Semua terasa berbeda sekarang.
Kukuh tidak sekedar omong kosong saat mengatakan bahwa aku akan menjadi prioritasnya. Kadang, itu membuatku tidak enak hati. Meski, tidak bohong, aku cukup menikmati peran seperti ini. Ketika Kukuh mulai mengabari hal - hal kecil yang dia akan lakukan di luar kantor.
Kukuh mengatakan padaku, setelah Iska, dia tidak lagi dekat dengan siapapun sejauh ini. Dia bilang, tidak ada yang cukup berhasil menyentuh hatinya seperti yang aku lakukan.
Meski aku tidak tahu, di bagian mana aku cukup berhasil menyentuh hatinya.
"Ngomong - ngomong, Tis, aku enggak pernah bilang ke ibu kalau kita putus--sebentar, biar aku jelaskan." Kukuh menahan kata - kataku yang hendak protes saat mendengar pengakuannya.
Tidak Alfian, tidak Kukuh, mengapa sulit bagi mereka menjelaskan ke ibu masing - masing bahwa hubungannya denganku sudah berakhir. Saat aku mengatakan selesai dengan Kukuh, aku juga memintanya menyampaikan maafku untuk dokter Hera yang baik hati. Tapi dia malah enggak bilang apa - apa pada ibunya.
"Menurutku, lebih baik ibu enggak perlu tahu mengenai masalah kita kemarin yang pura - pura atau drama apapun di balik itu. Aku cuma ingin ibu mendengar hal - hal baik dari kita." Terangnya.
"Terus kalau ibu kamu tanya, selama ini aku kemana saja? Bagaimana aku menjawabnya, Kuh?"
"Sibuk." Jawab Kukuh cepat sementara konsentrasinya terpusat pada jari - jariku yang berada di pangkuannya.
Saat ibu meninggal, dokter Hera mengucapkan belasungkawa-nya melalui Kukuh. Karena saat itu beliau sedang menghadiri seminar di Amsterdam, yang kupikir ketika itu, mungkin dokter Hera sudah mengetahui berakhirnya hubungan kami atau apapun alasan yang kukira Kukuh sudah katakan ke ibunya.
"Alasan basi itu," aku mendesah lelah.
Bagaimanapun juga, dokter Hera terlalu baik untuk tidak dikunjungi sebagai ibu dari pacarku. Maksudku, alasan sibuk sangat tidak etis, mengingat betapa baiknya sikap beliau terhadapku.
"Atau bisa bilang, kita sempat break dan sekarang pacaran lagi." Aku memutar mata ke arahnya, Kukuh tertawa.
"Apakah dokter Hera pernah nanyain aku?" Tanyaku hati - hati, tidak ingin dianggap terlalu percaya diri juga.
Mengingat betapa sibuknya kegiatan dokter Hera dengan profesinya itu.
"Selalu." Kukuh mengangkat wajahnya, menatapku. "Setiap ketemu, nanyain. Kalau lagi makan bareng, nanyain. Pernah saat telepon untuk bicarain hal lain, ujungnya malah nanya 'Tities gimana kabarnya, Dek?'"
Aku tertawa, Kukuh menirukan logat Jawa kental ibunya. Dan gagal.
"Adek banget?" Ledekku pada Kukuh, dia melirikku dengan tatapan kesal yang kekanak - kanakan.
Membuatku gemas.
Sekarang, dia menyandarkan kepalanya di bahuku. Hal baru yang kuketahui tentang Kukuh adalah sifat super manja yang tersembunyi selama ini dengan pembawaannya yang bijaksana dan ramah.
Siapa sangka, pendiri Turangga Herba yang terlihat penuh wibawa di sebelahku ternyata tidak jauh berbeda dengan anak kecil yang baru pertama masuk sekolah. Manja.
"Aku heran, kalau kamu semanja ini, kok dokter Hera melepasmu kuliah di Luar Negeri?"
"Itu aja ditelepon setiap minggu sampai empat atau lima semester, terus aku mulai sibuk kerja part time dan kuliah. Ibu baru berhenti telepon dan mulai kirim email atau sms. Meskipun ujung - ujungnya memaksa untuk webcam. Jaman itu video call lewat skype belum booming." Cerita Kukuh.
"Ya ampun, tua banget kamu ya!" Ledekku lagi.
Kukuh mengangkat kepalanya dari bahuku dan mencubit pipiku dengan keras, spontan saja kutepuk tangannya untuk melepaskan.
"Makanya yang sopan! Panggil Mas dong, Tis." Pintanya, aku menggeleng dengan cepat.
"Kamu gak se-berkilau itu untuk dipanggil 'mas'." Aku menjulurkan lidah ke arahnya sambil menjauh, Kukuh mengangkat kedua alis dengan mimik wajah tidak percaya, kemudian tertawa.
"Apa aku harus jualan bakso agar kamu panggil 'Mas'?" Kini tangannya merangkul pinggangku, menarikku kembali agar dekat dengannya.
"Apaan sih!" Omelku, sambil berusaha melepaskan diri darinya.
Kami memang memilih menghabiskan waktu berdua di rumah. Sudah bukan waktunya jalan berdua di mall, berpegangan tangan. Tanpa seorang bayi atau belanjaan yang bisa kami bawa, setidaknya.
Kukuh terus menggoda dengan berusaha menarikku duduk di dekatnya, sementara aku mengelak dan melawannya agar melepaskanku. Membuatnya malah semakin semangat merangkul pinggangku.
Begitu mendengar suara motor Tiara yang berhenti di depan dan selanjutnya suara pintu pagar dibuka, membuatku serta merta melepaskan diri dari usaha Kukuh yang memaksaku agar duduk di sebelahnya. Kukuh juga langsung menjauhkan tangannya dariku.
Tiara mengucap salam begitu memasuki pintu rumah, tidak kaget melihat Kukuh yang sekarang bersandar di sofa sambil menjawab salamnya.
Tentu saja, adikku itu sudah tahu mengenai hubungan kami. Sejak pertama kali aku memberikan jawaban padanya, Kukuh rutin mengantar jemputku. Prioritas, katanya.
"Shift dua, Ra?" Tanya Kukuh, adikku mengangguk lelah dan mendaratkan bokongnya di sofa sebelah kami.
"Kok pada gugup? Aku datang di saat yang enggak tepat ya?" Tiara mengerling ke arahku, yang kubalas dengan pelototan.
Apa - apaan!
Kukuh berdeham pelan dan menjawab dengan santai. "Untung kamu datang, Ra. Kalau enggak, aduh. Enggak tahu lagi deh apa yang akan terjadi."
Aku mencubit pinggangnya, Kukuh mengaduh pelan sambil terkekeh dan meraih kepalaku. Spontan, mengecup puncak kepalaku.
Tiara langsung berdiri dan mengangkat tangannya.
"Mending aku masuk dan bersih - bersih deh." Pamitnya dan langsung masuk ke dalam kamar.
Aku langsung menatap Kukuh kesal, dia hanya mesem - mesem meminta maaf.
"Kelepasan." Bisiknya membuat mataku semakin melebar galak. "Makanya jadi orang itu jangan menggemaskan banget!" Dia malah menyalahkanku.
"Dasar bos ya, enggak mau salah. Semua kesalahan dilempar ke karyawan." Balasku sengit.
"Tapi kalau kamu, karyawan kesayangan." Godanya dengan suara lirih manja yang dibuat - buat, sementara tangannya menjawil pipiku.
"Gombal!" Desisku, Kukuh terkekeh pelan.
***
Selanjutnya, bisa dibaca lengkap di KBM Aplikasi 🙏🙏🙏
KAMU SEDANG MEMBACA
SILHOUETTE (Lengkap Di KBM & KaryaKarsa)
ChickLitBACA LENGKAP DI KBM APLIKASI / KARYAKARSA... Apa bedanya siluet dan bayang - bayang? Keduanya berupa objek gelap efek luminitas cahaya latar belakang atau pantulan objek utama. Keduanya, sama. Tak kentara. Dunia kita berbeda.