#6 Mama - Prolog

3 1 0
                                    

"And with that single promise, i become the son I am today"

"Hoseok-ah..tutup matamu".


Tidak.

Aku seketika membuka mataku.

Kuhembuskan nafas yang sedari tadi tertahan.
Jika lebih lama mungkin aku akan mati.

Perlahan aku mencoba menenangkan nafas yang tersengal ini.

Aku meraih botol obat disamping tempat tidurku.
Dua butir kapsul putih itu langsung ku minum.

Perlahan nafasku mulai teratur.

Aku mencoba kembali memejamkan mata.
Sayangnya, aku tidak akan pernah bisa tidur lagi setiap habis memimpikan hal ini.

Aku menatap atap warna biru yang ada di atasku.

Lagi-lagi mimpi itu muncul.

Ditempat yang sama.
Waktu yang sama.
Dan rasa yang sama.

Mimpi layaknya sebuah layar proyektor yang memutar ulang adegan ketika ibu meninggalkanku 10 tahun lalu.

Ibu yang meninggalkanku di taman hiburan saat hampir senja.
Ia meninggalkan rasa sepi dan takut yang tidak hilang bahkan ketika usiaku terus bertambah.

Mungkin bisa seumur hidupku.

Ibu meninggalkan aku seorang diri di taman hiburan.
Saat itu aku hanya anak berusia 7 tahun yang tidak tahu apa-apa.

Ibu pergi tanpa meninggalkan pesan apapun.
Dia hanya memintaku menutup mata dan berhitung sampai 10.

Saat aku membuka mata pada hitungan ke-9, ibu tidak ada.
Ia hanya meninggalkan satu bungkus coklat bar disampingku.

Bagaimanapun aku menunggu ibu tidak pernah datang.

"Ibu hanya pergi sebentar. Ibu akan segera kembali dan kami akan berkumpul lagi."

"Tidak papa."

"Hoseok adalah anak lelaki yang berani."
"Harus berani agar bisa menjaga ibu."
"Tidak boleh menangis. Ibu tidak suka anak cengeng."

Setidaknya dengan modal kepercayaan itu aku berjuang menunggu ibu.

Hari mulai gelap dan ibu tidak kunjung menjemputku.
Aku terus mencoba menahan walau air mataku terus berusaha merembes keluar.

Saat petugas taman hiburan membujukku, pertahananku hancur.
Air mataku mengalir dengan derasnya.

Mereka mencoba menenangkan diriku namun aku sendiri tidak tahu caranya menghentikan air mata ini.

Aku merasakan perasaan lain dihatiku.
Seperti rasa yang sama ketika permenku di ambil oleh teman sekolahku?

Tidak.

Itu lebih dari ketika aku kehilangan permen.

Aku ingin ibu lebih dari permenku.
Bahkan 1000 kali lebih besar.

Dan ibu tidak pernah kembali.

*****

Seseorang dari taman hiburan dan seorang yang aku lihat mengenakan pakaian polisi mengantarku ke sebuah rumah yang ukurannya besar.

Your M(a)yTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang