"Shh ahh... Yah shhh lebih cepat shh"
"Shit! Sempith sekali!"
"Ahh moreh ahhh shhh disanah shhh"
"Aku shhh sudah ahh tak tahan shh ahhh lagihhhh"
"Ahhhh"
BYURRRR
"OH SEHUN! IREONA! INI SUDAH PAGI! KAU MAU TERLAMBAT KE SEKOLAH, EOH!" teriak seorang yeoja paruhbaya yang berusaha membangunkan seorang namja yang masih tertidur pulas di tempat tidurnya.
"Eomma! Kenapa mengguyurku? Aku sudah bangun kok..." balas namja yang kini sudah basah kuyup terkena air sambil mengucek matanya yang masih setengah terpejam.
"Belajarlah dewasa sedikit! Kau ini sudah SMA tapi masih saja malas untuk bangun pagi! Cepat mandi! Kau bisa terlambat ke sekolah! Eomma tak mau jika harus di panggil kepala sekolahmu lagi karena kau yang sering terlambat!"
Ujar Nyonya Oh kesal dengan kelakuan anak sulungnya itu.
"Eomma dimana sepatuku?" Teriak namja lainnya dari lantai bawah, tepatnya di ruang makan.
"Cepat bangun! Sehan saja sudah siap mau berangkat ke sekolah! Tak ada waktu untuk tidur lagi!" Bentak nyonya Oh membuat Sehun bangun dengan malasnya. Ia melangkahkan kakinya ke dalam kamar mandinya dengan setengah sadar.
"Dasar! Kapan dia dewasanya sih? Ck!" Keluh nyonya Oh dan keluar dari kamar itu.
30 menit kemudian...
Nyonya Oh sudah selesai menyiapkan sarapan untuk suami serta kedua anaknya. Namun sang anak sulung sudah belum juga keluar dari kamarnya. Ia pun kesal dan memutuskan untuk kembali ke kamar anak sulungnya itu.
"OH SEHUN! IREONA! KENAPA TIDUR LAGI? KAU HARUS SEKOLAH!" Teriak Nyonya Oh bertambah nyaring saat melihat anak sulungnya tertidur lagi di tempat tidurnya.
"Ne, eomma... Hoammm..." Sehun kembali mengucek matanya dan berjalan ke kamar mandi dengan malas.
"10 menit kau belum ada di meja makan, eomma tidak akan memberikanmu uang jajan selama sebulan. Arra?" Ujar Nyonya Oh.
"Mwo? Jebal... Jangan eomma... Jangan..." Sehun memohon di hadapan eommanya.
"Sudah cepat kau mandi! Atau eomma benar-benar akan menarik uang jajanmu!" Ancam nyonya Oh.
"Arra arra..." Sehun pun segera melesat ke dalam kamar mandinya.
SKIP
Kini Sehun sudah berada di meja makan. Ia sudah mengenakan seragamnya dan sarapan bersama kedua orangtuanya serta adik kecilnya. Hanya sarapan sederhana seperti keluarga biasanya. Namun yang tak biasa adalah Sehun.
"Hyung? Kau kenapa? Kenapa daritadi melamun sambil senyum-senyum seperti itu? Hyung sakit?" Tanya namja berseragam putih-biru yang duduk di samping Sehun.
"Ya kau bocah! Diam saja! Tak usah ikut campur!" Balas Sehun.
"Hyung! Aku kan cuma bertanya saja. Apa salahnya sih?" Balas Sehan tak suka.
"Sudah... Sudah... Jangan bertengkar seperti anak kecil. Kalian sudah sama-sama besar, kan? Apalagi kau, Sehun. Kau ini sudah kelas 2 SMA. Bersikaplah dewasa sedikit. Masa kau kalah dengan adikmu yang masih kelas 3 SMP?" Ujar Nyonya Oh membandingkan kedua anaknya.
"Kenapa eomma terus membandingkan aku dengannya? Ahh aku sudah tak berselera makan." Sehun pun bangkit dan menyelesaikan sarapannya.
"Ya! Ya! Kau mau kemana? Habisakan sarapanmu! Ya! Oh Sehun!" Teriak Nyonya Oh namun tak digubris sedikit pun oleh Sehun.
"Apa-apaan! Selalu saja membandingkan aku dan Sehan! Memang apa lebihnya dia? Dia saja masih bocah!" Gerutu Sehun sambil mengayuh sepedanya untuk pergi ke sekolah.
Tinnnn
BRAKK
"Auuu" teriak Sehun. Ia melihat siku kirinya berdarah.
"Aishh mobil sialan! Tak tahu jalankah dia? Shit!" Teriak Sehun kesal. Ia mencoba bangun dan mengambil sepedanya kembali.
"Ahhh mianhae... Nan gwenchana?" Tanya seseorang. Sehun sangat yakin jika orang itu yang tadi menabraknya hingga terjatuh dan membuatnya terluka seperti itu.
"Ya! Kau harusnya ha-" Sehun berbalik dan terpesona dengan sosok cantik di hadapannya itu.
GLEK
Sehun menelan salivanya saat matanya menangkap benda kenyal yang dibalut kemeja putih tipis yang dipakai yeoja itu. Pandangan Sehun tak lepas dari benda yang sedikit terekspos itu karena dua kancing atas kemeja putih itu dibuka.
"Nan gwenchana?" Tanya yeoja itu.
"Ahhh ne, gwenchana." Balas Sehun. Ia alihkan pandangan dari benda yang menggoda sosok Oh Sehun itu dan memilih melihat ujung sepatunya.
"Apa kau terluka? Aku bisa mengantarmu ke rumah sakit." Tawar yeoja itu.
"Ahhh ani... Ani... Aku tak apa-apa. Aku permisi dulu..." Sehun segera pergi dari tempat itu tanpa melihat sosok yeoja yang berniat menolongnya tadi. Ia kembali mengayuh sepedanya ke sekolah dengan pikiran campur aduk.
SKIP
Sehun memarkirkan sepedanya di tempat parkir sepeda. Sehun berjalan masuk ke dalam gedung sekolah "Seasons High School". Sehun tak terlalu suka sekolah disini. Karena setiap hari yang ia lihat hanyalah namja. Karena memang sekolah itu adalah sekolah khusus para namja. Guru-guru yang mengajar pun kebanyakan adalah namja. Jika pun ada guru yeoja, pastinya sudah tak muda lagi. Tak ada yang membuat Sehun tertarik di sekolah ini.
Sehun masuk ke dalam kelasnya. Beruntung hari ini ia tidak terlambat. Bel baru saja berbunyi dan guru belum ada yang masuk ke dalam kelasnya. Sehun mendudukkan dirinya di kursinya yang berada di sudut paling belakang. Ia tak begitu suka untuk duduk di barisan depan.
"Selamat pagi anak-anak." Ujar Jung songsaenim. Salah seorang guru wanita yang ada di sekolah itu.
"Pagi songsaenim..." balas semua murid.
"Mulai pagi ini dan beberapa bulan kedepan, songsaenim tidak bisa mengajar disini karena songsaenim harus pergi ke Busan." Jelas Jung songsaenim.
"Yessss! Yuhuuu..." teriak semua murid di kelas itu kecuali Sehun yang tak mendengarkan dan sibuk mengalihkan pandangannya ke jendela yang ada di sampingnya.
Tek Tek Tek Tek
"Diam! Songsaenim belum selesai bicara! Karena songsaenim tidak bisa mengajar kalian, songsaenim akan mengenalkan kalian pada guru sementara yang menggantikan songsaenim sampai songsaenim bisa mengajar lagi. Silakan masuk songsaenim."
Seorang yeoja berambut cokelat panjang masuk ke dalam kelas itu. Semua murid yang notaben nya adalah laki-laki, langsung memandang yeoja itu dengan mata yang tak berkedip. Bahkan ada yang bersiul-siul.
"Annyeonghasaeyo... Jeonun Xi Luhan imnida. Saya guru baru kalian yang akan menggantikan Jung songsaenim sementara." Jelas yeoja berkacamata itu.
"Selamat pagi songsaenim..." balas semua murid di kelas itu. Senyum tak lepas dari wajah semua murid itu. Dan mata mereka tak lepas dari sosok Luhan sang guru baru.
"Baiklah. Saya permisi. Kau bisa memulai pelajarannya guru Xi." Jung songsaenim pun lamit dari kelas itu.
"Baiklah. Cukup perkenalannya dan buka buku kalian!"
Luhan membanting buku-buku besar yang dibawanya ke atas meja guru. Sosoknya jadi berubah 180 derajat dari awal masuk ke kelas. Luhan yang awalnya terlihat ramah kini malah terlihat galak dengan penggaris besi yang ada di tangan kirinya.
"Buka buku kalian di halaman 123." Perintah Luhan. Semua murid pun menuruti apa yang dikatakan Luhan.
"Ya! Apa yang kau lihat? Dimana bukumu? Kau niat belajar atau tidak?" Luhan menghampiri Sehun yang masih memandang keluar jendela tanpa niatan mau mengikuti pelajaran.
"Ahh mi-" Sehun membelalakan matanya saat menatap sosok Luhan.
"Kau? Siapa namamu?" Tanya Luhan pada Sehun yang tiba-tiba mematung.
"Oh Se-Sehun." Jawab Sehun.
"Pulang sekolah nanti, kau harus menemui songsaenim di kantor! Sekarang buka bukumu halaman 123 dan baca dengan keras!" Jelas Luhan dan kembali ke meja guru.
SKIP
Sehun masih berada di kelasnya. Padahal jam sudah menunjukkan pukul 17.00 KST dan sudah waktunya untuk pulang. Namun karena perintah guru baru itu, ia jadi belum boleh pulang dan malah harus menemuinya di kantor guru.
Sehun mengambil tasnya dan berjalan ke kantor guru. Sekolah itu sudah cukup sepi. Ya para murid dan guru lain tentu saja sudah pada pulang apalagi hari ini hari Senin, sama sekali tak ada kegiatan club. Yang ada mungkin hanya beberapa karyawan bagian kebersihan sekolah serta satpam.
TOK TOK TOK
Sehun mengetuk pintu kantor guru. Namun tak mendapat jawaban. Dengan nekat, Sehun langsung menerobos masuk. Ruangan itu sepi. Ia tak menemukan siapapun disana. Bahkan guru baru itu juga tak ada.
"Annyeonghasaeyo... Songsaenim..." panggil Sehun tapi tak ada jawaban.
Karena merasa tak ada orang, Sehun pun memutuskan untuk pulang. Sia-sia ia datang kesini jika tak ada orang. Sehun berbalik dan...
"Ahhh panas..." keluh seorang yeoja yang kemejanya kini sudah penuh dengan tumpahan kopi panas. Ia membuka kancing kedua kemejanya dan memperlihatkan sedikit bagian dadanya yang besar.
"Ahh mianhae songsaenim... mianhae..." Ucap Sehun dan mencari sapu tangan miliknya. Wajah Sehun sudah memerah.
"Ahhh panas..." keluh Luhan karena kopi panas itu mengenai kemeja putihnya.
"Ini saputanganku. Mianhae songsaenim... Aku tak sengaja..." Sehun menyerahkan sapu tangan miliknya untuk Luhan.
"Gwencahana..." Luhan mengelap kemeja putihnya yang kini sudah berubah warna menjadi cokelat karena tumpahan kopi miliknya.
"Mianhae... Songsaenim..." ujar Sehun merasa tak enak. Sungguh baru kali ini ia membuat masalah pada seorang guru -selain nilai jelek tentunya.
"Sudah tak apa. Duduklah. Dan tunggu sebentar." Jelas Luhan dan pergi ke toilet meninggalkan Sehun di meja kerjanya sendiri.
Sehun merasa bosan dan juga mengantuk. Biasanya pulang sekolah ia sudah pulang dan tidur di rumah. Namun sekarang? Ia mesti berurusan dengan seorang guru. Sehun merutuki dirinya kenapa tadi saat di kelas ia tidak memperhatikan guru baru itu dan malah barusan ia membuat masalah baru. Ia yakin ia pasti akan dihukum.
"Bagaimana lukamu?" Tanya seseorang membuat Sehun memutar kepalanya. Dan ia melihat sosok Luhan dalam balutan baju lain. Kini Luhan mengenakan kemeja berwarna hitam ketat dan membuat bentuk tubuhnya terlihat jelas apalagi bagian dadanya yang tergolong dalam ukuran besar.
"Lu-luka?" Sehun terlihat bingung tak mengerti maksud ucapan Luhan.
"Ne, lukamu. Tadi pagi kau terjatuh dari sepeda kan? Apa lukamu parah? Maaf tadi pagi aku tak sengaja menabrakmu." Jelas Luhan dan duduk di kursi kerjanya.
"Jadi songsaenim yang tadi pagi..."
"Ne, apa kau tak ingat? Aku memanggilmu karena aku merasa tak enak karena tadi pagi menabrakmu hingga membuatmu terluka." Jelas Luhan.
"Aku rasa aku tak apa. Hanya lecet biasa saja."
"Boleh aku lihat lukamu?" Tanya Luhan. Sehun menganggukkan kepalanya dan menggulung lengan seragamnya untuk menunjukkan luka disikunya.
"Omona! Kau bilang hanya lecet? Ini sudah parah! Biar aku obati!" Luhan beranjak untuk mencari kotak P3K.
"Sini. Biar aku obati lukamu!" Luhan kini duduk di samping Sehun dan mengobati luka di siku kirinya.
"Ahh..." rintih Sehun saat Luhan mengobati lukanya.
"Ahh mianhae... Apa sakit?" Luhan meniup-niup pelan luka Sehun untuk mengurangi rasa sakitnya.
Sehun terus memperhatikan Luhan sambil menahan rasa perih di lukanya. Namun matanya menangkap benda yang tak terlalu asing di depannya. Sehun menelan salivanya sendiri saat ia merasa benda itu bergerak saat sang pemilik mengganti posisi duduknya.
"Auuu..." keluh Sehun saat Luhan tak sengaja menekan luka Sehun terlalu keras.
"Mianhae... Mianhae..." Luhan memasangkan plester pada luka Sehun.
"Kamsahamnida songsaenim..." ujar Sehun merasa tak enak karena Luhan mengobati lukanya.
"Cheonma. Ini sudah jadi tanggung jawabku karena tadi pagi aku sudah menabrakmu. Ahh sudah sore. Dimana rumahmu?" Tanya Luhan pada Sehun.
"Di Komplek Shindang. Tak jauh dari sini." Jawab Sehun.
"Kau pulang dengan apa? Jalan kaki?"
"Ani. Aku membawa sepeda, songsaenim."
"Baiklah. Kau boleh pulang. Sudah sore. Dan hati-hati mengayuh sepedamu." Ujar Luhan dan dibalas Sehun dengan anggukan.
SKIP
Sehun memberhentikan sepedanya di depan pagar rumahnya. Ia baru saja sampai di rumah setelah mampir sebentar ke mini market untuk membeli cemilan. Namun matanya menangkap sebuah mobil yang asing baginya yang terparkir di depan rumah sebelah.
-Mobil siapa ya? Rumah di sebelah kan kosong semenjak nenek Kim pindah.- batin Sehun.
Namun Sehun tak terlalu mau memusingkannya. Ia berjalan masuk ke dalam rumah dan memarkirkan sepeda kesayangannya di dalam garasi bersamaan sebuah mobil milik appanya.
"Eomma, appa aku pulang..." ujar Sehun saat masuk rumah. Ia segera melemparkan tasnya ke sofa dan membaringkan dirinya disana.
"Ya Oh Sehun! Cepat mandi! Kau itu sudah besar! Bersikap dewasalah sedikit!" Teriak nyonya Oh dari arah dapur.
"Aishh aku capek eomma... Sebentar lagi..." balas Sehun malas.
"Hyung! Kau bau sekali!" Ujar Sehan yang berniat ingin menonton TV.
"Ya kau bocah! Bicaralah yang sopan padaku!" Balas Sehun tak terima.
"Ahh auuu auuu eomma... Ampun eomma... Sakit..." rintih Sehun kesakitan.
"Cepat ambil tasmu dan mandi! Mau berapa kali eomma harus bilang padamu jika kau pulang sekolah, segeralah mandi!" Ujar Nyonya Oh sambil menjewer telinga Sehun.
"Auuu eomma... Sakit... Ampun... Ampun..." rintih Sehun karena nyonya Oh terus menjewer telinganya.
"Sudah sudah hentikan... Jangan membuat keributan malam-malam begini. Sehun cepat ambil tasmu dan mandi. Kita makan malam bersama." Interupsi Tuan Oh yang baru saja turun dari lantai atas.
"Ne, appa." Sehun pun segera mengambil tasnya dan naik ke lantai atas dengan telinganya yang memerah.
"Yeobo... Kau terlalu memanjakannya. Dia memang harus di kerasi kalau tidak kapan ia dewasanya?" Keluh Nyonya Oh pada sang suami.
"Sudah kau jangan terlalu keras padanya. Ada waktunya seseorang akan jadi dewasa." Jelas Tuan Oh dan memposisikan dirinya duduk di sofa.
"Kau selalu saja membelanya. Sudahlah aku masih harus memasak." Nyonya Oh pun kembali ke dapur dengan perasaan yang masih sedikit kesal.
YOU ARE READING
special lesson
Romance" seosangnim ,boleh ajarkan aku bagaimana jadi dewasa" Sehun "Sehunnie.. kapan kamu mengingat ku"batin Luhan .. "kenapa kepala ku sakit setelah mendengar cerita dari Luhan noona" Sehun