Part 4

7.1K 749 7
                                    

"Itu namanya senjata makan tuan, bukan senjata di makan tuan."

Qilla duduk di sofa dengan gugup. Tangannya sudah berkeringat sedari tadi. Ini semua salah Dewa! Ayahnya tidak mungkin berbicara dengan nada seperti itu jika Dewa tidak memberitahukan semuanya.

"Jawab Qill." Nada mengejek yang Dewa gunakan membuat Qilla menatap pria itu dengan tajam. Ingatkan dia untuk memberi perhitungan pada pria itu setelah ini.

"Qilla habis main sama Syasa," jawab Qilla sambil menunduk, tidak berani menatap ayahnya.

"Terus siapa lagi?" Qilla menggigit bibirnya bingung. Jika berbohong pun akan percuma karena Dewa pasti sudah memberitahu semuanya.

"Adit."

"Siapa Adit?" tanya Ayah Qilla lagi.

"Temen Qilla."

"Cuma temen?" Kali ini Dewa yang menyahut membuat Qilla menatapnya tajam.

"Belum pacaran kok Yah, 'kan nggak boleh pacaran dulu," sahut Qilla mencoba untuk menarik simpati ayahnya.

"Kalo belum pacaran ngapain ngumpet-ngumpet gitu? Besok suruh Adit itu datang, Ayah mau ketemu."

"Loh Pak kok disuruh ke sini?" tanya Dewa tidak terima. Badannya sudah duduk dengan tegak, tidak santai seperti tadi.

"Ayah pingin kenal dulu, kalo cocok baru kasih lampu hijau." Qilla mendongak mendengar ucapan ayahnya. Tidak ada nada marah di sana, bahkan pria paruh baya itu terkekeh kecil menikmati ketakutan anaknya.

"Ayah serius? Nggak bohong?"

"Nggak bisa gitu dong Pak, Qilla 'kan nggak dibolehin pacaran?" Dewa kembali berbicara membuat Qilla menatapnya kesal.

"Bapak bukan ngelarang Qilla, Dewa. Bapak cuma pingin yang terbaik buat Qilla."

"Wihh Ayah terbaik memang!" pekik Qilla bahagia dan memeluk ayahnya dari samping.

Qilla sedikit melirik ke arah Dewa yang mengerutkan dahinya kesal. Saat Dewa meliriknya, Qilla tidak membuang kesempatan lagi untuk meledek pria itu. Lidah Qilla terulur ke arah Dewa dan pria itu hanya memandangnya datar.

"Yes, lampu ijo!" ucap Qilla tanpa suara pada Dewa yang masih meliriknya kesal.

"Ya udah Yah, Qilla mau ke kamar dulu."

"Besok suruh Adit-Adit itu dateng ke rumah."

Qilla berdiri tegak dan memberikan hormat pada ayahnya, "Siap kanjeng romo!"

Sebelum benar-benar pergi Qilla menyempatkan diri untuk menghampiri Dewa. Qilla mendekatkan wajahnya pada pria itu dan memasang mimik wajah yang dibuat sedih dan bingung. Sedetik kemudian dia kembali berbicara dengan ekspresi yang berbeda, "Mamam tuh senjata makan tuan!" Qilla tertawa dan segera berlari sebelum Dewa menangkapnya.

***

Pagi telah datang, Qilla menuruni tangga rumahnya dengan masih menggunakan pakaian tidurnya. Sepertinya gadis itu belum ingin menyentuh air terlebih dahulu, padahal jam dinding sudah menunjukkan pukul 7 pagi.

SADEWA (SELESAI)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang