Love The Rain

1.2K 212 38
                                    

"Hujan tidak ada arti nya" kata Taeyong, menaruh gelas kopinya di atas meja.

"Dia hanya air biasa kan? Bedanya hanya turun dari langit, dari tempat yang tinggi, lalu mengalir ke laut,  menguap lagi, lalu hujan lagi, dan terus begitu".

"Mereka punya filosofi tersendiri menurutku, seperti kopi" balas Ten, sang barista tempat Taeyong biasa memanjakan kemaniakannya akan biji hitam yang menurut Ten rasanya aneh. Padahal dirinya sendiri yang membuat.

"Kau bilang kopi punya filosofi, but I don't think so, Taeyong. A cup of coffe is bitter, doesn't mean anything. I have faced for three years about its smell and I swear I can't find where is the pleasantness like you've always told"

"Belum. Kau hanya belum menemukannya"

Taeyong tak ingin kalah kalau sudah berdebat dengan Ten.

Temannya sejak SMA yang sekarang mengambil kerja paruh waktu karena beasiswa kuliahnya dicabut oleh pihak kampus.

Mereka dari kasta yang berbeda.

Taeyong adalah anak dari seorang CEO Hotel terbesar di Korea dan Ten hanyalah anak dari seorang buruh pabrik.

Perbedaan inilah yang membuat mereka cukup akrab.

Taeyong ingin berjuang dari bawah dan Ten selalu menemaninya, membantunya, mengangkatnya ketika jatuh, menyembunyikannya dari para bodyguard Ayahnya.

Semuanya mengalir secara alami selama empat tahun terakhir.

"Percaya padaku. Jika kau sudah menemukannya, kau akan lebih tergila-gila daripada aku. Daripada hujanmu itu, kopi lebih memiliki makna yang mendalam".

Ten berhenti mengelap cangkir yang ingin ditatanya, menatap Taeyong dengan sinis.

"Begitukah? Lalu jika aku menceritakan hujanku, mungkin kau akan lebih tergila-gila juga. Kau tak pernah mau dengar ceritaku sementara aku selalu setia mendengarkanmu. Kau curang".

"Aku tidak tertarik jadi aku tidak mau dengar"

Taeyong menyesap kopi hitamnya, melirik Ten dengan senyum tipis yang ia sembunyikan dibalik cangkir kopinya.

Wajah Ten saat marah adalah favoritnya.

Ten mendesis kesal. Selalu ada sisi dimana Taeyong jadi begitu menyebalkan.

Dia selalu ingin menang, tidak ingin dikalahkan, dan sedikit egois.

"Aku tidak tau mengapa Tuhan menciptakan manusia semenyebalkan dirimu".

"Hey, begini-begini aku populer".

"Ya, dikalangan wanita-wanita bodoh yang mau ditiduri olehmu".

"Aku anggap itu pujian. Berarti aku laku keras".

"Terserah".

Ten memutar matanya malas, mengambil secarik kertas yang tergantung di tempat pemesenan karena mereka kedatangan beberapa pengunjung lagi. "Atau mungkin barang obralan". Dan Ten tersenyum lebar.

"Wow, kasar sekali".

Taeyong menopang dagunya, memandangi Ten yang sedang membuat dua cangkir Espresso. "Asal kau tau saja, aku tidak meniduri mereka. Tidak satupun".

"What a big liar"

"Aku serius. Aku tidak akan menyentuh mereka kalau aku tidak menyukainya"

Ten mengernyit. Dia tidak pernah mendengar Taeyong berbicara selembut ini.

Dia menaruh pesanan di meja, membunyikan bel dan sang pelayan mengambilnya untuk diantarkan kepada pengunjung.

"Aku pikir kau lelaki mesum". Ten menggoda. Taeyong tak sedikitpun menoleh ke arahnya. Hanya terus memandangi kearah jendela.

Taeten StoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang