir! Tiba-tiba saja ada yang memanggilnya, sama seperti kemarin. Kali ini terdengar lebih keras. HANS, HANS? Lalu Hans pun menoleh ke belakang untuk memastikan ada seseorang yang memanggilnya. Aneh, hanya nampak seorang siswa laki-laki dan jaraknya pun cukup jauh dari posisinya. Hans menunggu anak itu agar semakin dekat.
Aneh, lagi, ternyata anak itu teman sekelasnya Hans dan sekarang adalah tepat dua hari sejak dia bersekolah disini. Ya, itu Chandra. Hans meliriknya dengan tatapan penuh curiga. Tak disangka, Chandra malah melihatnya sambil tersenyum sinis lalu berjalan melewati Hans dengan congak. Tentu saja itu membuat Hans naik pitam. Seorang Hans yang tingkat kepeduliannya hampir nol, merasa dipermainkan oleh si anak baru itu. Untungnya dia masih bisa menahan amarahnya.
Kelas pun berlangsung. Guru mulai mengajar. Tuk! Tiba-tiba ada seseorang yang melempari Hans dengan kertas. Tak salah lagi, orang itu pasti Chandra.
"Hei anak baru! Jangan membuat amarah saya jadi meledak!"teriak Hans karena sudah tidak tahan dengan kelakuan Chandra.
"Apa?"jawab Chandra dengan polosnya.
"Wah, nantangin ni anak. Kalo mau jailin Hans, lompatin gue dulu. Sini maju!"Son ikut-ikutan berteriak.
"Hei, cukup. Apa-apaan kalian. Kalian bertiga, Son, Hans, dan Chandra, silahkan keluar dari kelas saya!"perintah Bu Guru yang sudah tak tahan dengan kebisingan yang mereka buat.
"Tapi bu, saya kan cuma mbelain Hans. Saya liat sendiri bu, yang salah tuh.."
"Tidak ada alasan, silahkan keluar!"
Dengan raut muka kesal, mereka bertiga meninggalkan kelas menuju koridor. Perang dingin yang malah akhirnya terjadi pada Son dan Chandra terus berlanjut. Hans berusaha meredakan emosinya dengan duduk diam. Terlepas dari kegaduhan Son dan Chandra, Hans merasa ada yang aneh. Ia merasa seperti ada yang menguntitnya. Tanpa disadari oleh penguntit itu, Hans melihat ke arah belakang dan, wupy! Dia menemukan sang penguntit itu, namun sayangnya dia tak berhasil melihat wajahnya dengan jelas. Yang ia tahu dia hanya seorang perempuan dan memakai sesuatu di rambutnya, seperti jepit mungkin? Hans pikir itu hal yang biasa, karena Hans memang lumayan populer di kalangan siswa perempuan.
"Hans."panggil Son dan Chandra berbarengan.
"Ya, apa? Tunggu, APA?! Sejak kapan kalian menjadi kompak seperti ini? Saya , ehm , Aku masih agak sedikit marah dengan kamu tahu."saut Hans yang masih berusaha memperbaiki kosakatanya agar terdengar tidak kaku. (padahal sebenarnya sama saja)
"Yah, kita memutuskan untuk berdamai."jawab Chandra.
"Iya Hans, kamu mau kan jadi temannya Chandra? Kasihan dia tidak punya teman, makanya dia jailin kamu"jelas Son.
"Apa-apaan yang tidak punya teman, aku sebenarnya punya banyak teman, ya tapi kan tidak ada yang ikut pindah denganku"Chandra protes.
"Hah, ya sudah. Karena hari ini aku sedang sangat sabar aku maafkan kamu." Jawab Hans.
"Berteman?"Son meletakkan telapak tangannya di tengah mereka bertiga.
"Berteman."tangan Hans dan Chandra ikut menyusul.