Tekan bintang (★) terlebih dulu. Selamat membaca 😊
Ting.
Ting.
Ting.
Bunyi lonceng yang terdengar samar-samar mengusik Gin dari tidur nyenyaknya. Kepekaan telinga Gin yang sangat sensitif membuat bunyi lonceng itu terdengar bergaung-gaung di telinganya. Dan itu sangat mengganggu.
Gin mendesah keras dalam tidurnya dan beberapa kali mengganti posisi tidurnya, berharap bunyi lonceng itu segera berlalu. Menit demi menit terlewati, namun yang ada bunyi lonceng itu malah berdentang lebih keras dari sebelumnya. Bangun dengan rasa kesal, Gin menghentak-hentakkan kakinya dan melangkahkan kakinya keluar Gua Dalbit untuk mencari si pembuat onar yang berani-beraninya mengganggu tidur nyenyaknya.
Setelah Gin keluar dari guanya, bunyi lonceng itu mendadak hilang seketika. Hutan kembali sunyi senyap walaupun suara binatang nokturnal tetap terdengar sesekali. Tapi frekuensi suaranya tentu saja tak sampai membuat Gin terganggu.
Gin menggeram keras, merasa si pemilik lonceng punya nyali juga untuk bermain-main dengan kesabarannya. Gumiho itu mencoba merasakan kehadiran makhluk lain di sekitar kediamannya melalui penciumannya yang tajam, namun tak ada siapa-siapa di balik pepohonan maupun semak-semak besar di sekeliling guanya.
Tak menemukan hasil apa-apa, Gin mendesah pelan dan akan berlalu kembali masuk dalam guanya sebelum suara serak menginterupsi langkahnya.
"Gumiho-nim, berhenti."
Gin seketika membalikkan badannya dan mendapati tak ada presensi seorang pun di hadapannya. Sama seperti sebelumnya.
Gin menatap nyalang udara kosong di depannya. "Siapa di sana?! Keluar sekarang juga!" tanya Gin dengan gestur waspadanya.
Tiba-tiba, udara kosong di depan Gin membentuk wujud seorang pria paruh baya. Baju tradisional yang dipakainya yang berwarna putih bersih akan membuat semua makhluk sejenis Gin langsung tahu siapa orang di depannya dari busana yang dikenakannya.
"Ah, utusan dari kayangan rupanya," gumam Gin pelan.
Menyadari keadaan yang tak wajar terjadi, Gin langsung bertanya terus terang pada sang utusan. "Hal apa yang membawamu kemari, utusan?"
"Dewa memanggilmu, Gumiho-nim. Aku diutus untuk menjemputmu," balas sang utusan dengan suara tenang sebagaimana pembawaannya.
Gin mengerutkan dahinya heran mendapati bahwa Dewa yang berabad-abad ini memainkan takdirnya memanggilnya. Sungguh mencurigakan. Rasa penasaran yang membumbung dalam dirinya membuatnya segera mengiyakan ucapan sang utusan.
"Baiklah. Bawa aku ke sana, utusan."
Maka, sang utusan pun mempersilahkan Gin untuk berdiri di sisinya dan Gin menurutinya. Sang utusan pun memejamkan matanya begitu juga Gin di sampingnya. Tak butuh waktu lama, mereka pun hilang dalam sekejap. Berteleportasi menuju kayangan.
***
Gin dan sang utusan tiba di depan gerbang emas yang menjulang tinggi menembus awan di atasnya. Istana sang Dewa sendiri berdiri di atas awan yang besar dan pijakannya terasa lembut seperti permen kapas. Gerbang itu otomatis terbuka lalu sang utusan mengisyaratkan Gin untuk mengikutinya.
Istana itu masih sama seperti terakhir kali Gin ke sini. Tetap indah namun mengintimidasi siapapun yang masuk ke sana. Dan sampailah mereka pada ruangan singgasana Dewa yang luasnya sendiri sama seperti kompleks Istana Deoksugung di Seoul.
Ruangan itu bernuansakan emas dan perak yang sangat menggambarkan kekuasaan Sang Dewa berikut lantainya yang tembus pandang sehingga tampak sungai bertahtakan mutiara mengalir di bawah sana. Sungai itu merupakan air suci dan sungguh keberkahan bagi mereka yang dapat meminumnya karena khasiat keabadian dan kesaktiannya.
KAMU SEDANG MEMBACA
Gumiho :: Anathema [✔]
FantasyMasa liburan pasti dinantikan semua orang termasuk oleh Jeon Yeonwoo. Sayangnya, ibunya malah menyuruhnya pergi ke desa dimana kakeknya tinggal yang terletak di kaki gunung Taebaek. Dengan penuh keterpaksaan, dia menghabiskan liburannya disana. Kono...