-
-
Lubna menopang dagunya dengan tangan kiri, sedangkan tangan yang lain mengaduk teh tanpa semangat. Pasalnya di kepala Lubna siang ini masih terbayang jelas wajah Dini yang terus mengawasi dia juga Senin saat makan malam akhir pekan lalu.
Apalagi terang-terangan sang calon mertua meminta Senin untuk segera melamar Lubna daripada terjadi hal yang aneh-aneh.
Dan Lubna bukan perempuan bodoh yang tidak paham maksud Dini soal "hal yang aneh-aneh". Kepala Lubna mendadak pening.
Sepertinya, kejadian Sabtu kemarin akan selalu menjadi momok bagi Lubna sampai kapanpun. Entah di mana otak Lubna kala itu. Sudah merusak dapur orang, dia malah kepergok di kamar berdua, dan -
Sudahlah. Lubna rasanya ingin menghilang saja sekarang.
"Ngelamun aja lo! Kenapa sih?" tanya Tio yang entah dari mana tiba-tiba sudah masuk ke dalam pantry dan duduk di sebelah Lubna. "Gue aja yang lagi pening ngejar-ngejar penulis aja santai."
Kepala Lubna mendongak. "Pernah enggak sih lo kepergok kissing di depan calon mertua lo sendiri? Di dalam kamar lagi."
Tio yang baru akan mengambil gelas miliknya dari dalam kabinet, tercenung. Dengan kening mengernyit dalam, dia mengambil kopi dan berencana menjemput toples gula di sisi Lubna.
"Pernah sih. Tapi enggak di kamar juga lah. Gila kali," jawab Tio menuangkan air panas dari dalam dispenser. Baru saja dia akan mengaduk minumannya, bibir Tio menganga. Kopi yang belum sempat dia aduk, bahkan harus rela disisihkan begitu saja.
"Sebentar. Seriously?! Jangan bilang lo..."
Pupil Lubna bergerak malas. Dia lalu meringis dan menutup mukanya malu-malu. Dari gerak-gerik Lubna, Tio tahu apa jawabannya. Lantas tanpa bisa ditahan lelaki itu justru tergelak, sampai-sampai suara tawanya memenuhi pantry siang ini.
"Kok bisa? Emang lo sama Mas Sena enggak pernah main sebelumnya? Sampai kepergok kayak gitu?"
Bibir Lubna mengerucut, sebuah tabokan keras langsung membuat bibir Tio berdenyut nyeri.
"Ngomongnya bisa enggak sih direm dikit. Kalau yang lain dengar dan ngira yang enggak-enggak gimana?" cerocos Lubna. "Pakai sebut kata main segala lagi. Ambigu lo."
"Ambigu sih ambigu, enggak pakai tabok juga kali."
"Sorry." Lubna menyesap teh di gelasnya sedikit demi sedikit. "Dan lo tahu, sekarang nyokapnya malah minta gue buru-buru nikah sama Masnya. Pusing gue."
"Bagus lah," komentar Tio sembari mencicipi racikan kopi buatannya. "Lebih cepat lebih baik kali Lu."
"Masalahnya man-" Mulut Lubna langsung terkunci. Hampir saja dia keceplosan dan menyebut soal mantan Senin di depan Tio.
KAMU SEDANG MEMBACA
[SUDAH TERBIT] Katanya, Ini Dongeng Soal Cinta
Roman d'amour[BAHAGIA] - - Tentang Lubna Chalid. Perempuan yang selalu berpikir bila dunia itu seindah dalam dongeng, hanya dengan mengalahkan raksasa ganas, penyihir jahat, ataupun mendapatkan ciuman pangeran berkuda putih, maka hidupnya akan bahagia untuk sela...