Chapter 13

1K 138 76
                                    

Tanggal 22 April 2017, pagi hari di pertengahan musim semi, udara hangat melingkupi Kota Seoul. Sinar mentari menembus kaca jendela kecil sebuah kamar, hingga bias sinarnya sampai pada penghuninya. Setelah menyisir rapi surai hitamnya, Heechul bergerak menuju meja nakas di samping tempat tidur. Sebuket bunga dandelion liar yang terlihat masih segar dan ditata layaknya bunga-bunga hias yang dijual di toko bunga tergeletak di atasnya. Diambilnya bunga dandelion itu dan ditatapnya sebentar sebelum kakinya melangkah keluar dari kamar.

Pergerakannya terhenti setelah membuka pintu, ketika dilihatnya Jongwoon berjalan pelan menuruni tangga. Jongwoon yang sudah berseragam sekolah lengkap itu tampak terkejut. Niatannya untuk pergi diam-diam ke sekolah nampaknya tidak berjalan mulus. Meskipun diliputi rasa takut, Jongwoon tetap menyeret kakinya menuruni tangga. Wajah Heechul yang tampak mengeras, membuat Jongwoon hanya mampu menunduk saat berhadapan dengan ayahnya.

"Appa, bolehkah aku pergi ke sekolah?" Tanya Jongwoon dengan hati-hati.

Jantungnya berdetak kencang dan dia juga merasakan kakinya sedikit bergetar. Namun Jongwoon sama sekali tidak berniat untuk mundur. Dia sudah bersusah payah mendapatkan beasiswa hingga dapat bersekolah di SMA Jungsang. Tidak mungkin dia akan melepaskannya begitu saja.

Heechul mengepalkan kedua tangannya erat, hingga bunga dandelion yang dia genggam dengan tangan kanannya ikut teremas. Mendengar kata Jungsang yang keluar dari mulut Jongwoon, membuat amarahnya semakin menumpuk dan siap meledak kapan saja.

"Aku mohon appa. Biarkan aku sekolah. Appa boleh melakukan apapun padaku, tapi tolong izinkan aku untuk tetap bersekolah di Jungsang."

Karena tidak kunjung mendengar jawaban dari sang ayah, Jongwoon memberanikan diri untuk mengangkat kepala dan menatap langsung mata ayahnya.

Mata itu sedang menatap tajam ke arahnya. Jongwoon bisa merasakan amarah dan kebencian dari mata itu. Hatinya selalu sakit setiap kali ayahnya melayangkan tatapan itu padanya. Bahkan jauh lebih sakit dari luka-luka yang pernah pria itu torehkan ditubuhnya. Rasanya seperti ada pisau tak kasat mata yang menghunus tepat ke jantungnya.

"Memang apa salahnya aku sekolah disana?"

Lagi-lagi Heechul tidak menjawab.

"Setidaknya appa beri tahu aku alasannya, agar aku bisa mengerti."

Jongwoon kembali menunduk saat Heechul mendekat padanya. Bisa dia lihat jari-jari ayahnya yang memutih karena mengepal terlalu erat. Dan saat tangan Heechul terulur padanya, Jongwoon langsung menutup matanya erat-erat bersiap menerima pukulan atau perlakuan kasar lain yang biasa ayahnya layangkan pada dirinya.

Tangan kiri Heechul mendarat di bahu Jongwoon, meremasnya kuat, hingga membuat Jongwoon sedikit meringis. Disela-sela emosinya yang sudah akan meluap, Heechul bergelut memikirkan apa yang harus dia lakukan. Bibirnya sempat bergerak hendak mengatakan sesuatu, tapi dia buru-buru menutupnya rapat.

Pada akhirnya, dia melepaskan cengkeramannya pada bahu Jongwoon. Lalu berbalik hendak meninggalkan ruang tengah. Namun sebelum benar-benar meninggalkan ruangan itu, dia menghentikan langkah kakinya.
"Kau boleh pergi..." Ujarnya sebelum beranjak keluar dari rumah.

Dari tempatnya berdiri, Jongwoon hanya terpaku menatap punggung ayahnya yang menghilang di balik pintu. Dia merasa lega karena diizinkan untuk pergi ke sekolah. Namun dia masih bingung dengan sikap ayahnya, yang tiba-tiba saja berubah pikiran. Padahal jelas-jelas tadi pria itu terlihat marah saat melihatnya yang mengenakan seragam sekolah.

Dan lagi, dia belum tahu alasan sebenarnya pria itu tidak senang jika Jongwoon bersekolah di SMA Jungsang. Sepertinya Heechul sama sekali tidak berniat untuk mengatakan apa yang sebenarnya terjadi. Sama halnya saat dia bertanya-tanya tentang kematian ibunya. Jongwoon benar-benar tidak mengerti dengan sikap ayahnya yang terkesan menyembunyikan semuanya darinya.

Suffer Boy (Completed)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang