part six

993 23 0
                                    

Tinnnn Tinnn
Terdengar bunyi klakson mobil dari sebrang arah namun Luhan masih cuek dan mencoba meraih ponselnya yang sudah hampir berhasil ia gapai.
"Ayo... Sedikit lagi..." ujar Luhan masih terus mencoba menggapai ponselnya yang masih tersambung dengan Sehun.
Tinnnn Tinnnn
"Berhasil!" Ujar Luhan kegirangan saat berhasil mengambil ponselnya. Ia menempelkan ponselnya ke telinga kirinya dan segera kembali mengemudikan mobilnya. Namun...
Ckitttttt
"Akhhhhhh"
BRAKKKKKK
Tinnnnnnnnnnnnn
-Yeobosaeyo? Yeobosaeyo?- terdengar suara kepanikan Sehun dari ujung telepon.
Sehun memutuskan sambungan teleponnya dengan Luhan. Sehun merasa sangat khawatir. Ia mendengar suara dentuman besar dan klakson mobil yang memekakkan telinga serta suara teriakan Luhan dari ujung telepon. Sehun merasa begitu khawatir. Ia ingin menghampiri Luhan namun ia tidak tahu dimana Luhan sekarang. Tubuh Sehun gemetar dan panas dingin. Sehun berjalan mondar mandir di ruang tengah rumah Luhan. Dia tidak berhenti berdoa. Ia tidak ingin ada sesuatu yang buruk terjadi pada Luhan. Karena semakin resah, Sehun memutuskan untuk segera mencari Luhan. Ia beranjak keluar dari rumah itu dan menuju mobilnya.
Sehun mengendarai mobilnya dengan gusar. Ia sangat kepikiran tentang Luhan. Pikirannya terus mengulang kejadian 5 menit lalu dimana ia mendengar suara dentuman besar dan teriakan Luhan dari ujung telepon saat ia menghubungi Luhan. Ia khawatir. Ia takut terjadi sesuatu yang buruk pada Luhan.
Dengan kecepatan tinggi, Sehun mengendarai mobilnya membelah kota Seoul pagi itu. Hari ini jalanan nampak sangat ramai. Jalanan kota Seoul sedikit macet membuat Sehun semakin gusar. Ia sudah tidak sabar untuk segera bertemu Luhan berharap dengan keadaan yang baik-baik saja meski ia sedikit ragu.
Tinnnn Tinnnn
Sehun menekan klakson mobilnya. Jalanan pagi itu benar-benar macet total. Mobilnya pun tidak bisa bergerak. Sehun mengetuk-ngetuk jarinya di kemudi mobil tanda ia sangat resah. Sehun melihat banyak orang yang berlarian dengan wajah panik dan sambil berteriak ke arah sebuah gedung. Terlihat gumpalan asap yang berwarna hitam legam mengepul ke langit di balik gedung yang tidak jauh dari tempat Sehun berada.
"Ada apa? Kenapa mereka semua terlihat panik?" Tanya Sehun bingung. Pikirannya masih tidak fokus. Pikirannya masih penuh dengan kekhawatiran akan keadaan Luhan.
Sehun membuka jendela mobilnya bermaksud bertanya pada seseorang yang berlari bersamaan gerombolan orang lain yang berlari ke balik gedung.
"Maaf, permisi. Ada apa ya? Kenapa orang-orang berlari ke arah sana?" Tanya Sehun pada seorang pria berambut merah yang melintas di samping mobilnya.
"Terjadi kecelakaan antara mobil teng mengangkut minyak dan ada mobil sedan. Kecelakaan itu cukup dahsyat dan menimbulkan kebakaran. Pengemudi mobil tangki itu dipastikan tewas di tempat karena hangus terbakar sementara si pengemudi mobil sedan yang seorang wanita terjepit di antara body mobilnya yang sudah hancur tak berbentuk dan ia dipastikan tak sadarkan di dalam mobil nya. Beberapa polisi dan orang-orang sedang mencoba menyelamatkannya." Jelas pria berambut merah tadi lalu kembali berlari ke arah yang di ceritakan sebagai tempat terjadinya kecelakaan.
Jantung Sehun semakin berdetak tak menentu. Hatinya mengajaknya untuk ke tempat kecelakaan itu. Satu nama selalu di sebut di dalam hatinya. Nama itu adalah Luhan. Sehun pun memutuskan untuk pergi ke tempat terjadinya kecelakaan itu untuk meyakinkan dirinya jika itu bukanlah Luhan. Ya semoga saja...
Sehun terlihat sedikit susah melihat ke arah mobil sedan yang sudah terlihat sangat hancur karena banyaknya orang yang melihat. Beberapa meter dari mobil itu terlihat mobil tangki yang sudah penuh dengan api. Beberapa petugas pemadam kebakaran mencoba memadamkan api. Sehun mencoba berjalan semakin ke depan. Dan kini Sehun sudah berada di barisan paling depan. Saat Sehun ingin semakin ke depan, dirinya di tahan oleh tubuh salah seorang polisi dan hanya dibatasi berdiri di belakang garis polisi. Sehun hanya bisa pasrah dan menatap terus mobil sedan yang sudah tak berbentuk itu. Terlihat ada api besar yang mulai muncul dari bagasi mobil itu. Jatung Sehun semakin berdetak saat melihat ada 2 orang polisi yang sedang berusaha mengeluarkan seorang yeoja yang terjepit di antara badan mobil. Sehun terus memandangi mobil itu dan betapa terkejutnya ia saat ia melihat sosok seorang yeoja yang sudah tak sadarkan diri dengan darah yang mengalir pada kepalanya di balik kemudi. Tanpa berpikir panjang, Sehun segera menerobos garis polisi dan berlari ke arah mobil itu.
"Hei! Hei! Kembali!" Teriak salah seorang polisi namun Sehun tak memperdulikannya.
Sehun terus berlari namun pada 2 langkah terakhir Sehun harus berhenti karena kembali terdengar suara ledakan dan api yang semakin membesar di mobil sedan itu membuat hawa di sekitarnya menjadi sangat panas. Tubuh Sehun kini juga jadi ikut terasa panas namun ia tak peduli. Ia hanya ingin segera ke arah mobil itu untuk segera mengeluarkan sosok yeoja yang sudah tak sadarkan diri di balik kemudi.
"Hei hei jangan kesini... Biar kami yang menangani..." ujar salah seorang polisi menahan tubuh Sehun agar tidak semakin mendekat.
"Tidak! Aku mau menolongnya! Luhannie! Luhannie!" Teriak Sehun mencoba melawan polisi itu.
Sehun masih terus berusaha memberontak. Ia sudah tidak bisa menahan rasa khawatirnya saat melihat Luhan yang tidak berdaya di dalam mobil yang sudah terbakar. Sehun ingin menerobos beberapa polisi yang terus menerus menahannya dan segera mengeluarkan Luhan dari dalam mobil itu. Dia takut sangat takut kehilangan Luhan.
"Akkhh lepaskan! Lepaskan! Luhannie..." Sehun terus mencoba memberontak. Beberapa polisi itu sudah berhasil membawa tubuh Sehun kembali menjauhi lokasi.
Sehun hanya bisa pasrah. Mau bagaimana lagi? Tenaganya tak cukup kuat untuk melawan 3 orang polisi berbadan kekar yang menahannya. Sehun hanya bisa berdoa semoga Luhan bisa diselamatkan. Matanya tidak pernah terlepas dari wajah Luhan yang terlihat jelas dari kaca mobilnya yang sengaja di pecahkan agar bisa mengeluarkan Luhan. Beruntung akhirnya para polisi itu bisa mengeluarkan Luhan sebelum api benar-benar melalap habis mobil itu. Para petugas medis yang datang segera mengotong Luhan dan membawanya ke dalam ambulans.
Sehun jatuh tersungkur ke tanah. Ia merasa sangat lemas. Ia sungguh tidak kuat lagi melihat pemandangan di depannya. Suara ledakan kembali terdengar dari mobil sedan yang di kendarai Luhan. Api itu semakin besar dan melalap habis mobil itu. Para petugas pemadam merasa kesulitan memadamkan api yang semakin membesar. Seorang polisi membantu Sehun untuk berdiri. Wajah Sehun tampak pucat dan tatapannya kosong.
"Luhannie..." hanya itu yang bisa Sehun ucapkan.
"Gwenchana? Apa kau keluarganya? Kau bisa ikut ke rumah sakit jika begitu." Ujar salah seorang polisi. Sehun menganggukkan kepalanya dan berjalan menuju ke ambulans tempat Luhan mendapat pertolongan pertamanya.
Sehun tak kuasa menahan air matanya saat melihat tubuh Luhan yang terbujur kaku di atas sebuah ranjang dengan darah yang terus mengalir dari kepalanya. Tangan dan kakinya juga banyak mengalami luka dan mulai di tangani oleh para medis. Pipi dan bibir Luhan juga ikut terlihat pucat. Selang infus dan masker oksigen juga sudah di pasangkan pada Luhan. Sehun menggenggam tangan Luhan dengan erat berusaha menyalurkan segenap perasaannya. Ia berharap jika Luhan akan baik-baik saja.
-Luhannie aku disini... Aku mohon bertahanlah... Jebal...- batin Sehun.
Sehun terus menggenggam tangan Luhan tanpa pernah mau melepaskannya. Ia tak banyak bicara. Namun ia terus berdoa di dalam hatinya agar Luhan akan baik-baik saja dan cepat sadar. Mobil ambulans itu pun melaju menjauhi lokasi tempat terjadinya kecelakaan tadi. Suara sirine ambulans terdengar hingga ke penjuru Seoul. Luhan masih diam tak bergerak. Sehun merasakan tangan Luhan yang terasa semakin dingin di tangannya.
.
.
.
.
Sehun berjalan mondar mandir di luar ruang UGD. Luhan sedang ditangani oleh dokter di dalam ruangan itu. Sehun tak henti-hentinya berdoa dalam hati. Ia ingin Luhan baik-baik saja dan akan segera sadar. Sehun mendudukkan dirinya di salah satu kursi di ruang UGD. Dirinya resah dan pikirannya hanya terfokus akan Luhan, Luhan dan Luhan. Sehun menundukkan kepalanya.
TAP TAP TAP
Derap langkah tergesa-gesa terdengar dari sekitar koridor di rumah sakit itu. Langkah itu semakin mendekat dan terdengar jelas oleh Sehun. Dan Sehun mengetahui siapa yang datang.
"Sehun, bagaimana keadaan Lulu?" Tanya Nyonya Oh yang tampak sangat panik.
"Molla. Aku juga tidak tahu eomma. Dokter sedang menanganinya di dalam." Jelas Sehun dengan nada sendu.
"Bagaimana kejadian ini bisa terjadi?" Tanya Nyonya Oh yang hanya mendapatkan gelengan dari Sehun tanda ia juga tidak tahu.
CKLEK
Tiba-tiba seorang dokter berjas putih dan seorang perawat keluar dari ruangan. Wajah mereka tampak menyiratkan sesuatu yang kurang baik. Sehun serta kedua orang tuanya ssgera menghampiri dokter dan perawat itu.
"Dok, bagaimana keadaan Luhannie?" Tanya Sehun dengan wajah yang sangat khawatir.
"Keadaannya semakin buruk. Pembuluh darah di dalam otaknya pecah dan pasien harus segera di operasi agar bisa cepat diselamatkan." Jelas dokter itu membuat Sehun tercengang. Nyonya Oh tak dapat membendung air matanya. Ia sudah menganggap Luhan seperti anaknya sendiri. Dan mendengar keadaan Luhan yang seperti itu, ia jadi merasa terpukul.
"Dok, tolong lakukan yang terbaik bagi dia. Selamatkan dia." Jawab Tuan Oh dan seketika itu juga dokter dan perawat itu kembali masuk ke dalam ruang UGD dan memindahkan Luhan ke ruang operasi.
Sehun berjalan mondar mandir di depan ruang operasi. Sudah sekitar 2 jam lamanya ia berkutat dengan perasaan gelisah dan khawatirnya. Ia sungguh memikirkan keadaan Luhan. Nyonya Oh juga terus terisak di dalam dekapan sang suami. Sampai pintu ruang operasi terbuka dan menampilkan seorang dokter dengan jubah putih dan beberapa perawat yang terlihat sedang membersihkan peralatan operasi.
"Dok bagaimana? Apa operasinya berhasil?" Tanya Sehun tak sabaran mendengar penuturan dari dokter. Nyonya Oh dan Tuan Oh juga segera beranjak dari posisi duduknya dan menghampiri dokter itu.
"Ya, operasinya berhasil. Tapi..." raut wajah dokter seketika berubah membuat Sehun jadi semakin penasaran.
"Tapi apa dok?" Tanya Sehun tak sabaran.
"Ada sesuatu buruk yang dialami pasien. Pasein mengalami pendarahan yang cukup hebat di bagian otak kirinya dan membuat sebagian otak kirinya terendam. Karena itu pasien diperkirakan... mengalami kelumpuhan. Pasien mengalami penurunan kemampuan dalam merasa ( sensorik ), bergerak ( motorik ) dan kesetimbangan ( vestibuler ) karena pendarahan yang terjadi." Jelas dokter itu membuat Sehun shock. Ia merasa ada benda tajam yang tak kasat mata menuja jantungnya saat mendengar penuturan dokter.
"Dokter jangan bercanda! Tidak mungkin kan dok jika Luhannie lumpuh? Ya kan, dok?" Sehun mencecar dokter tersebut dengan berbagai pertanyaan. Ia sangat tidak mempercayai apa yang dijelaskan dokter tersebut.
"Sehun, tenangkan dirimu... Jangan seperti ini..." Tuan Oh mencoba menenangkan Sehun yang terlihat kacau.
"Pasien sudah bisa di pindahkan ke kamar rawat dan sudah bisa dijenguk. Mungkin beberapa jam lagi efek dari obat biusnya menghilang dan pasien bisa segera sadar." Lanjut dokter itu.
"Maaf saya harus permisi. Masih ada pasien yang harus saya tangani lagi. Maaf..." dokter itu pun pamit meninggalkan Sehun beserta kedua orang tuanya yang terlihat sangat shock.
Beberapa perawat mendorong ranjang dan membawa Luhan ke ruang rawatnya. Sehun menatap ke arah ranjang yang ditempati Luhan itu. Kepala Luhan sudah terbungkus dengan perban. Begitupula dengan luka-luka dan memar yang ada di tangan dan kakinya. Selang infus menancap di tangan kirinya dan masker oksigen selalu setia menemaninya. Sehun begitu tidak kuat melihat Luhan yang biasanya ceria jadi terbujur kaku dengan banyak luka dan alat yang menancap di tubuhnya.
Sehun dan kedua orang tuanya pun beranjak dan pergi mengikuti perawat yang membawa Luhan ke ruang rawatnya. Sehun tak bisa berkata apa-apa lagi. Otaknya sulit menerima semua yang terjadi. Ia hanya bisa menatap wajah Luhan yang belum sadarkan diri dalam diam.
Akhirnya Luhan sudah dipindahkan ke ruang rawat. Ruang yang cukup luas dengan jendela yang terbuka lebar. Namun tetap saja ruangan serba putih itu terlihat tidak nyaman. Bau obat-obatan kimia masih memenuhinya. Sehun mendudukkan dirinya pada sebuah kursi di samping tempat tidur Luhan. Tangannya dengan setia mengecup dan menggenggam tangan kanan Luhan yang terbebas dari selang infus. Tangan Luhan terasa begitu dingin di tangannya.
"Sehun apa kau tidak ingin makan siang dulu?" Tanya Tuan Oh pada Sehun yang masih diam memperhatikan Luhan.
"Ani, appa. Aku tidak lapar." Balas Sehun tanpa mengalihkan pandangannya dari Luhan.
"Jangan begitu, Sehun. Kalau seperti ini kau bisa sakit. Sejak pagi kau belum makan, bukan?"
"Aku tidak akan bisa makan apalagi melihat kondisi Hannia yang seperti ini. Selera makanku hilang, eomma..."
"Baiklah. Appa dan eomma pergi membeli makam siang dulu ya. Kau jaga Lulu disini. Dan oh ya baba dan mama Lulu juga sedang dalam perjalanan kesini." Jelas Tuan Oh yang dibalas anggukan oleh Sehun.
Tuan dan Nyonya Oh melangkahkan kakinya keluar dari ruangan itu. Mereka berniat untuk membeli makan siang untuk mereka dan Sehun. Nyonya Oh mencoba kembali menghubungi Nyonya Xi namun sepertinya ponselnya sedang tidak aktif. Mungkin masih di dalam pesawat. Setelah mendengar kabar Luhan yang kecelakaan, Tuan dan Nyonya Xi yang baru saja sampai ke Beijing langsung memutuskan kembali ke Seoul untuk melihat anak putri mereka. Pekerjaan dan janji-janji mereka hari itu juga seketika dibatalkan demi menemui anak mereka yang sedang mengalami musibah.
Kini Sehun hanya sendirian di ruang rawat itu bersama Luhan yang masih belum sadarkan diri. Hening tak ada suara yang tercipta yang terdengar hanya suara detakan jarum jam yang ada di ruangan itu.
"Luhannie? Kau..." Sehun merasakan ada pergerakan dari tangan Luhan.
Mata Luhan terlihat mengerjap-ngerjap. Sehun merasa sangat senang. Akhirnya Luhan bisa sadarkan diri. Ingin sekali Sehun langsung memeluk tubuh Luhan namun ia urungkan niatnya melihat kondisi Luhan yang masih terbaring kaku dan baru sadarkan diri. Ia tidak ingin membuat Luhan terkejut. Samar-samar Sehun bisa melihat senyum yang terpancar dari bibir Luhan di balik masker oksigen yang di kenakan Luhan.
Luhan mencoba membuka masker oksigen yang di kenakannya, di bantu oleh Sehun. Dan dengan itu Luhan bisa bernafas seperti biasa. Ia sudah tidak membutuhkan masker oksigen lagi untuk membantunya bernafas. Luhan merasa tubuhnya sangat lemas dan sangat sakit melihat banyak luka dan memar di tubuhnya.
"Akhh..." Luhan mencoba untuk memanggil Sehun namun suaranya terasa tercekat di tenggorokannya.
"Waeyo? Ada apa Luhannie? Katakan saja padaku. Ada apa?" Ujar Sehun pada Luhan dengan senyum yang terpancar dari bibirnya.
"Akhh" Luhan mencoba kembali berbicara. Namun suaranya tak dapat keluar.
-Suaraku... Ada apa dengan suaraku?- batin Luhan. Luhan memegangi tenggorokannya. Ia bingung kenapa suaranya sama sekali tidak bisa keluar. Sehun yang melihat ada sesuatu yang salah dengan Luhan pun jadi panik. Senyum Sehun yang tadi terpancar pun ikut memudar.
Luhan mencoba untuk bangun dari posisinya namun ia terkejut pasalnya ia sama sekali tidak bisa menggerakan kedua kakinya. Kedua kakinya terasa sangat kaku. Ada apa sebenarnya? Tadi suaranya dan kini, kakinya. Ada apa dengan Luhan? Sehun yang menyadari Luhan yang bingung dengan keadaannya pun segera menekan tombol yang ada di dekat tempat tidur Luhan untuk memanggil dokter untuk segera memeriksa keadaan Luhan. Luhan menatap Sehun dengan tatapan meminta penjelasan dari Sehun. Namun Sehun hanya diam. Ia belum bisa menjelaskan semuanya pada Luhan. Ia takut Luhan belum bisa menerima semuanya.
Tak berapa lama, seorang dokter dan seorang perawat masuk ke dalam kamar rawat Luhan. Sehun sedikit menyingkir memberi ruang untuk dokter untuk segera memeriksa Luhan. Jujur Sehun juga masih belum bisa menerima semua ini. Luhan, orang yang dicintainya harus menderita seperti itu. Sehun menyalahkan dirinya. Ia kembali mengingat beberapa saat sebelum kecelakaan itu terjadi. Sehun ingat. Saat itu ia menghubungi Luhan. Dan Luhan sedang mengendarai mobilnya. Sehun masih sangat mengingat dengan jelas akan suara decitan rem, klakson mobil dan suara teriakan Luhan. Ia begitu menyalahkan dirinya. Seandainya ia tak menelepon Luhan saat itu, mungkin Luhan tidak akan kecelakaan dan berada disini dengan luka dan memar serta kelumpuhan. Sehun merasa begitu bodoh dan sangat bersalah.
Sehun memandangi Luhan yang sedang di periksa oleh dokter. Wajah Luhan masih begitu pucat dan terlihat sangat lemas dan tersiksa. Tangan dan kakinya penuh dengan luka dan memar. Jangan lupakan berbagai perban yang melilit kepala dan kaki Luhan. Luhan jadi terlihat begitu menyedihkan dengan keadaannya sekarang dan itu membuat Sehun semakin menyalahkan dirinya.
-Luhannie... Mianhae... Ini semua salahku. Kau seperti ini semua karena salahku. Mianhae, Hannie...- batin Sehun sambil menatap nanar Luhan.
"Dok, bagaimana keadaan Luhannie?" Tanya Sehun saat melihat dokter itu sudah akan beranjak keluar dari ruangan. Tandanya ia telah selesai memeriksa keadaan Luhan. Perawat juga sudah memberikan sebuah cairan yang disuntikkan ke dalam selang infus Luhan membuat Luhan sekarang lebih tenang.
"Pasien sudah lebih baik. Detak jantungnya juga stabil. Tapi... Ada masalah lagi. Sepertinya... Pendarahan itu juga menyebabkan kemampuan berbicara pasien jadi menurun." Jelas dokter itu membuat Sehun terasa baru saja jatuh terhempas dari atas langit.
"Ja-jadi maksud dokter, selain Luhannie tidak bisa berjalan, dia juga tidak bisa bi-bicara?" Tanya Sehun meminta penjelasan lebih dari dokter itu.
"Ya, begitulah." Jawab dokter itu menegaskan pertanyaan Sehun.
Sehun memandang Luhan yang hanya terbaring lemah dan menatap lurus langit-langit ruangan itu. Sepertinya Luhan tidak mendengar penuturan dokter tadi. Hati Sehun sekarang benar-benar hancur mengetahui kenyataan kekasihnya kini yang ahh sudah tak bisa dijelaskan lagi. Tanpa memperdulikan Sehun lagi, dokter dan perawat itu pun keluar dari ruangan itu. Sehun berjalan lunglai menghampiri Luhan yang masih terbaring lemah. Mata Luhan terlihat kosong membuat dirinya terlihat sangat rapuh. Sehun menggenggam tangan Luhan dan menangis. Ia tak mengerti kenapa ia merasa ingin menangis seperti ini. Air matanya memaksa untuk keluar terus tanpa bisa di tahan lagi.
Luhan sadar jika Sehun menangis. Luhan melepaskan genggaman tangan Sehun pada tangannya. Ia menghapus air mata Sehun yang mengalir membasahi pipinya. Luhan mencoba untuk tersenyum meski hatinya juga sedih saat itu. Ia hanya tak ingin membuat Sehun ikut bersedih karena keadaannya. Ia tahu tentang semua keadaannya. Ia mendengar pembicaraan Sehun dan dokter tadi yang bilang jika dirinya tidak dapat berbicara dan berjalan. Jujur Luhan juga sangat terpukul dengan semua ini.
-Uljima, Sehunnie... Jangan menangis. Air matamu bisa membuatku lemah. Aku mohon berhentilah menangis. Aku baik-baik saja, Hunnis...- batin Luhan sambil mencoba tersenyum dan menahan air matanya.
"Mianhae, Hannie... Jeongmal mianhae... Ini semua salahku. Andai saat itu aku tidak menelponmu, semua tidak akan jadi seperti ini. Mianhae..." Ujar Sehun sambil terisak dan menggenggam tangan Luhan.
-Ani, Sehunnie... Ini semua bukan salahmu. Ini semua karena salahku sendiri. Semua karena kecerobohanku. Kau sama sekali tidak bersalah, Sehunnie...- Luhan kembali membatin. Tanpa disadari air matanya lolos dari pelupuk matanya. Sekuat tenaga ia menahannya namun akhirnya keluar juga.
CKLEK
Tiba-tiba pintu ruangan itu terbuka menampilkan 2 orang namja dan yeoja yang berusia lanjut. Yeoja berambut hitam dan berkulit putih pucat serta namja berambut hitam dan bermata sipit itu masuk ke dalam ruangan. Mereka terkejut saat melihat Sehun dan Luhan yang saling menangis. Mereka mengira pasti Luhan sudah tahu keadaannya yang sebenarnya. Dan Luhan sangat merasa terpukul.
"Lulu..." panggil Nyonya Oh. Luhan pun melepaskan menengok dan menatap Nyonya Oh yang melihatnya dengan wajah sendu.
"Lulu... Sabar ya... Semua cobaan ini pasti akan cepat berlalu..." Nyonya Oh segera memeluk tubuh Luhan dengan erat seolah mengerti apa yang dirasakan oleh Luhan.
Air mata Luhan semakin mengalir. Ia tidak tahu apa harus mengamini ucapan Nyonya Oh tadi atau tidak. Ia hanya pasrah. Pasrah pada keadaannya sekarang. Dirinya sudah benar-benar tak berguna dan membuat orang lain susah. Luhan benci keadaan seperti ini. Namun ia juga tidak boleh menunjukkan kekesalannya karena jika Sehun tahu, bisa saja Sehun selalu merasa bersalah. Padahal Luhan sadar diri jika keadaannya sekarang ini terjadi karena kecerobohannya sendiri.
CKLEK
Kemudian pintu ruangan itu terbuka kembali. Kini terlihat 2 orang namja berambut kecokelataan dan yeoja berkacamata yang datang dengan wajah lelah dan penuh kekawatiran. Mereka masih terlihat muda meski usia mereka sudah tak bisa dikatakan muda lagi. Mereka lalu menghampiri Luhan dan ingin memeluk putri mereka.
"Lulu... Syukurlah kau baik-baik saja..." Kini giliran Nyonya Xi yang memeluk tubuh Luhan setelah Nyonya Oh melepaskan pelukannya.
-Keadaanku tidak baik-baik saja, ma. Aku lumpuh dan tidak bisa berbicara. Apa ini bisa dikatakan baik-baik saja?- batin Luhan saat Nyonya Xi memeluknya dengan air mata yang tiba-tiba mengalir di pipinya.
"Apa yang terjadi sebenarnya, Lu. Mama dan baba yang baru saja sampai langsung memutuskan kembali kesini saat mendengar kau kecelakaan." Jelas Nyonya Xi dengan air mata yang masih mengalir di pipinya.
Luhan terdiam karena ia sama sekali tidak bisa mengeluarkan semuanya. Padahal Luhan sangat ingin menceritakan seluruh kejadian yang dialaminya hingga menyebabkan dirinya jadi seperti ini. Seluruh orang yang ada di ruangan itu terdiam begitu juga dengan Sehun. Mereka ingin mendengarkan penjelasan langsung dengan Luhan. Sehun sebenarnya juga ingin menjelaskan sejelas-jelasnya keadaan Luhan sekarang namun entah mengapa lidahnya terasa kelu, sulit mengeluarkan kata-kata.
"Lu?" Panggil Nyonya Xi yang tak sabar untuk mendengar penjelasan dari Luhan.
-Aku mohon suaranya... Keluarlah... Aku mohon... Sebentar saja agar semuanya menjadi jelas dan Sehun tidak terus-terusan menyalahkan dirinya.- batin Luhan sambil mencoba berbicara namun nihil. Suaranya benar-benar tidak bisa keluar membuat Luhan sangat frustasi.
"Lulu? Ceritakan pada kami..." ujar Nyonya Oh.
"Akhh" hanya suara itu yang bisa dikeluarkan oleh Luhan.
"Waeyo, Lulu? Ada apa?" Tanya Nyonya Xi terlihat panik. Ia merasakan ada kejanggalan dengan keadaan putrinya.
"Luhannie... Tidak bisa bicara, ahjumma..." jelas Sehun tiba-tiba dengan wajah tertunduk. Seketika semua orang di ruangan itu -kecuali HunHan- terkejut mendengar ucapan Sehun.
"Oh Sehun! Jangan bercanda! Lulu, sebenarnya ada apa ini? Kalian hanya bercanda, kan?" Tanya Nyonya Xi pada Luhan yang dibalas dengan gelengan kepala.
"Jadi... Yang Sehun katakan... benar, begitu?" Tanya Nyonya Xi lagi dan kini di balas anggukan oleh Luhan.
"Lulu... Kenapa bisa seperti ini? Lulu mama..." Nyonya Xi segera memeluk tubuh Luhan dengan erat. Air mata membasahi pipinya. Putri satu-satunya, putri yang selalu ia banggakan, kenapa harus menjadi seperti ini?
Suasana ruangan itu menjadi hening. Tak ada pembicaraan lagi diantara mereka, yang ada hanya suara isakan dari Nyonya Xi dan Nyonya Oh di dalam pelukan suaminya. Air mata Luhan terus mengalir dari mata rusanya. Sehun sangat sakit melihat Luhan yang terus menerus menangis. Ingin sekali ia memeluk tubuh Luhan namun ia merasa tidak pantas. Bagaimana tidak? Ia yang membuat Luhan menjadi seperti ini. Ia yang membuat keadaan Luhan jadi menderita seperti ini. Luhan menolehkan kepalanya dan matanya bertemu dengan mata Sehun. Dari matanya ia melihat pancaran rasa bersalah yang dalam. Luhan sangat yak menyukai tatapan itu.
Luhan menjulurkan tangannya meminta Sehun mendekatinya. Sehun sempat menjauhkan dirinya kala Nyonya Oh dan Nyonya Xi datang menghampiri Luhan. Sehun menerima uluran tangan Luhan dan menggenggam eratnya. Bibir Sehun selalu membisikkan kata-kata maaf tanpa suara pada Luhan. Luhan menggelengkan kepalanya supaya Sehun berhenti mengucapkan kata-kata itu.
Sejak hari itu, Sehun terus menerus merasa bersalah. Senyum yang biasanya terpancar di wajahnya menghilang kala ia menatap Luhan. Matanya yang dulu selalu memancarkan kehangatan kini hanya memancarkan penyesalan dan perasaan bersalah yang teramat dalam. Berulang kali Luhan mencoba agar Sehun tidak merasa bersalah, namun Sehun tak mendengarkannya. Ia selalu saja mengucapkan kata 'maaf' pada Luhan. Luhan menjadi muak dengan kata-kata 'maaf' yang selalu di lontarkan oleh Sehun hingga Luhan memutuskan tidak akan menemui Sehun jika ia masih mengucapkan kata 'maaf'.
Sudah seminggu lamanya Luhan tidak mau menemui Sehun. Sehun pun sudah pasrah. Ia tidak tahu harus berbuat apa. Ia tak tega dan terus akan merasa bersalah jika melihat kondisi Luhan sekarang. Sehun pun memutuskan melakukan hal yang sama dengan Luhan. Sama-sama tidak berhubungan dan tidak menemui Luhan.
"Sehun... Hari ini dokter bilang, Lulu sudah bisa pulang. Apa kau mau menjemputnya di rumah sakit?" Ujar Nyonya Oh pada Sehun yang sedang duduk di ruang tengah.
"Aniyo eomma..." balas Sehun tanpa memandang nyonya Oh.
"Waeyo? Sebenarnya ada apa dengan kalian? Lulu juga bersikap sama sepertimu. Ia selalu menolak jika bertemu denganmu. Memang ada apa?" Tanya nyonya Oh yang sudan tak tahan menahan rasa penasarannya.
"Kami baik-baik saja kok, eomma... Sungguh."
"Tapi menurut eomma, kalian tidak baik-baik saja. Kalian bahkan saling menghindar seperti ini. Tidak seperti kemarin-kemarin. Apa kau tidak bisa menerima kondisi Lulu yang sekarang?" Tanya Nyonya Oh membuat Sehun menatap Nyonya Oh.
"Aniyo, eomma... Aku menerima Hannie bagaimanapun keadaannya... Hanya saja..."
"Wae?"
"Aku selalu merasa bersalah setiap melihat Hannie, eomma... Kecelakaan itu... Semua karena aku." Ujar Sehun sambil menundukkan kepalanya.
"Apa maksudmu? Bukankah Luhan yang mengendarai mobilnya sendiri?" Tanya Nyonya Oh.
"Ne. Tapi... Saat itu... Beberapa menit sebelum kecelakaan, aku menelponnya, eomma... Aku tidak tahu saat aku menelpon itu Hannie sedang mengendarai mobil sampai aku mendengar teriakan Hannie dan... kecelakaan itu terjadi." Jelas Sehun. Sekarang ia sangat yakin. Pasti eommanya akan menyalahkannya.
"Jadi..."
"Ya aku penyebab kecelakaan itu! Andai saja aku tidak menelpon Hannie saat itu, semua tidak akan jadi begini!" Ujar Sehun sedikit berteriak. Ia mengacak rambutnya frustasi.
"Aniyo, Sehun... Ini bukan salahmu... Ini semua kecelakaan... Tuhan sudah menakdirkan ini untuk kita..." Nyonya Oh memeluk tubuh anak sulungnya, mencoba menenangkannya. Ia merasa Sehun sekarang pasti sangat tertekan. Ia jadi mengerti kenapa Sehun selalu menyalahkan dirinya.
Sehun menangis di dalam pelukan eommanya. Ingin rasanya Sehun meluapkan semuanya. Sudah lama ia butuh sandaran untuk meluapkan semua isi hatinya. Dan barulah kini ia bisa meluapkan semuanya, di sisi eommanya. Orang bilang namja yang menangis itu adalah namja yang lemah. Dan Sehun masa bodo dengan itu. Ia tidak perduli orang lain berkata dia namja yang lemah atau apapun. Yang ia ingin, hatinya bisa menjadi lebih baik setelah ini. Ya... hanya itu...
"Tenanglah... Dan kau tahu? Lulu bercerita pada eomma. Dia begitu merindukanmu. Ia menunggumu disana, Sehun. Tapi kau tidak pernah datang. Jika kau datangpun, kau membuat Lulu sedih. Lulu ingin kau tidak menyalahkan dirimu, Sehun. Dia tidak ingin kau terus menerus menyalahkan dirimu dan meminta maaf atas semua kejadian ini. Lulu tidak butuh itu. Yang dia butuhkan adalah dirimu dan dukungan darimu. Lulu banyak menderita dengan kondisinya sekarang dan jangan kau buat dirinya tambah menderita hanya karena kau yang terus menerus bertindak bodoh. Sekarang waktunya kau untuk menghibur Lulu. Menghilangkan semua kesedihan Lulu. Berikan senyuman untuknya bukan tatapan sendu. Dan tunjukkan rasa cintamu padanya di saat seperti ini. Kau mengerti?" Ujar Nyonya Oh lembut memberi pengertian pada Sehun. Sehun hanya menggangguk mendengarkan perkataan eommanya.
-Mianhae, Hannie... Selama ini aku susah bertindak bodoh.- batin Sehun.
.
.
.
Sehun melangkahkan kakinya di sebuah lorong di salah satu rumah sakit. Rasanya sudah lama sekali Sehun tidak berkunjung ke sini. Sehun merasa sedikit tegang. Ia sudah lama tidak melihat wajah Luhan. Jantung Sehun berdetal tidak menentu. Akhirnya Sehun sampai di depan sebuah pintu yang merupakan ruang rawat Luhan. Sebelah tangannya memegangi kenop pintu sementara tangan lainnya memegangi dadanya.
CKLEK
Sehun membuka pintu itu. Ia melihat ruang rawat Luhan yang tak berbeda jauh dari seminggu lalu saat dirinya masih rutin menjenguk Luhan. Sehun melihat Luhan duduk membelakanginya di atas sebuah kursi roda. Luhan menatap keluar jendela. Hening. Suasana di ruangan itu sangat hening. Tak ada suara. Tak ada orang lain selain Luhan dan dirinya yang sedang melangkah masuk.
Sehun semakin berjalan mendekati Luhan. Ia sungguh merindukan sosok yeoja yang telah mengisi hatinya saat ini. Entah mengapa Sehun merasa jarak dari pintu ke tempat Luhan berada sekarang terasa semakin jauh.
"Hannie..." Sehun langsung memeluk tubuh Luhan dari belakang. Sehun mencium aroma khas tubuh Luhan. Ia sungguh sangat merindukan Luhan.
Tanpa Sehun sadari, sebuah senyum terukir dari bibir Luhan. Air mata jatuh dari ujung mata Luhan. Bukan. Luhan bukan sedih. Tapi Luhan menangis karena bahagia. Ia sudah begitu lama merindukan sosok Sehun. Dan sekarang namja yang memeluk tubuhnya adalah Sehun. Ia senang. Teramat senang.
Sehun melepaskan pelukannya. Ia tatapi Luhan yang sudah seminggu ini tak dijumpainya. Perban di kepalanya sudah dilepas dan hanya menyisakan sebuah kapas dan plester di dahi sebelah kirinya. Wajah Luhan juga sudah terlihat bersih dari luka-luka begitupula kaki dan tangannya. Sudah tak ada perban yang membalut kedua kakinya apalagi selang infus di tangannya.
"Bogoshipoyo, Hannie..." ucap Sehun sambil mengecup pucuk kepala Luhan berkali-kali. Luhan memegangi kedua pipi Sehun dan mengusapnya perlahan.
"Apa kau merindukanku juga?" Tanya Sehun sambil menatap Luhan. Luhan menggerakan bibirnya membentuk kata 'nado'. Sehun senang. Ia kembali memeluk tubuh Luhan yang sangat sangat dirindukannya ini.
Luhan melepaskan pelukannya membuat Sehun bertanya-tanya. Luhan mengambil sebuah papan tulis kecil dan sebuah spidol dari atas meja di dekat tempatnya berada. Ia menuliskan sesuatu di papan itu dan menunjukkannya ke arah Sehun.
'Jangan tinggalkan aku lagi, ne... Aku sungguh merasa sedih dan kesepian tanpa Hunnie disini...'
"Ne. Aku janji tidak akan meninggalkan Hannie..." Sehun mengelus rambut Luhan perlahan membuat Luhan tersenyum. Luhan kemudian menjulurkan sebelah kelingkingnya pada Sehun.
"Ne, aku janji, Hannie..." Sehun yang mengerti langsung mengaitkan jari kelingkingnya dengan jari kelingking Luhan -pinky promise.
CKLEK
"Loh, ada Sehun disini?" Ujar Nyonya Xi yang baru saja masuk kembali ke ruang rawat Luhan.
"Ne, ahjumma. Aku ingin menjemput Hannie..." ujar Sehun sambil tersenyum pada Nyonya Xi.
"Akhirnya kau datang Sehun... Kau tahu? Seminggu kebelakang, Luhan sama sekali tidak bisa tersenyum. Ia selalu cemberut dan merenung. Tapi lihat hari ini... Wajahnya nampak bahagia saat kau datang." Ujar Nyonya Xi membuat wajah Luhan memerah.
"Ahjumma membuat Hannie malu tuh... Wajahnya jadi merah begitu kekeke" Sehun ikut-ikut menggoda Luhan membuat wajah Luhan semakin memerah. Nyonya Xi hanya terkekeh saja.
"Oh ya ahjushi ada dimana, ahjumma?" Tanya Sehun yang baru sadar jika ia tidak melihat Tuan Xi.
"Sedang mengurus administrasi lain. Sehun, kajja kita bawa Lulu pulang." Nyonya Xi membawa tas yang berisi beberapa pakaian milik Luhan yang sempat dibawa dan beberapa barang-barang lainnya sementara Sehun mendorong kursi roda Luhan perlahan.
"Ahjumma kapan Hannie bisa ikut terapi?" Tanya Sehun pada Nyonya Xi saat berada di dalam lift.
"Dokter bilang, lusa Lulu juga sudah bisa ikut terapi. Terapi di lakukan seminggu 3 kali dan jadwal Lulu adalah hari Selasa, Kamis dan Sabtu jam 3 sore." Jelas Nyonya Xi memberitahukan jadwal terapi untuk Luhan yang baru saja diberitahukan oleh dokter.
Ya dokter pernah bilang, keadaan Luhan akan bisa pulih seperti dulu jika ia melakuka terapi secara teratur. Karena keadaan Luhan sudah sangat membaik, maka jadwal terapi pun dipercepat agar proses penyembuhan Luhan juga jadi cepat.
Tringg
Pintu lift terbuka. Kini mereka HunHan dan Nyonya Oh serta seorang perawat sudah berada di lantai dasar. Mereka berjalan ke pintu utama. Sehun memberhentikan kursi roda Luhan tepat di pinggir pintu bersamaan dengan Nyonya Xi di sampingnya. Sehun baru saja akan melangkah meninggalkan Luhan namun tangannya di tahan oleh Luhan. Tatapan Luhan berkata untuk Sehun jangan pergi. Sehun hanya tersenyum sambil mengelus rambut cokelat Luhan yang semakin memanjang.
"Aku hanya akan mengambil mobil sebentar kok..." ujar Sehun membuat Luhan kembali tersenyum. Entah apa yang dipikirkan Luhan sebelumnya. Ia begitu takut Sehun akan meninggalkannya.
"Lulu disini dengan mama dulu ya... Sehun hanya mengambil mobilnya sebentar lalu akan membawa Lulu pulang." Ujar Nyonya Xi dibalas anggukan oleh Luhan. Luhan segera melepaskan tangannya dan membiarkan Sehun pergi.
Sebuah mobil sport berwarna hitam kini berhenti tepat di hadapan Luhan dan Nyonya Xi. Luhan mengenali mobil itu. Itu adalah mobil milik Sehun. Perlahan bibir Luhan kembali terangkat dan menunjukkan senyuman. Sehun turun dari mobil dan menghampiri Luhan.
"Sudah siap pulang, tuan putri?" Ujar Sehun sambil mendorong kursi roda Luhan hingga mendekati kursi penumpang di depan. Sehun membuka pintu mobilnya dan menggendong tubuh Luhan dan mendudukkannya di depan di samping kursi pengemudi.
Setelahnya Sehun melipat kursi roda Luhan dan meletakkannya di bagian bagasi. Sehun sempat menawarkan tumpangan untuk Nyonya Xi namun ia menolak. Ia bilang jika ia akan pulang dengan Tuan Xi. Dan jadilah Sehun berdua dengan Luhan di dalam mobil. Sesekali Sehun melirik le arah Luhan dan tersenyum.
Luhan mengamati jalanan kota Seoul dari jendela. Ia sudah lama sekali tidak melihat dunia luar. Ya seminggu lebih ia dirawat di rumah sakit dan tidak diijinkan kemanapun. Dan matanya menatap sesuatu. Seketika itu tubuhnya menegang. Keringat dingin mulai membasahi wajahnya. Sehun merasa panik. Maka ia membelokkan mobilnya kekiri dan berhenti. Ia bingung apa yang terjadi dengan Luhan. Seingatnya Luhan tadi baik-baik saja sampai...
"Omo! Aku lupa! Mian Hannie... Kita akan segera sampai di rumah, okay?" Ujar Sehun dan kembali mengendarai mobilnya.
Sehun sedikit bernafas lega karena Luhan sudah kembali baik-baik saja. Sehun baru ingat. Luhan memiliki sedikit trauma dengan lokasi kecelakaannya. Maka saat tadi mereka melewati lokasi itu, Luhan jadi keringat dingin. Tapi untunglah Luhan kini sudah kembali seperti biasa.
"Nah kita sudah sampai... Tuan putri sudah kembali ke istana..." ujar Sehun sambil mengecup sekilas kening Luhan membuat rona merah kembali muncul di kedua pipinya.
Sehun keluar dari mobilnya. Ia membuka pintu bagasi dan mengeluarkan kursi roda milik Luhan. Setelah itu Sehun menggendong Luhan dan mendudukkannya kembali ke kursi roda. Sehun mendorong kursi roda itu masuk ke dalam rumah Luhan. Luhan tampak sedikit bingung mungkin karena cukup lama juga ia meninggalkan rumahnya. Dari luar rumah Luhan memang tampak sepi-sepi saja. Namun saat pintu terbuka...
Prittttt
"Selamat datang kembali Lulu..." teriak mereka yang ada di dalam rumah itu. Terlihat ada Nyonya dan Tuan Xi serta Nyonya dan Tuan Oh dan tak boleh ketinggalan ada Sehan juga disana. Sehan? Ya Sehan baru saja kembali dari program pertukaran pelajarnya di Jepang. Ia sempat mengetahui kecelakaan Luhan dari eommanya yang banyak bercerita padanya.
Luhan menatap mereka semua dengan pandangan tak percaya. Sehun juga sama. Ia juga tidak mengetahui akan ada kejutan seperti ini. Namun Sehun senang karena Luhan jadi bertambah bahagia sekarang. Nyonya Oh menghampiri Luhan dan memeluk tubuh Luhan dengan senyum yang selalu terkembang di wajahnya. Air mata menetes kembali dari pelupuk mata Luhan.
"Eoh? Uljima, chagi... Jangan menangis.." ujar Nyonya Oh sambil membelai halus rambut Luhan.
"Noona... Mianhae aku baru bisa melihat noona sekarang. Cepat sembuh ya noona... Dan selamat datang kembali ke rumah..." Sehan menjabat tangan Luhan saat Nyonya Oh melepaskan pelukannya pada Luhan.
Tiba-tiba Luhan menarik ujung baju Sehun membuat Sehun langsung menatap Luhan. Tangan kiri Luhan terangkat seperti meminta sesuatu pada Sehun. Sehun yang mengerti dengan tatapan Luhan langsung memberikan barang yang diminta Luhan.
'Terima kasih untuk penyambutan ini... Aku sungguh terharu dan juga sangat senang. Untuk Sehan, tidak apa. Aku mengerti jika memang kau tidak disini belakangan ini. Tapi terima kasih untuk doanya. Dan untuk Hunnie... Terima kasih kau sudah kembali lagi... aku mohon jangan tinggalkan aku ya... Aku tahu aku memang egois menahanmu dengan keadaanku yang begini. Tapi jujur aku tidak bisa jika tidak ada Hunnie... Saranghae...'
Sehun memeluk tubuh Luhan dan mengecup pucuk kepala Luhan di hadapan kedua keluarga mereka. Senyum terukir di wajah mereka semua. Mereka senang jika melihat anak-anak mereka senang. Sehan juga senang melihat hyungnya bisa bahagia dengan orang yang dicintainya.
.
.
.
1 tahun kemudian...
Luhan mencoba untuk berjalan perlahan dengan tongkatnya. Setelah mengikuti terapi, ada banyak perkembangan yang terjadi pada Luhan. Ia sudah bisa berdiri pada kakinya sendiri dan berbicara sepatah dua patah kata. Meski ia masih belum benar-benar kembali normal, ia masih bersyukur karena banyak orang yang begitu menyayangi dan mensupportnya.
Hari ini adalah hari kelulusan Sehun. Luhan berencana akan datang ke pesta kelulusan Sehun meski sedikit tak yakin dengan penampilan dan kondisinya. Namun karena permohonan Sehun, Luhan pun menyanggupinya. Dengan bantuan Sehan dan Nyonya Oh, Luhan sudah berada di dalam aula tempat dimana pengumuman kelulusan di laksanakan. Bisa dilihat bagaimana antusiasme para orang tua murid yang menanti putra mereka berdiri di atas panggung dengan sebuah ijazah di tangan mereka.
"Hadirin sekalian. Kita akan memulai acara kelulusan kita. Dan untuk pertama kalinya mari kita dengarkan sambutan dari kepala sekolah Seasons High School."
Suasana aula itu sedikit hening saat kepala sekolah Seasons High School berpidato di depan. Namun tak jarang banyak para orang tua yang sibuk mengobrol dengan kenalan mereka. Luhan memutar kepalanya mencari sosok Sehun di tengah kerumunan siswa pada bangku di bagian paling depan. Namun ia tidak bisa menemukan Sehun.
Prok Prok Prok
Suara tepuk tangan memenuhi seluruh ruangan aula saat kepala sekolah selesai berpidato. Luhan masih tidak terlalu perduli. Ia masih sibuk mencari Sehun.
"Lalu selanjutnya mari kita dengarkan sambutan dari salah satu perwakilan murid terbaik tahun ini, Oh Sehun..."
Luhan membelalakan matanya mendengar nama Sehun disebut. Matanya menatap ke arah panggung dan disanalah berdiri seorang Oh Sehun yang masih menggunakan seragamnya sambil membawa selembar kertas ditangannya. Wajahnya menampilkan senyuman saat tanpa sengaja mata Sehun dan Luhan bertemu.
"Selamat pagi kepala sekolah Seasons High School. Selamat pagi songsaenim. Dan selamat pagi para orangtua dan teman-teman sekalian. Saya Oh Sehun sebagai perwakilan siswa akan meyampaikan apa yang selama ini saya alami belajar di sekolah ini. Awalnya..."
Sehun menceritakan kisah awal dirinya dimana saat di tahun-tahun pelajaran awal ia selalu mendapatkan nilai yang buruk bahkan hampir tidak naik kelas. Luhan terus mendengarkan semua penyampaian Sehun dan matanya terus menatap mata Sehun tanpa sedikitpun mau mengalihkannya.
"Lalu suatu hari saya dibuat tersadar oleh seseorang. Jika sebenarnya tidak ada orang yang bodoh di dunia ini. Yang ada hanyalah seorang pemalas. Ya saya akui memang benar sekali ucapannya. Aku sendiri membuktikannya. Aku yang awalnya sangat menbenci belajar jadi menyukai belajar karena orang itu. Orang itu yang membuat saya menjadi seperti ini. Menjadi orang yang lebih baik. Orang yang sangat berarti buat saya. Dan orang itu adalah Xi Luhan. Gomawo untuk semuanya..." ujar Sehun sambil menatap Luhan. Nyonya Oh dan Seham juga ikut menatap Luhan yang wajahnya sudah memerah dan mencoba menahan air matanya.
Prok Prok Prok
Suara riuh tepuk tangan kembali terdengar saat Sehun menyelesaikan pidatonya. Dan kini saat yang sudah ditunggu-tunggu. Pengumuman lulusan terbaik tahun ini. Nyonya Oh tampak sedikit tegang meski bibirnya tetap memancarkan senyuman. Namun jkka dilihat, tangannya gemetar.
"Kita mulai dari peringkat sepuluh. Ada Kim YookJae. Diharap maju ke depan."
Suara tepuk tangan dan sorak sorai kembali memenuhi ruangan itu. Satu persatu murid lulusan terbaik di panggil naik ke atas hingga sekarang hanya tersisa 5 orang lagi. Entah mengapa Luhan juga jadi merasa tegang. Ia memikirkan Sehun.
"Di peringkat kelima, ada Kang ShinWoo. Dan diperingkat keempat ada Yook EunHwa..."
Sudah ada 7 nama yang terpanggil dan kini hanya tersisa 3 lulusan terbaik. Luhan berharap Sehun menjadi salah satu diantara mereka karena sejak tadi nama Sehun belum pernah di sebut.
"Di peringkat ketiga ada Lee HyunJin dan di peringkat kedua ada Hwang YoungMin."
Dan kini hanya tersisa satu nama. Yaitu peringkat pertama. Dan Luhan sangat yakin jika nama terakhir yang akan disebut adalah Sehun, Oh Sehun.
"Dan inilah peringkat pertama lulusan terbaik tahun ini... Jung TaeJoon..."
Seketika Luhan merasa lemas. Ia mengira Sehun berada di urutan pertama. Namun nyatanya bukan nama Sehun yang ia dengar. Nyonya Oh dan Sehan yang berada di sampingnya hanya tersenyum sambil sesekali ikut bertepuk tangan seperti para orang tua yang lain.
"Dan... Oh Sehun..."
Luhan membelalakan matanya. Ia tidak percaya dengan pendengarannya. Begitupula dengan Nyonya Oh dan Sehan. Mereka saling berpandangan. Sedikit merasa ragu dengan indra pendengar mereka.
"Ya Oh Sehun... Sebagai salah seorang peringkat pertama lulusan terbaik tahun ini bersama Jung TaeJoon."
Luhan bisa melihat Sehun mendapatkan sebuah ijazah dan piagam di atas panggung itu. Ia tidak menyangka jika Sehun namja yang ia kenal sangat malas belajar diawal bisa menjadi salah satu lulusan terbaik tahun ini. Sehun menatap Luhan dari pandangan jauh. Luhan memperhatikan gerakan bibir Sehun yang sepertinya sedang mengatakan sesuatu padanya. Luhan memperhatikannya dengan seksama.
'Gomawo... Saranghae...'
Wajah Luhan memerah ketika mengetahui apa yang dikatakan oleh Sehun. Sehun hanya terkekeh melihat reaksi Luhan yang wajahnya langsung berubah semerah tomat hanya karena pernyataannya tadi.
.
.
.
"Chukkae hyung..." Sehan memberikan sebuket bunga berwarna ungu untuk Sehun. Selama ini hubungan antara Sehun dan Sehan memang sedikit kurang baik. Namun meski begitu sesama saudara masih tetap harus saling respect, bukan? Sehun menerima bunga pemberian dari Sehan dan tersenyum kearahnya.
"Chukkae, Sehun... Selamat atas kelulusanmu..." Nyonya Oh memeluk tubuh Sehun dengan erat. Sunggubia sangat senang dan terkejut. Ya dia tidak pernah menyangka anak sulung yang biasanya selalu membuat ia naik darah, bisa jadi membanggakan seperti ini.
"Chuk... Chukkae..." Luhan memberikan sebuket bunga lain untuk Sehun. Sebuah buket bunga berwarna kuning. Sehun menerima bunga itu dan memeluk tubuh Luhan dengan sangat erat setelah melepas pelukan Nyonya Oh tadi.
Sehun mengecup pucuk kepala Luhan sekilas disambut semburat merah di pipi Luhan membuat Luhan jadi semakin menggemaskan. Nyonya Oh dan Sehan hanya tersenyum melihat adegan HunHan.
"Eomma... Bolehkah aku mengajak Hannie jalan-jalan dulu?" Tanya Sehun pada Nyonya Oh. Luhan hanya memandang Sehun dengan pandangan kita-mau-kemana.
"Kemana?"
"Ada suatu tempat yang ingin aku tunjukkan untuk Hannie... Boleh ya?" Sehun memohon ijin.
"Baiklah. Tapi jangan lama-lama ya... Lulu kan juga harus istirahat..." ujar Nyonya Oh.
Sehun dan Luhan pun akhirnya berpamitan. Sehun membantu Luhan berjalan perlahan-lahan dengan tongkatnya menuju ke mobil Sehun yang terparkir. Karena Sehun sudah tidak sabar, Sehun lalu meraih belakang pinggang dan lutut Luhan dan menggendong Luhan arah bridal style. Luhan hanya meronta di atas gendongannya membuat mereka menjadi pusat perhatian. Luhan menatap Sehun dengan pandangan tolong-turunkan-aku. Sehun mengerti arti tatapan Luhan namun ia tidak peduli. Ia hanya membalasnya dengan senyuman dan melanjutkan langkahnya ketempat mobilnya berada.
Sehun mengendarai mobilnya membelah jalanan Seoul. Selama di perjalanan, Sehun bisa melihat wajah Luhan yang memerah dan cemberut antara kesal dan juga malu. Sehun hanya terkekeh melihatnya membuat Luhan semakin mempoutkan bibirnya.
"Terus saja Hannie seperti itu. Biar aku mudah menciummu hahahaha" goda Sehun membuat Luhan terkesiap dan memalingkan wajahnya ke jendela membuat Sehun semakin terkekeh.
Luhan masih terus memperhatikan jalan yang mereka lewati. Tapi ia sama sekali tidak tahu kemana Sehun akan membawanya. Jalanan semakin lama semakin sepi dan sepertinya sudah melewati kota. Luhan memandang Sehun kembali.
"Hun... nie... kita..." Luhan mencoba menanyakan kemana tujuan mereka kepada Sehun meski dia masih terbata-bata dalam berbicara.
"Tenang saja. Yang pasti aku tidak akan menculikmu. Duduklah yang manis biarkan mobil ini mengantarkan kita,putri dan pangeran ke suatu tempat yang indah." Ujar Sehun dan membuat Luhan mengangguk mengerti persis seperti anak anjing yang penurut.
Akhirnya mereka pun sampai. Cuaca sedikit mendung disana. Sehun cepat-cepat membawa Luhan turun dari mobil dan menuju ke sebuah ah ani ke beberapa rumah tua namun masih terawat itu di dalam sebuah kompleks yang cukup sepi. Luhan merasa tidak asing dengan rumah-rumah di hadapannya. Ia jadi teringat masa lalunya.
"Kau tentu masih ingat rumah kita ini, bukan?" Tanya Sehun pada Luhan yang berdiri di sampingnya dengan sebuah tongkat yang menyangga tubuhnya. Luhan menganggukkan kepalanya.
"Apa kau tahu kenapa aku mengajakmu ke sini?" Tanya Sehun dibalas gelengan kepala oleh Luhan. Sehun tersenyum dan menuntun jalan Luhan masuk ke salah satu rumah bercat biru muda yang masih berdiri kokoh.
"Rumah... mu? Untuk... a-apa?" Tanya Luhan merasa bingung pada Sehun.
"Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan padamu..." ujar Sehun dan Luhan hanya diam. Ia tidak tahu harus membalas apa.
Luhan dan Sehun kini sudah berdiri di bawah sebuah pohon yang sangat besar. Pohon ini dulu adalah tempat mereka biasa bermain petak umpet tapi masa mereka akan melakukan hal yang sama seperti saat dulu mereka melakukannya?
Tapi tidak... Luhan melihat Sehun sedang menggali tanah yang mereka pijak dengan sebuah ranting pohon. Luhan menaikkan alisnya bingung dengan apa yang di lakukan oleh Sehun. Sehun masih terus menggali tanah itu hingga membentuk sebuah lubang yang cukup dalam. Gerakan Sehun berhenti saat ia mendapatkan sesuatu dari dalam lubang itu. Segeralah Sehun merogoh sesuatu itu di iringi senyuman di bibirnya.
"Itu... Apa?" Tanya Luhan bingung saat Sehun sedang terlihat mencoba membersihkan sebuah bot di tangannya.
"Hmm buka saja..." Sehun memberikan botol itu pada Luhan. Luhan hanya memandangi botol dan Sehun bergantian.
"Buka saja... Tidak ada yang berbahaya kok..." bujuk Sehun dan akhirnya Luhan mencoba membuka botol itu.
Luhan mengeluarkan sebuah gulungan kertas dari dalam botol itu. Ia memandanginya dan memandang Sehu bergantian seolah meminta ijin apakah ia boleh membukanya.
"Buka saja..." Dan dengan itu Luhan mulai menarik pita yang mengikat kertas itu.
Luhan bisa melihat ternyata itu adalah sebuah foto antara dirinya dengan Sehun. Di dalam foto itu mereka terlihat sedang sama-sama tersenyum dan menatap kamera. Luhan jadi ikut tersenyum saat melihat foto itu. Ia jadi mengingat kenangan masa lalunya bersama Sehun.
"Sudah... Itu bukan yang ingin aku tunjukkan. Tapi yang satu lagi..." Sehun mengeluarkan gulungan kertas yang lain dan memberikannya pada Luhan untuk membukanya.
Luhan pun kembali menarik pita dan merengangkan kertas itu. Terlihatlah sebuah tulisan yang cukup panjang. Tulisan itu masih terlihat sangat acak-acakan dan sepertinya itu adalah tulisan seorang anak kecil.
"Ini... Apa?" Tanya Luhan sambil menatap Sehun. Sehun hanya tersenyum sambil memandang Luhan dengan pandangan baca-saja-itu.
'Luhannie... Aku mendengar semuanya... Luhannie benar akan pindah ke Beijing ya? Apa nanti kita bisa bertemu lagi? Aku tidak tahu bagaimana aku tanpa Luhannie nanti. Apa aku akan bisa bahagia? Apa Luhannie juga? Haaa... Oh iya aku menulis ini karena aku berharap kita bisa bertemu lagi. Saat kita bertemu lagi, aku akan mengajak Luhannie ke sini dan membaca surat ini. Hmm sebenarnya ada sesuatu yang mau aku ucapkan pada Luhannie... Tapi aku tidak tahu apa saat Luhannie kembali, Luhannie... masih mengingat dan menyayangiku? Hahaha mungkin aku terlalu percaya diri. Mungkin saja kan Luhannie menyayangi seseorang di Beijing sana. Tidak menutup kemungkinan loh apalagi Luhannie sangat baik dan... manis. Tapi jika pun Luhannie masih ehem sendiri, aku akan mengungkapkan perasaanku yang sebenarnya. Hmm Luhannie... Saranghae... Ayo kita menikah dan mempunyai baby aegya yang lucu-lucu hehehe... Saranghae Luhannie... From Sehunnie ^^'
Air mata Luhan entah mengapa bisa mengalir membasahi pipinya saat membaca isi surat itu. Namun seulas senyum terukir jelas di bibirnya. Luhan langsung mendekap tubuh Sehun dan memeluknya erat tanpa memperdulikan tongkat peyangganya yang terjatuh dan menghentak tanah. Sehun membalas pelukan Luhan dan mengecup pucuk kepalanya.
"Hiks Hunnie... Hiks hiks" isak Luhan di dalam dekapan Sehun.
"Uljima... Aku membiarkan Hannie membaca surat ini karena Sehunnie kecil yang mendesak agar Hannie cepat membaca suratnya. Ia sudah tidak tahan menyimpan perasaannya sejak dulu hehehe" ujar Sehun membuat Luhan memukul punggungnya perlahan.
"Bagaimana? Apa kau menerima perasaan Sehunnie kecil, hmm?" Tanya Sehun sambil melepas pelukannya. Luhan hanya mengangguk malu.
"Kenapa kau tidak menjaga perasaanku sih? Masa kau menerima perasaan namja kecil itu di hadapan namjamu yang tampan ini, eoh?" Ujar Sehun membuat kekehan kecil dari Luhan.
Sehun mempoutkan bibirnya pura-pura marah membuat Luhan semakin terkekeh. Kedua tangan Luhan berada di belakang tengkuk Sehun dan mendorongnya sedikit. Luhan menjinjitkan kakinya dan mengecup bibir Sehun. Hanya sebuah kecupan lembut dan perasaan. Sehun dan Luhan memejamkan mata mereka, menikmati ciuman lembut itu tanpa memperdulikan sekitarnya lagi.
TES TES TES
Tanpa mereka sadari langit mendung kini sudah mejatuhkan tetesan air yang diberi nama hujan. Sehun dan Luhan sempat terkejut saat merasakan tetesan air yang mengenai mereka membuat mereka menyudahi ciuman mereka. Tetesan-tetesan air itu semakin lama semakin banyak membuat Sehun dan Luhan panik. Baju mereka berdua semakin basah. Sehun dan Luhan mendekatkan diri mereka pada pohon besar itu berharap pohon itu bisa melindungi mereka dari hujan.
Sehun melihat tubuh Luhan gemetar. Pakaian yang di kenakan oleh Luhan juga basah. Sehun melepaskan jas seragam yang digunakannya. Ia menutupi punggung Luhan dengan jas itu dan memeluknya dari belakang. Berharap dapat memberikan kehangatan yang cukup untuk Luhan.
Sehun dan Luhan terus bertahap di bawah pohon besar itu. Hujan masih belum berhenti. Tubuh Luhan juga semakin mengigil dan dingin. Sehun jadi tidak tega dengan Luhan.
"Hannie... Kau kedinginan ya? Hujan masih belum berhenti... Apa kita masuk ke dalam rumah saja?" Tanya Sehun pada Luhan yang masih berada di dekapannya. Luhan memutar kepalanya dan memandang Sehun.
"Aku membawa kunci rumah ini kok. Bagaimama? Apa kau mau? Aku tidak tega melihatmu kedingin begini..." ujar Sehun lagi. Luhan nampak berpikir dan menganggukan kepalanya.
Merasa mendapat persetujuan dari Luhan, Sehun segera menggendong tubuh Luhan ala bridal style dan berlari melawan hujan dengan kecepatan kilat membuat tubuh mereka kini jadi benar-benar basah.
CKLEK
Sehun membuka pintu rumah itu dan berjalan masuk sambil menggendong Luhan. Sehun membawa tubuh Luhan ke sebuah kamar yang ada di paling depan. Meski rumah itu sudah lama tidak ditempati, tapi rumah itu masih begitu terawat terbukti dari berbagai perabotan yang masih ada memenuhi setiap ruangan rumah itu.
Sehun membaringkan tubuh Luhan di sebuah tempat tidur berukuran queen size. Sehun mengambil sebuah selimut yang kebetulan ada di dalam lemari di kamar itu dan meyelimuti tubuh Luhan yang mengigil dan basah. Dengan selimut itu nampaknya sedikit membantu Luhan menghalau rasa dinginnya.
"Sebentar ya Hannie... Akan aku carikan sesuatu yang bisa kau gunakan selain pakaian basah ini agar kau tidak kedinginan lagi." Sehun mengecup pucuk kepala Luhan sekilas dan beranjak ke lemari yang ada. Mengeluarkan semua isinya dan mencari sesuatu yang bisa dipakai.
Akhirnya Sehun mendapatkan sebuah hoodie yang terlihat besar dan memberikannya pada Luhan. Untunglah di dalam lemari itu masih terdapat beberapa potong pakaian jadi Luhan dan Sehun bisa mengenakannya.
"Pakailah ini sambil menunggu dressmu ini kering, Hannie..." Sehun memberikan hoodie berwarna biru itu pada Luhan dan Luhan menerimanya. Luhan menatap Sehun membuat Sehun membalikkan tubuhnya seolah mengerti akan tatapan Luhan.
Setelah Sehun membalikkan tubuhnya, Luhan mencoba melepaskan dress yang di kenakannya yang sudah sangat sangat basah itu lalu menggantinya dengan hoodie yang di berikan Sehun tadi. Sehun mencoba mengalihkan pandangannya agar tidak menatap Luhan yang sedang berganti pakaian namun sudut matanya menangkap sesuatu. Cermin. Sebuah cermin dimana di dalam cermin itu Sehun bisa melihat dengan jelas Luhan yang sedang mencoba membuka dressnya menampilkan tubuh putih Luhan yang hanya tertutup oleh bra yang dikenakannya. Sehun menegak salivanya. Ia tidak tahan dengan apa yang dilihatnya itu. Buru-buru Sehun memalingkan wajahnya dari cermin tadi dan mengatur nafas dan jantungnya yang berdetak tidak normal.
-Oh sh*t! Kenapa denganku?- batin Sehun dalam hati.
"Hun... nie..." panggil Luhan dan seketika Sehun menolehkan kepalanya dan menatap Luhan yang kini sudah mengenakan hoodienya.
"Su-sudah?" Tanya Sehun dengan wajah memerah. Luhan menganggukkan kepalanya dan memberikan dress nya yang basah pada Sehun agar segera di keringkan.
"Ba-baiklah aku akan berganti baju dulu lalu menjemur ini ya. Hannie kau bisa beristirahat disini selagi menunggu." Ujar Sehun sambil berlalu meninggalkan kamar itu dengan sebuah pakaian kering dan dress basah Luhan.
CKLEK
BLAM
"Haaa tenanglah Oh Sehun! Tenang... Jangan berpikiran yang tidak-tidak! Huuuu haaaa huu haaa" Sehun mencoba mengatur detak jantung dan nafasnya saat ia keluar dari kamar tadi.
"Oh ayolah adik kecil... Jangan begini. Kau menyulitkanku..." ujar Sehun sambil menatap sesuatu yang menyembul di selangkangannya.
"Huuu haaaa tenang... tenang... tenang... tidak ada apa-apa... ya tidak ada apa-apa tadi, Oh Sehun... Huuu haaaa..."
.
.
.
Setelah mengganti pakaiannya dengan pakaian kering, Sehun memutuskan membuat minuman hangat untuk Luhan selagi menunggu pakaian mereka kering dan hujan berhenti. Sehun melangkahkan dirinya di dapur yang ada di rumah itu. Seperti ruangan lainnya, perabotan di dalam rumah ini juga masih lengkap. Sepertinya eommanya terkadang masih sempat menggunakan dapur ini meski ia juga tidak tahu kapan eommanya datang ke rumah ini. Terlihat masih ada beberapa bumbu dan bahan di dalam lemari dan kulkas.
Sehun memanaskan air di atas sebuah kompor. Ia memutuskan untuk membuat teh hangat untuk dirinya dan Luhan. 5 menit kemudian, 2 cangkir teh hangat pun jadi. Sehun membawa kedua cangkir teh itu ke dalam kamar yang tadi di tempati oleh Luhan.
CKLEK
Sehun membuka pintu kamar itu dan mendapati Luhan yang sedang terduduk melamun sambil menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur. Senyum terukir di bibir Luhan saat Sehun melangkah masuk sambil membawa dua cangkir yang masih mengepulkan asap.
"Ini aku buatkan teh hangat untuk Hannie..." Sehun memberikan cangkir teh hangat untuk Luhan dan Luhan menerimanya sambil tersenyum.
"Di luar masih hujan. Sepertinya kita akan sedikit lama disini." Jelas Sehun dan Luhan mengangguk.
Diam. Sehun terdiam. Suasana kamar itu hening yang terdengar hanyalah jarum jam yang bergerak dan tetesan air yang mengenai atap rumah. Sehun masih terus menatap Luhan yang sesekali menyeruput tehnya.
"Ahh aku lupa!" Ujar Sehun tiba-tiba membuat Luhan sedikit terkesiap. Untung saja teh yang di pegangnya tidak tumpah.
"Mianhae, Hannie... Aku hanya lupa memberikan kabar pada eomma jika kita ada disini. Dan aku lupa membawa ponselku!" Sehun memukul dahinya membuat Luhan terkekeh kecil. Lalu mengelus dahi Sehun yang tadi dipukulnya sendiri.
"Ti-tidak apa... Nanti... a-akan aku... ban-bantu jelaskan..." ujar Luhan menenangkan Sehun. Sehun pun tersenyum dan menganggukkan kepalanya.
"Hun-nie... Is-istirahatlah disini... k-kau pasti... le-lelah juga k-kan?" Ujar Luhan sambil menepuk-nepuk pahanya yang terlapis selimut.
"Ani. Kau yang tidur saja. Aku akan menjagamu dan menunggu hingga pakaian kita mengering." Balas Sehun membuat Luhan mempoutkan bibirnya tidak setuju dengan perkataan Sehun.
"Haaa baiklah-baiklah... Aku akan tidur, tuan putri..." ucapan Sehun tadi membuat Luhan tersenyum.
Sehun memposisikan kepalanya di paha Luhan yang digunakan sebagai bantal kepala. Luhan tersenyum sambil menatap wajah Sehun yang tak kunjung memejamkan matanya. Luhan membelai-belai rambut kecokelatan Sehun yang sudah memanjang dengan kedua tangannya membuat Sehun merasa sangat nyaman dengan sentuhan tangan Luhan. Tanpa disadari Sehun mulai memejamkan matanya. Dengkuran-dengkuran halus terdengar dari bibir Sehun. Luhan masih terus membelai rambut dan wajah Sehun meski ia tahu Sehun sudah tertidur di pangkuannya. Luhan sangat menyukai wajah damai Sehun yang tertidur di pangkuannya itu.
-Aku sangat beruntung memilikimu, Sehunnie... Jeongmal gomawo... Saranghae...- batin Luhan.
Entah keberanian darimana, Luhan mendekatkan wajahnya dengan wajah Sehun yang ada di pangkuannya dan mengecup bibir tipis Sehun cukup lama dan melumatnya sedikit. Luhan mencuri kecupan dari bibir Sehun yang sedang tertidur. Baru saja Luhan akan mengangkat kepalanya kembali, ada sesuatu yang menahan kepalanya.
Luhan merasa Sehun membalas lumatan bibirnya. Dan sesuatu yang menahan kepalanya untuk terangkat adalah tangan Sehun. Sehun membuka matanya membuat Luhan terkesiap kaget.
"Mencuri ciuman saat aku tertidur, eoh?" Ujar Sehun membuat wajah Luhan memerah karena ketahuan.
"Kenapa menciumku saat aku tertidur? Bukankah saat aku terbangun malah lebih nikmat?" Ujar Sehun bermaksud menggoda Luhan membuat Luhan menundukkan wajahnya yang sudah memerah.
Sehun mendudukan dirinya berhadapan dengan Luhan. Sehun menatap Luhan tapi yang ditatap justru malah menundukkan kepalanya tak mau menatap balik Sehun. Sehun menarik dagu Luhan agar Luhan mau menatapnya. Ia mendekatkan wajahnya pada wajah Luhan yang semakin lama semakin semerah tomat.
"Kenapa tidak menjawab pertanyaanku? Benarkan apa kataku? Atau mau kita membuktikannya?" Ujar Sehun tepat di hadapan wajah Luhan.
Semakin lama Sehun semakin mempertipis jarak di antara mereka. Hidung mereka pun kini malah sudah saling bersentuhan. Sehun sedikit memiringkan kepalanya ke kiri dan menempelkan bibirnya pada bibir plum Luhan. Sehun melumat bibir plum Luhan bergantian membuat Luhan memejamkan matanya dan menikmati lumatan-lumatan kecil yang didapatnya. Sehun menyeringai di dalam ciumannya saat Luhan mulai membalas lumatan-lumatannya.
Sehun menggigit bibir bawah Luhan meminta ijin agar lidahnya bisa masuk ke dalam goa hangat milik Luhan. Luhan yang mengerti pun langsung membuka mulutnya. Seketika itu juga Sehun segera melesakkan lidahnya masuk dan mengabsen semua yang ada di dalam goa hangat Luhan. Sesekali Sehun menggelitik langit-langit Luhan membuat Luhan bergerak resah di sela ciuman mereka. Kedua tangan Luhan kini sudah berada di belakang tengkuk Sehun dan sesekali menjambak rambut Sehun menikmati ciuman mereka yang memanas. Sehun juga melakukan hal yang sama. Ia memeluk pinggang Luhan dengan erat dan semakin mendekatkan diri mereka.
Entah siapa yang memulai, decak-decak saliva mulai terdengar memenuhi ruangan menandakan Sehun dan Luhan yang saling bertarung dan membelit lidah. Lelehan saliva mulai terlihat dari sudut bibir Luhan dan terus turun ke lehernya.
Luhan sedikit mendorong dada Sehun menandakan mereka harus menghentikan ciuman mereka. Sehun yang mengerti pun langsung melepaskan tautan bibirnya. Luhan mengambil nafas dalam-dalam untuk memenuhi kembali paru-parunya dengan oksigen. Sehun hanya terdiam sambil memandangi Luhan. Penampilan Luhan saat ini sangat menggodanya. Rambut cokelat Luhan yang sedikit basah dan acak-acakan, bibir plumnya yang sedikit terbuka karena ia mengambil nafas, lelehan saliva yang ada di sudut bibir hingga turun ke leher putihnya membuat Sehun begitu tergoda. Menurutnya penampilan Luhan nampak sangat seksi.
Sehun mendekatkan kembali wajahnya ke wajah Luhan membuat Luhan memundurkan wajahnya. Ia berpikir Sehun mau menciumnya lagi namun ia salah. Sehun mendekat ke telinganya dan sepertinya ingin membisikan sesuatu.
"Apa kau mau menggodaku dengan penampilanmu seperti ini, hmm? Dan kau tau? Kau berhasil membuat adik kecilku ini terbangun." Bisik Sehun tepat di telinga Luhan membuat tubuh Luhan menegang.
Luhan menatap Sehun tanpa berkedip. Bibirnya membentuk huruf o. Ia sungguh sangat terkejut dengan perkataan Sehun barusan. Sehun terus menatap Luhan berharap Luhan mengijinkannya namun apa yang ia harapkan sepertinya tidak terkabul.
"Haaa mian... Aku tidak akan memaksa. Tidurlah. Aku akan menidurkan adik kecilku sendiri saja..." Ujar Sehun sambil mengecup pucuk kepala Luhan dan berniat beranjak dari tempat tidur.
Belum sempat Sehun pergi, Luhan sudah menarik tangan kanannya. Luhan menahannya pergi dan malah mendekatkan wajahnya ke Sehun dan mempertemukan bibir mereka berdua kembali. Sehun mengerti apa maksud Luhan. Ia tersenyum di dalam ciumannya. Ciuman itu berarti Luhan setuju akan permintaannya.
Sehun mendorong tubuh Luhan hingga Luhan terbaring ke tempat tidur. Bibir mereka masih bertautan. Kedua tangan Luhan pun sudah bertengger manis di belakang tengkuk Sehun.
Tangan Sehun mulai bermain di sekitar pinggang Luhan dan menerobos masuk ke dalam hoodie yang di kenakan Luhan. Luhan bergerak gelisah saat jari-jari Sehun mulai menari-nari di sekitar pinggang dan semakin naik ke atas.
"Emphh" keluh Luhan di dalam ciumannya saat tangan Sehun meremas kedua breastnya yang masih terbungkus dengan bra.
Tangan Sehun semakin liar meremas-remas breast Luhan membuat Luhan semakin bergerak resah. Satu tangan Sehun mulai merambat ke bagian punggung Luhan dan mencari sesuatu di sana.
KLEK
Sehun berhasil melepaskan kaitan bra Luhan. Kedua tangannya langsung menelusup masuk dan meremas breast Luhan tanpa bra yang mengganggunya. Sesekali Sehun memelintir dan menekan-nekan nipple Luhan membuat Luhan seperti tersengat listrik ribuan volt dan membuat tubuhnya melemah. Ciuman Sehun pun kini semakin turun ke leher putih Luhan menghapus jejak-jejak saliva di sana membuat Luhan menjambak belakang rambut Sehun merasakan kenikmatan yang didapatnya.
Kedua tangan Sehun masih asik bermain-main di kedua breast Luhan dan bibirnya juga sekarang sibuk membuat kecupan-kecupan di sekitar leher putih Luhan. Dan kalian pasti tahu apa yang akan mereka lakukan setelah itu.
Kini tubuh mereka sudah benar-benar naked. Sehun sekarang sedang sibuk mengecupi perut rata Luhan membentuk beberapa kiss mark disana. Kedua tangan Sehun juga masih asik meremas breast dan memainkan nipple Luhan yang menegang.
"Akhhh shh Hun-niehhh" desah Luhan saat bibir Sehun sudah mengarah ke area sensitive nya.
"Ini lebih baik dari terapi yang kau jalani selama ini. Dengan begini saja kau sudah bisa berkali-kali memanggil dan mendesahkan namaku..." ujar Sehun di sela-sela kegiatannya menggoda klitoris Luhan yang sudah membengkak dan sedikit basah.
"Hun-niehhh akhhhh shhh" desahan Luhan kembali terdengar saat jari-jari Sehun mulai bermain-main di sekitar klitorisnya.
"Harusnya aku melakukan ini dari awal agar kau tidak perlu menjalani terapi bodoh itu ohh so tight! Akhh" Sehun merasa jarinya terasa terjepit saat ia mencoba memasukkan salah satu jarinya ke dalam 'hole' Luhan.
"Akhhh Hun-niehhhh" desah Luhan kembali saat Sehun menambah jumlah jarinya masuk ke dalam hole nya.
"Akhh akhh Hanniehhh akhhhh" racau Luhan saat Sehun mulai menyodok-nyodok jarinya di dalam hole Luhan.
Sehun merasa jari-jarinya begitu terjepit di dalam sana membuat ia membayangkan bagaimana jika juniornya yang masuk ke dalam sana dan dijepit seperti itu.
"Akhhh haaa haaa haaa" Luhan mengambil nafas dalam-dalam saat Sehun mengeluarkan kedua jarinya dari dalam hole nya.
Sehun menatap Luhan yang masih mengatur nafasnya. Ia meminta ijin pada Luhan apakah ia boleh melakukannya atau tidak.
"La-lakukanlah..." jawab Luhan membut seringaian di wajah Sehun.
Sehun mengocok juniornya dan mengarahkan juniornya pada hole Luhan yang sangat menggoda dan sangat di rindukannya itu. Sehun memejamkan matanya saat ujung junior nya masuk ke dalam hole Luhan. Luhan juga terlihat memejamkan mata dan menggigit bibir bawahnya saat hole nya di robek oleh junior Sehun yang berukuran big size itu.
"Akhh so tight shhhh" desah Sehun saat mencoba memasukkan seluruh juniornya ke dalam hole sempit Luhan.
"Akhhhh" desah Sehun dan Luhan bersamaan saat junior Sehun sudah benar-benar bersarang di dalam hole milik Luhan.
"Ber-geraklah..." ujar Luhan yang di sambut baik oleh Sehun.
Sehun menaik-turunkan tubuhnya membuat juniornya di dalam hole Luhan jadi ikut bergerak dan menyodok-nyodok hole Luhan. Luhan menggerakan tubuhnya resah merasakan rasa sakit dan nikmat yang menghinggapinya.
"Akhhh the-there akhhhhh" desah Luhan kenikmatan karena junior Sehun berhasil menumbuk g spot nya.
Sehun terus menaik-turunkan tubuhnya tanpa menghiraukan rasa lelah. Ia hanya menginginkan kenikmatan yang sudah lama tidak didapatkannya. Luhan terus meracau dan menyebut nama Sehun membuat Sehun semakin bersemangat menaik-turunkan tubuhnya.
"Hun-niehh a-akuhhh..."
"Bersama chagihhhh"
"Hunniehhhhhh"
"Hanniehhhhhhh"
CROTTT
Mereka pun akhirnya mencapai klimaks bersama. Cairan Sehun pun sepenuhnya masuk ke dalam hole Luhan bahkan ada yang merembes membasahi sprei. Luhan dan Sehun menarik nafas mereka dalam-dalam menikmati kehangatan yang menjalar di sekujur tubuh mereka. Sehun segera mengeluarkan junior nya dari dalam hole Luhan membuat Luhan sedikit meringis.
"Cukup satu ronde saja. Aku tidak ingin membuatmu lelah dan bertambah kesakitan. Gomawo, Hannie..." Sehun mengecup bibir plum Luhan yang terlihat sedikit membengkak. Luhan membalas perkataan Sehun dengan anggukkan kepala dan senyum yang tergambar di wajahnya.
"Tidurlah... Sepertinya kau sudah lelah.." Sehun mendekap tubuh Luhan dan memejamkan matanya.
.
.
.
CKLEK
Sehun dan Luhan sudah tiba di rumah Sehun sekarang. Sehun melipat kembali payung yang mereka gunakan tadi dan meletakannya sembarang di teras. Luhan berjalan masuk ke dalam dengan tongkat penyangga. Terlihat ada seorang yeoja yang duduk di sofa sambil menatap mereka dengan tatapan yang err sulit di artikan.
"Darimana saja kalian? Kenapa baru pulang?" Tanya yeoja itu yang diketahui adalah Nyonya Oh dengan wajah marah sambil menatap Sehun dan Luhan bergantian.
"Mi-mianhae ahjum-ahh ani eo-eomma... Ta-tadi kami ha-habis..."
Eomma? Luhan memanggil Nyonya Oh dengan sebutan eomma? Ya itulah permintaan dari Nyonya Oh sendiri. Setelah Luhan pulang dari rumah sakit, keluarga Xi, keluarga Luhan bermaksud mengajak Luhan untuk kembali ke Beijing namun tentu saja Luhan menolak. Mereka meminta Luhan kembali ke Beijing bukan karena ingin memisahkan Luhan dengan Sehun tapi mereka ingin merawat Luhan. Dan entah ide itu muncul darimana, pada akhirnya Luhan tinggal di rumah keluarga Oh. Keluarga Xi yang sudah mengenal lama keluarga Oh pun mempercayai putrinya pada mereka. Sejak saat itu, Nyonya Oh menganggap Luhan sudah seperti bagian dari keluarganya. Bahkan ia tak sungkan meminta Luhan memanggil dirinya 'eomma' dan suaminya 'appa'.
"Tadi kami habis jalan-jalan di taman. Ya hanya jalan-jalan. Lalu hujan besar jadi kami memutuskan untuk berteduh sebentar di sebuah gedung sambil menunggu hujan sedikit berhenti agar kami bisa kembali ke mobil yang diparkir cukup jauh." Bohong Sehun. Luhan menatap Sehun dengan pandangan bertanya-tanya. Kenapa Sehun harus berbohong?
"Jika seperti itu, kenapa kau tidak menghubungi eomma dulu? Kau tidak tahu eomma begitu mencemaskan keadaan kalian, tahu? Bahkan eomma menyuruh Sehan untuk mencari kalian. Eomma khawatir dengan Lulu. Lulu tinggal di rumah kita dan dia sudah jadi tanggung jawab kita." Jelas Nyonya Oh meluapkan isi hatinya.
"Mian eomma... Ponselku tertinggal di dalam mobil maka dari itu aku tidak bisa menghubungi eomma..." ujar Sehun menyesal.
"Mi-mianhae, eomma..." Luhan meminta maaf pada Nyonya Oh.
"Haaa baiklah. Maaf tadi eomma terlalu terbawa emosi. Yang penting tidak ada sesuatu yang buruk terjadi pada kalian. Cepat masuk dan istirahatlah. Atau mau eomma sediakan air hangat untukmu mandi, Lu?" Ujar Nyonya Oh dengan penuh perhatian.
"A-aniyo... Ti-tidak perlu eo-eomma..." balas Luhan.
"Baiklah. Sehun, cepat antarkan Lulu ke kamar. Ia pasti lelah." Ujar Nyonya Oh pada Sehun yang dibalas anggukan oleh Sehun.
Sehun menuntun Luhan untuk berjalan ke kamar tidur Luhan yang ada di lantai bawah tepatnya ke kamar tamu sebelum Luhan tinggal disana. Sehun membaringkan tubuh Luhan di tempat tidur dan meletakkan tongkat penyangga Luhan di dekat meja nakas. Sehun menyelimuti Luhan hingga sebatas dada.
"Tidurlah, Lu... Selamat malam..." Sehun mengecup pucuk kepala Luhan dengan sayang sebelum ia beranjak dari kamar Luhan.
"Hun-nie..." Luhan menahan tangan Sehun untuk pergi.
"Waeyo? Ada apalagi, Hannie?" Tanya Sehun sambil mengusap rambut Luhan.
"Ke-kenapa tadi... kau bo-bohong?" Tanya Luhan membuat Sehun menghela nafasnya.
"Mianhae... Bukan aku tidak mau berkata jujur pada eomma... Hanya saja aku tidak mau eomma berpikiran macam-macam jika kita pergi ke sana. Kau mengerti, kan? Eomma selalu overprotective padamu, sih..." jelas Sehun sambil mengelus pipi Luhan.
"Sekarang kau mengerti kan kenapa aku berbohong?" Tanya Sehun dibalas anggukan oleh Luhan.
"Nah kalau begitu sekarang tidurlah... Selamat malam, tuan putri..." Sehun kembali mengecup kening Luhan yang sudah memejamkan matanya.
Sehun mematikan lampu di kamar itu dan menyalakan sebuah lampu meja yang ada di atas nakas tempat tidur Luhan. Setelahnya Sehun pun keluar dari kamar itu membiarkan Luhan beristirahat.
.
.
.
3 bulan kemudian...
Nyonya Oh, Tuan Oh serta Sehan sudah berada di meja makan dan menikmati sarapan mereka. Tiba-tiba Luhan datang dengan sebuah dress berwarna kuning yang membalut tubuhnya serta senyum manis berjalan ke arah meja makan. Luhan sudah bisa berjalan dengan normal sekarang. Tongkat penyangga yang biasanya dulu ia bawa kini sudah tidak di perlukan lagi. Nyonya Oh yang menyadari kedatangan Luhan tersenyum dan mengajak Luhan untuk sarapan bersama.
"Luhan sudah bangun? Bagaimana tidurmu? Nyenyak?" Tanya Nyonya Oh yang dibalas anggukan dan senyuman oleh Luhan.
Luhan kini duduk di samping Nyonya Oh. Nyonya Oh mengambilkan sepiring nasi goreng buatannya untuk Luhan. Terlihat bagaimana ia sangat menyayangi Luhan.
"Kalian meninggalkanku sarapan sendiri..." ujar Sehun yang baru saja turun dari kamarnya.
"Aishh bagaimana sih calon direktur satu ini? Masih saja bangun kesiangan." Ejek Sehan membuat Sehun kesal.
Sejak 2 bulan yang lalu Sehun memutuskan untuk membantu Tuan Oh di perusahaannya selama libur menunggu masuk kuliah. Keputusan Sehun itu tentu membuat semua terkejut, tak terkecuali Luhan. Sehun dulu sempat bercerita pada Luhan jika ia sama sekali tidak ingin membantu menjalankan perusahaan appanya. Namun saat itu Sehun berubah. Ia sudah bertekad akan membantu sang appa menjalankan perusahaan appanya. Dan keputusan Sehun itu membuat Tuan dan Nyonya Oh senang. Mereka sudah tak pernah memaksa Sehun namun Sehun sendiri yang memutuskan begitu.
"Sudah-sudah... Duduklah dan cepat sarapan..." Nyonya Oh menginterupsi perdebatan kecil antara kedua putranya.
"Selamat pagi, Hannie..." Sehun mengecup pucuk kepala Luhan dan beranjak duduk di sebelah Sehan.
Suasana sarapan pagi itu berjalan seperti biasa. Tak ada yang berbeda. Sehun dan Sehan sesekali berdebat dan bercanda membuat yang lain tertawa. Luhan juga sangat menikmati sarapannya. Ia senang dengan suasana kekeluargaan itu. Sehun sesekali menatap Luhan dan mengajak Luhan berbicara bahkan tak sungkan mengumbar kemesraan di hadapan orang tua dan adiknya.
"Hoo-oekkkk" Luhan menutup mulutnya. Entah kenapa ia merasa mual. Luhan segera beranjak pergi ke kamar mandi. Semua yang ada di meja makan itu memandang Luhan dengan tatapan khawatir.
Tok Tok Tok
"Hannie... Waeyo? Apa kau sakit?" Tanya Sehun sambil mengetuk pintu kamar mandi.
"Lu apa kau sakit? Buka pintunya, Lu..." ujar Nyonya Oh yang ikut menyusul Luhan ke kamar mandi.
CKLEK
"Hannie... Waeyo? Apa kau sakit?" Tanya Sehun dengan wajah khawatir sambil merangkul tubuh Luhan.
"Sepertinya iya... Kepalaku... pusing... dan mual..." Luhan memegangi kepalanya yang terasa sakit. Wajah Luhan juga terlihat pucat.
"Sehun... Bawa Luhan ke kamarnya. Eomma akan mencari obat untuknya." Ujar Nyonya Oh.
Sehun membawa Luhan kembali ke kamar tidurnya. Luhan kini sudah berbaring di tempat tidur. Sehun menyelimuti tubuh Luhan hingga sebatas dada. Tangan Sehun tak lepas menggenggam tangan Luhan. Sehun tampak khawatir. Apalagi wajah Luhan yang terlihat pucat dan lemah.
"Hannie... Apa perlu ke rumah sakit?" Tanya Sehun dibalas gelengan kepala oleh Luhan.
"Ani... Aku baik-baik saja. Hunnie... Sebaiknya kau cepat ke kantor... Kasihan appa..." ujar Luhan.
"Tapi bagaimana denganmu?"
"Sudahlah Sehun... Lulu akan baik-baik saja. Eomma kan yang menjaganya..." ujar Nyonya Oh sambil membawa segelas air dan obat untuk Luhan.
"Tapi, eomma..."
"Berangkatlah ke kantor... Appa dan Sehan sudah pergi. Tenanglah Lulu akan baik-baik saja disini dengan eomma..."
"Baiklah, aku pergi. Jika ada apa-apa, eomma langsung telepon aku ya..." ujar Sehun sambil mengecup kening Luhan.
"Aku berangkat ya... Cepat sembuh, Hannie..." Sehun melangkahkan kakinya keluar dari kamar Luhan meninggalkan Luhan dan Nyonya Oh berdua.
"Lu minum obat dulu... Setelah itu baru tidur, ne..." Nyonya Oh memberikan sebutir obat berwarna pink dan segelas air untuk Luhan.
"Gomawo, eomma..." balas Luhan sambil meletakkan segelas air itu di meja nakas.
"Nah sekarang kau tidurlah... Jika kau membutuhkan apa-apa, panggil eomma saja ya..." ujar Nyonya Oh sambil beranjak meninggalkan Luhan agar bisa beristirahat.
Sehun kini sudah berada di kantornya. Sehun terlihat sangat tidak bersemangat tidak seperti hari-hari biasanya. Dan keadaan Sehun yang seperti itu membuat Tuan Oh jadi khawatir. Tuan Oh memanggil Sehun untuk berbicara di ruangannya.
"Ne, apa appa memanggilku?" Tanya Sehun saat masuk ke dalam ruangan Tuan Oh.
"Appa hanya ingin bertanya. Kenapa hari ini kau terlihat sangat tidak bersemangat?" Tanya Tuan Oh saat Sehun sudah duduk di hadapannya.
"Aniyo appa... Aku hanya khawatir saja. Entah kenapa perasaanku jadi tidak enak." Jelas Sehun sambil menundukkan kepalanya.
"Tentang Lulu? Dia pasti baik-baik saja. Mungkin hanya tidak enak badan biasa." Ujar Tuan Oh.
Drrrtttt Drrrtttt
Tiba-tiba ponsel Sehun bergetar. Sehun segera merogoh saku celananya mungkin saja eommanya menelepon untuk mengabarkan keadaan Luhan. Dan benar saja. Nama 'Eomma' terpampang di layar ponselnya.
"Yeob-"
-YA! SEBENARNYA APA YANG KAU LAKUKAN PADA LULU, EOH?- teriak Nyonya Oh di ujung telepon. Sehun terkejut mendengar teriakan eommanya.
"Apa mak-"
-Haaa... Sekarang lebih baik kau ke Seoul International Hospital. Eomma ingin berbicara padamu.- ujar Nyonya Oh lebih tenang sekarang.
"Mwo? Rumah sakit? Apa Hannie baik-baik sa-"
-Lulu baik-baik saja. Sekarang cepat kau kemari!- balas Nyonya Oh memutuskan sambungannya.
"Ada apa?" Tanya Tuan Oh pada Sehun.
"Aku juga tidak tahu. Eomma menyuruhku untuk segera ke rumah sakit sekarang." Jelas Sehun pada Tuan Oh.
"Baiklah. Kau pergi saja... Maaf appa tidak bisa meninggalkan perusahaan sekarang." Ujar Tuan Oh yang diangguki oleh Sehun.
Sehun kini mengendarai mobilnya ke rumah sakit yang diberitahukan sang eomma. Selama perjalanan menuju ke rumah sakit, pikiran Sehun jadi tidak fokus. Ia selalu memikirkan keadaan Luhan. Meski di telepon tadi eommanya bilang keadaan Luhan baik-baik saja, tapi Sehun masih tidak merasa tenang. Seperti ada sesuatu yang terjadi.
Akhirnya Sehun pun sampai di rumah sakit. Sehun memarkirkan mobilnya dan segera masuk ke dalam rumah sakit. Ia sudah tidak sabar bertemu dengan eomma dan melihat keadaan Luhan. Sehun menuju ke meja resepsionis untuk mengetahui dimana Luhan berada.
"Sehun, ternyata kau sudah datang?" Ujar Nyonya Oh saat berpapasan langsung dengan putranya.
"Eomma... Sebenarnya ada apa? Dimana Hannie?" Tanya Sehun dengan wajah khawatir.
"Haaa lebih baik kau ikut eomma menemui Lulu sekarang..." Nyonya Oh menarik tangan Sehun untuk mengikutinya ke tempat dimana Luhan berada sekarang.
"Hannie.. kau tidak apa-apa kan?" Tanya Sehun saat melihat Luhan sedang terbaring di atas sebuah ranjang rumah sakit.
"Ani.. Aku baik-baik saja... Hanya..." Luhan melirik ke arah Nyonya Oh ragu-ragu.
"Hanya kenapa?" Tanya Sehun.
"Haa eomma hanya ingin bertanya padamu. Sebenarnya apa yang kau lakukan pada Lulu?" Tanya Nyonya Oh sedikit ambigu.
"Maksud eomma? Melakukan apa? Aku tidak pernah berbuat kasar pada Hannie kok..." jawab Sehun.
"Lalu? Menghamili Lulu?" Ujar Nyonya Oh membuat Sehun membelalakan matanya.
"Menghamil- maksud eomma apa?" Tanya Sehun masih tidak mengerti.
"Lulu hamil, Sehun... Lulu hamil." Jelas Nyonya Oh membuat mata Sehun membulat.
"Eo-eomma tidak bercanda, bukan?"
"Mana mungkin eomma bercanda. Hampir saja Lulu kehilangan janinnya jika tadi eomma tidak buru-buru membawanya ke rumah sakit." Jelas Nyonya Oh.
"Memang apa yang terjadi dengan Hannie? Hannie kenapa?" Sehun menatap bergantian Luhan dan eommanya.
"Lulu terpeleset di kamar mandi. Lulu menjerit dan tentu saja eomma sangat panik. Eomma pikir ada sesuatu yang buruk terjadi pada Lulu. Eomma segera berlari ke kamar Lulu dan benar saja Lulu terjatuh di depan kamar mandi dan ada darah di sekitarnya. Saat eomma membawa ke rumah sakit, dokter bilang janin Lulu yang baru berusia 12 minggu terselamatkan. Eomma bingung. Eomma tidak tahu selama ini jika Lulu... hamil..." jelas Nyonya Oh.
"Aku juga tidak tahu jika selama ini Hannie... Kenapa Hannie tidak bilang jika di dalam sini ada aegya kita?" Tanya Sehun sambil mengusap perut rata Luhan.
"Mianhae... Bukan aku tidak mau memberitahunya... hanya saja... aku takut..." Luhan memalingkan wajahnya dari Sehun.
"Takut? Apa yang membuatmu takut, hmm?" Sehun menarik dagu Luhan agar bisa kembali melihatnya.
"Aku takut... jika Hunnie tidak menginginkan ini..." ujar Luhan sambil mengusap perutnya.
"Karena itu? Mana mungkin aku tidak menginginkan aegya ini, Hannie... justru aku malah sangat senang. Aegya, tolong jaga eomma untuk appa ya... Jangan membuat eomma khawatir, arra?" Ujar Sehun sambil mengecup perut Luhan.
"Jadi benar aegya ini adalah hasil perbuatanmu pada Lulu, hmm?" Tanya Nyonya Oh pada Sehun.
"Ne, tentu saja... Mau aegya siapa lagi?" Ujar Sehun penuh percaya diri.
"Dasar anak ini! Kau sudah menghamili Lulu di luar pernikahan! Kau belajar dari siapa semua ini, eoh?" Nyonya Oh menarik telinga Sehun membuat Sehun berteriak kesakitan.
"Auuuu ampun eomma... Ampun..." Keluh Sehun kesakitan namun Nyonya Oh masih tetap tidak melepaskan telinga Sehun.
"Sudah eomma..." Kini Luhan mencoba menghentikan Nyonya Oh.
"Dasar kau ini!" Ujar Nyonya Oh saat melepaskan telinga Sehun yang sudah memerah.
"Dan sekarang kau harus bertanggung jawab! Nikahi Lulu secepatnya!" Ujar Nyonya Oh tegas di hadapan Sehun.
"Tak perlu eomma suruh pun aku pasti akan menikahi Hannie... Ya kan Hannie?" Ujar Sehun sambil mengecup bibir Luhan sekilas.
"Ya anak ini! OH SEHOONNNNNN!"

special lesson Where stories live. Discover now