- 3 -

138 24 3
                                    

"Alamat rumah kamu dimana?" tanyanya membuyarkan lamunanku.

"Jangan, aku gak mau ngerepotin kamu. Aku biasa diantar Papa kok, cuman hari ini Papa ada meeting mendadak" ucapku tidak nyaman.

"Kamu takut sama aku ya?" tanyanya lagi.

"Bukan takut! Aku gak mau repotin kamu" ucapku.

"Gak ngerepotin sama sekali. Nenekku bilang, jangan menolak tawaran baik dari seseorang" ucapnya.

Aku menghisap bibirku sendiri, bingung harus menjawab apa, aku takut dia tersinggung jika aku menolaknya. Tapi kalau menerima tawarannya, aku takut Papa dan Mama mengamuk dan mengira dia pacarku.

Aku kan belum diizinin pacaran....

Kalau diomelin gimana? Aduh aku harus gimana?. Kalau Bang Aksa tahu gimana? Bisa diledekkin terus nanti!.

"Kalau kamu gak mau gak apa-apa" ucapnya.

Aku menghela napas, ingin menjawab tawarannya, tapi bel tanda masuk kelas berdentang, aku mengurungkan niatku, dan ia membalikkan tubuhnya, tidak berniat menagih jawabanku untuk tawarannya lagi.

~

Aku berjalan pelan dibelakang lelaki yang sudah menolongku tadi, berniat menyusulnya.

"Kenapa? Jangan berdiri dibelakang begitu!" ucapnya yang menghentikan langkahnya tiba-tiba.

Aku pun refleks ikut menghentikan langkahku, namun karena jarak yang memang benar-benar dekat, kepalaku menubruk kepalanya.

Dug!.

Kepalaku tidak sakit, tapi aku yakin itu cukup keras, membuat lelaki itu kesakitan.

Ia membalikan tubuhnya, mensejajarkan tingginya dengan tinggiku.

Lelaki ini tinggi, sekitar 185 cm, sementara tinggiku hanya 162 cm.

"Kamu berubah pikiran?" tanyanya.

Aku menggeleng, "Terimakasih untuk tisu dan minumannya, aku akan buatkan kamu nasi goreng besok. Kalau berangkat bersama....".

Lelaki itu menaikkan alis kirinya, meminta aku untuk meneruskan ucapanku.

"Aku gak bisa terima tawaran baik kamu, aku belum kenal kamu!" ucapku refkleks menutupi mulutku.

Lelaki itu tersenyum geli, manis sekali! Ternyata, lelaki ini memiliki senyum se-manis madu.

"Karena kamu belum tau namaku, jadi kamu gak bisa terima tawaranku?" lelaki itu mengangguk-angguk, kemudian mengulurkan tangan kanannya dihadapanku, sementara satu tangan kirinya dimasukkan ke sakunya.

Rasanya jantungku berhenti berdetak saat itu juga, lelaki ini.... Benar-benar penuh kejutan!.

Sikapnya yang dewasa, wajahnya yang manis, serta ucapannya yang sopan, rasanya aku merasa akan mendapatkan teman baik lelaki disekolah ini.

"Namaku Mario, Mario Panji Dewangga. Panggil aja Mario" ucapnya memandang wajahku dengan senyum tipisnya.

Ku sambut uluran tangannya, "Amara Zahra Theana".

Banjarbaru, 17 Juli 2018.

AMARIO (The Our Story)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang