DUA PULUH TUJUH

16.7K 4.1K 547
                                    

Arthur menyapa kami semua dengan ramah. Tak lupa mengelus kepala Danish yang sudah tegang sejak Arthur memasuki pintu restoran.

"So, kalian balikkan?"  Pertanyaan retorik Arthur digunakan sebagai kalimat pembukanya. Sekarang, dia sudah duduk dengan nyaman di sebelah Kukuh.

Berhadapan dengan Danish yang memasang wajah perang.

"Jadi ada yang berantem, Tis. Aku sih pengen mereka baikan lagi. Biar bisa mesra terus kayak kita." Kukuh menunjuk Danish dengan dagu.

Dan tatapan yang dilayangkan Danish seperti ingin memotong - motong Kukuh dengan sadis.

Aku menunduk dan mengusap kening sambil melirik Danish yang kehilangan kata - kata.

Ternyata Kukuh tahu bahwa mereka bertengkar, tapi aku yakin dia tidak tahu sebabnya.

Makan siang kami hanya berisi obrolan pria. Danish masih memasang wajah marah, sementara Kukuh mulai terlihat tidak enak padanya.

Kukuh melirikku, mengisyaratkan agar aku membuka ponsel. Ternyata dia mengirimkan pesan.

Arthur minta waktu utk bicara sama Danish, kita duluan pergi berdua gak apa kan?

Aku menggelengkan kepala tidak percaya pada pesannya. Tapi aku bisa apa?

Kukuh berdiri lebih dulu dan mengatakan pada Arthur untuk membawa Danish kembali ke kantor, dia beralasan ingin membawaku ke rumah orangtuanya.

Jam makan siang dan kami sudah makan?

Luar biasa! Kamu memang gak pandai bohong, Kuh!

Begitu sampai di mobilnya, Kukuh masih menoleh ke arah dalam restoran.

"Danish gak mungkin buat keributan di tempat ramai kan?" Tanyanya dengan wajah ngeri.

Aku mengangkat alis dan mengedikkan bahu.

"Kamu tuh--kita gak perlu ikut campur urusan mereka, Pak!" Omelku kesal dan menekankan panggilan 'Pak' agar dia tahu aku sangat kesal.

"Aku cuma mau coba bantu Arthur. Danish enggak mau jawab teleponnya atau diajak ketemu." Dia membela diri.

"Tapi itu bukan kapasitas kamu melakukan ini."

"Aku cuma mempertemukan, setelah itu biar mereka bicara dan selesaikan masalahnya." Aku menghembuskan napas lelah. "Itu juga yang aku mau, Tis. Suatu saat kalau ada masalah di antara kita, bicara! Jangan lari menghindar." Dia berpesan, membuatku mengerutkan kening.

"Sekarang kita mau kemana? Enggak beneran ke rumah kamu kan?" Aku mengalihkan pembicaraan.

"Kantor. Aku gak mau mereka berpikir bahwa pacaran denganku membuatmu menggunakan jam kerja untuk main - main." Kukuh mulai mengemudikan mobilnya kembali ke kantor.

Oh pak CEO dan sikap baiknya.

"Ngomong - ngomong, apa kamu tahu masalah Danish dan Arthur? Mungkin Danish curhat, sesama perempuan?" Kukuh melayangkan pertanyaan yang paling ingin kuhindari.

Aku menggeleng pelan dan berdusta. "Kita gak saling ikut campur untuk urusan itu."

Dusta pertama setelah resmi berpacaran dengannya.

"Danish sepertinya marah banget ke Arthur. Seolah - olah, Arthur baru saja menginjak - injak harga dirinya." Kukuh bergumam.

"Apa kamu selalu seperhatian itu sama karyawan - karyawanmu?" Kualihkan lagi topik pembicaraan kami.

"Kamu cemburu, hm?" Dia mendelik sambil tersenyum , membuatku menggeleng tak percaya dengan ledekkannya. "Sebagai Mr. K, kamu harus siap berbagi aku dengan ribuan orang. Tapi sebagai Kukuh, kupastikan perhatianku hanya terpusat padamu."

SILHOUETTE (Lengkap Di KBM & KaryaKarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang