end part

1.1K 27 1
                                    

Luhan sedang berbaring di atas tempat tidurnya. Tanpa terasa perutnya semakin lama semakin membesar saja. Usia kandungannya kini sudah memasuki minggu ke 15. Luhan memandang ke langit-langit kamar. Namun pikirannya sepertinya sedang berterbangan kemana-mana karena ia sampai tidak menyadari ada seorang namja yang ikut membaringkan diri di sampingnya.
"Hannie... Apa yang sedang kau pikirkan, hmm?" Tanya namja itu yang ternyata adalah Sehun.
"Ani. Aku tidak sedang memikirkan apa-apa kok... Kau belum tidur, Hunnie? Sudah malam dan besok kau kan harus kerja..." Ujar Luhan sambil mengelus pipi Sehun.
"Malam ini aku tidur di sini saja ya... Aku kan ingin tidur bersamamu dan aegya... Bolehkan, aegya?" Ujar Sehun sambil mengelus dan mencium perut Luhan yang sekarang mulai terlihat membesar.
"Eyyy bagaimana jika nanti eomma marah, Hunnie?" Tanya Luhan sambil memandang Sehun yang masih asik terus mengelus perutnya.
"Tidak mungkin eomma marah. Lagipula sebentar lagi kita akan menikah." Balas Sehun dengan santai membuat Luhan hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya.
Lalu Sehun menarik Luhan ke dalam dekapannya. Ia sangat suka tidur sambil memeluk Luhan. Apalagi dengan begitu ia bisa mencium aroma khas Luhan yang sangat ia sukai sekaligus memabukkannya. Sehun memejamkan matanya dan mencoba untuk tidur. Namun belum ada 5 menit, pintu kamar Luhan terbuka dan muncullah Nyonya Oh dengan rambut penuh roll yang datang untuk mengecek keadaan Luhan di kamarnya seperti biasa.
"Ya! Kau sedang apa disini, Sehun? Cepat kembali ke kamarmu sana!" Ujar Nyonya Oh dengan nada memerintah. Namun Sehun tidak memperdulikannya. Ia malah semakin memeluk erat tubuh Luhan.
"Aishh kau ini susah sekali sih dibilangin! Cepat kembali ke kamarmu dan tidur disana!" Teriak Nyonya Oh sambil mencoba menarik lengan Sehun.
"Ani! Aku mau tidur disini saja dengan Hannie dan aegya..." jawab Sehun dengan mata terpejam.
"Aduhaduhaduh kau ini Sehun..." Nyonya Oh hanya bisa menggelengkan kepalanya karena tingkah Sehun yang masih manja dan kadang kekanakan.
"Lagipula sebentar lagi aku dan Hannie akan menikah. Jadi tidak masalah kan jika aku ingin tidur disini dengan Hannie." Ujar Sehun sekenanya membuat Nyonya Oh sedikit kesal.
"Aishhh kau ini! Terserahlah! Bahkan kau juga sudah jauhh lebih lama tidur seranjang dengan Lulu kan! Yasudah eomma mau ke kamar. Eomma tidak tahan berlama-lama disini dan berdebat denganmu!" Ujar Nyonya Oh dan melangkahkan kakinya keluar dari kamar Luhan.
"Hunnie... Kau ini kerjanya membuat eomma marah saja ckckck" keluh Luhan sambil mencubit pelan pipi Sehun.
"Ishh appo, Hannie... Lagipula eomma saja yang berlebihan dan terlalu sensitif. Sedikit-sedikit marah... Haa eomma itu harusnya berubah apalagi ia sekarang sudah memiliki cucu disini..." Sehun kembali membuka matanya dan mengelus perut Luhan membuat pipi Luhan memerah mendengar ucapan Sehun tadi.
Sehun hanya terkekeh pelan melihat rona merah di kedua pipi Luhan. Sehun semakin gemas melihat sang calon istri yang terlihat malu-malu. Sehun mengangkat dagu Luhan agar Luhan bisa menatapnya lalu Sehun kemudian mendekatkan wajahnya, memperpendek jarak diantara Luhan dengan dirinya. Luhan memejamkan matanya seolah tahu apa yang akan Sehun lakukan. Sehun juga ikut memejamkan matanya hingga jarak diantara mereka hanya tersisa beberapa senti saja sampai...
"Ya Oh Sehun! Hentikan! Apa yang mau kau lakukan pada Lulu, eoh? Bukankah tadi kau bilanh ingin tidur? Jangan mengganggu Lulu.. dia kan harus banyak istirahat!" Ujar Nyonya Oh menginterupsi kegiatan HunHan. Sehun dan Luhan langsung membuka mata mereka lebar-lebar. Luhan segera menjauhkan tubuhnya dari Sehun dan memalingkan wajahnya yang sudah sangat memerah.
"Ish eomma! Harusnya eomma ketuk pintu dulu sebelum masuk. Eomma mengganggu kami saja!" Ujar Sehun dengan tidak sopannya.
"Dasar bocah pabbo! Kau tak perlu mengajariku. Oh Tuhan apa salahku sampai bisa memiliki anak sekurang ajar ini? Ckckck" keluh Nyonya Oh. Sehun hanya memutar bola matanya malas.
"Katakan kenapa eomma kemari lagi? Bukankah eomma bilang tadi jika eomma tidak tahan berada disini? Lalu kenapa kembali ke sini lagi?" Tanya Sehun tanpa memperdulikan umpatan dari eommanya lagi.
"Dasar anak kurang ajar! Jadi kau mau mengusir eomma, eoh? Aigoo... Eomma kesini tidak ada urusannya denganmu. Eomma hanya ingin memberikan ini untuk Lulu." Nyonya Oh memberikan segelas susu untuk Luhan.
"Susu? Tapi... Lulu mau yang rasa strawberry..." ujar Luhan sambil mempoutkan bibirnya karena yang ia dapat bukan susu rasa strawberry tapi susu rasa vanilla yang sangat dibencinya.
"Mian, Lu... Susu strawberrnya habis... Yang ada hanya rasa vanilla." Jelas Nyonya Oh namun nampaknya Luhan tidak mau perduli dan menggeleng-gelengkan kepalanya menolak susu itu.
"Haaa baiklah-baiklah..." Nyonya Oh langsung melirik ke arah Sehun. Sehun yang mengerti tatapan eommanya hanya bisa menghela nafas.
"Arra... Arra.. Aku akan membelinya di mini market terdekat. Aegya tunggu sebentar ya... Hannie aku pergi dulu ya..." Pamit Luhan sambil mencium pucuk kepala Luhan dan beranjak keluar kamar.
"Eomma..." panggil Luhan sesaat setelah kepergian Sehun.
"Waeyo, Lulu?" Tanya Nyonya Oh lembut.
"Aegya ingin strawberry..." ujar Luhan dengan wajah polosnya.
"Mwo? Strawberry? Belum ada satu jam yang lalu kau menghabiskan 1 pack strawberry, Lu..." Nyonya Oh nampak khawatir.
"Tapi aegya ingin lagi, eomma... Boleh ya?" Pinta Luhan dengan sedikit rayuan.
"Baiklah, baiklah... Tapi jangan makan terlalu banyak ya... Kau bisa sakit perut nanti, Lu..." balas Nyonya Oh lalu berjalan keluar dari kamar itu untuk mengambil persediaan buah strawberry di dalam lemari es.
Luhan dengan lahap memakan buah strawberry nya. Ia terlihat begitu menikmati buah berwarna merah dengan rasa sedikit asam itu. Nyonya Oh hanya bisa menggeleng-gelengkan kepalanya melihat Luhan yang lahap memakan buah strawberry tanpa henti. Sejak seminggu yang lalu Luhan berada pada fase mengidam. Ia meminta agar di belikan apapun yang berhubungan dengan strawberry. Mulai dari buah, makanan, minuman bahkan sampai pernak pernik berbentuk buah merah itu. Sepertinya Luhan atau aegya nya memang sangat menggilai strawberry. Bahkan kadang permintaan Luham yang kini menggilai strawberry itu tidak masuk akal. Luhan pernah suatu ketika meminta Sehun untuk dibelikan tteokbeokki dengan saus strawberry. Mau mencarinya kemanapun tentu saja Sehun tidak akan mendapatkannya. Dan akhirnya Sehun pulang dengan tangan kosong membuat Luhan marah padanya. Karena kejadian itu bahkan sampai 2 hari Luhan menolak untuk makan membuat seluruh keluarga Oh panik tentunya. Apalagi kondisi Luhan yang sedang mengandung itu. Pada akhirnya dengan terpaksa Nyonya Oh membuatkan tteokbeokki special dengan saus strawberry untuk Luhan yang rasanya err entahlah tidak bisa dibayangkan. Tteokbeokki dengan suas strawberry? Namun Luhan begitu menyukai makanan aneh itu hingga akhirnya membuat Luhan ketagihan dan 3 hari berikutnya Luhan selalu meminta menu yang sama.
"Akhh" rintih Luhan sambil memegang sekitar perutnya membuat Nyonya Oh panik.
"Aigoo... Waeyo Lu? Kan sudah eomma bilang, jangan makan strawberry terlalu banyak... Lihat akibatnya, kan?" Ujar Nyonya Oh sambil mengambil sisa strawberry di dalam mangkuk dan tangan Luhan. Menjauhkan buah itu agar Luhan tidak lagi memakannya.
"Ani eomma... Perutku tidak sakit hanya saja... Aku merasa nyeri di pinggangku..." ujar Luhan sambil membenarkan posisi duduknya.
"Nyeri? Mau eomma ambilkan obat atau sesuatu untuk mengurangi rasa nyerinya?" Tawar Nyonya Oh namun dibalas gelengan kepala oleh Luhan.
"Yasudah kau berbaring saja ya... Tunggu sampai Sehun datang membawa susu strawberry untukmu, arra?" Ujar Nyonya Oh yang diangguki oleh Luhan. Nyonya Oh kembali membawa mangkuk yang berisi sisa buah strawberry yang diminta oleh Luhan dan segelas susu rasa vanilla yang tidak mau Luhan minum.
Luhan kini membaringkan tubuhnya kembali dan menatap langit-langit kamarnya. Luhan terus mengelus perutnya sendiri seolah ingin membelai aegya di dalam perutnya itu. Luhan menyenandungkan sebuah lagu yang sangat disukainya sampai ia merasa lelah dan tertidur.
Sehun sudah kembali ke rumah dengan membawa satu kantong plastik besar berisi beberapa kotak susu khusus ibu hamil rasa strawberry dan snack strawberry kesukaan Luhan. Sehun meletakkan kantung plastik belanjaannya itu di atas meja dapur. Nyonya Oh terlihat sedang merapikan piring dan gelas di dapur saat Sehun datang.
"Eomma... Apa Lulu sudah tidur? Apa ia mau meminum susu vanilla tadi?" Tanya Sehun sambil mengeluarkan kotak susu yang di belinya tadi.
"Saat eomma keluar tadi Lulu kelihatannya belum tertidur. Haa kau ini Lulu keras kepala. Mana mungkin ia mau meminun susu vanilla itu." Balas Nyonya Oh.
"Lalu apa yang eomma lakukan dengan buah strawberry Lulu? Jangan bilang jika Lulu memintanya lagi?" Tanya Sehun penasaran saat sang eomma memasukkan kembali beberapa buah strawberry kembali ke dalam lemari pendingin.
"Ne.. Lulu bilang aegya yang memintanya. Jujur eomma sedikit khawatir. Menurut kepercayaan orang jaman dulu, ibu yang sedang hamil itu tidak boleh memakan buah strawberry. Takutnya bayi yang di dalam kandungan akan memiliki bercak kemerahan di kulitnya saat lahir." Jelas Nyonya Oh membuat Sehun hanya menghela nafasnya.
"Eomma jangan percaya mitos seperti itulah... Aegya kami pasti baik-baik saja. Yasudah aku ingin memberikan susu ini untuk Luhan dulu ya..." Sehun berlalu sambil membawa segelas susu strawberry yang dibuatnya tadi menuju ke kamar Luhan.
Sehun membuka pintu kamar itu perlahan ia tidak ingin mengejutkan Luhan. Saat Sehun masuk ke dalam, Sehun dapat mendengar dengkuran halus dan nafas Luhan yang beraturan menandakan jika Luhan sudah tertidur. Sehun menghela nafasnya dan tersenyun menatap calon istrinya itu tidur dengan damai. Luhan meletakkan kedua tangannya tepat di atas perutnya. Sehun menarik selimut yang ada hingga sebatas dada Luhan. Ia tidak tega membangunkan Luhan hanya untuk menegak susu untuknya. Sehun pun meletakkan gelas berisi susu berwarna merah muda itu di meja nakas. Kemudian ia membaringkan tubuhnya di samping Luhan dan ikut tertidur dengan posisi memeluk tubuh Luhan.
.
.
.
Luhan mengerjapkan matanya. Ia merasa tubuhnya sangat hangat seperti ada yang memeluknya. Luhan membuka matanya perlahan dan mendapati Sehun sedang tersenyum sambil menatap Luhan. Luhan pun membalas senyum Sehun sambil mengerjap-ngerjapkan matanya yang belum terbuka sepenuhnya.
"Good morning, Nyonya Oh..." ujar Sehun lalu mengecup ujung hidung Luhan membuat rona merah di kedua pipi Luhan.
"Aishh aku bahkan belum jadi istrimu, Oh Sehun..." balas Luhan sambil memukul lengan Sehun perlahan bahkan bisa dikatakan sangat pelan karena tenaganya yang belum terkumpul semua.
"Hehehe tapi sebentar lagi kau akan menjadi Nyonya Oh, istri dari Oh Sehun." Sehun mengecup bibir Luhan sekilas membuat kedua sudut bibir Luhan tertarik.
"Kau terlalu percaya diri, Oh Sehun... Memang aku mau menikah denganmu? Sampai sekarang pun aku tidak bilang aku bersedia menikah denganmu." Luhan seluruh bagian wajah Sehun membuat Sehun tersenyum akan sentuhan Luhan.
"Oh ya? Aku akan tetap menikahimu meski kau tidak bilang 'bersedia' menikah denganku." Sehun berkata dengan penuh percaya dirinya.
"Mana bisa begitu? Itu sama saja pemaksaan, Oh Sehun..." Luhan yang gemas langsung menarik ujung hidung Sehun membuat hidungnya memerah.
"Biar saja. Karena aku sudah terlalu mencintaimu, Hannie..." Sehun mencium bibir Luhan cukup lama membuat pipi Luhan merona.
"Ishh gombal!" Luhan mencolek dagu Sehun dan terkekeh.
"Mana mungkin aku gombal. Aku mengatakan kenyataannya, sayang..." Sehun mengecup pipi Luhan sekilas lalu tersenyum.
"Kajja kita bangun... Eomma, appa dan Sehan pasti sudah menunggu kita di ruang makan." Ajak Luhan sambil mencoba bangkit namun Sehun menahannya.
"Kita mandi bersama?" Bisik Sehun di telinga Luhan.
"Andwae! Kau mandi saja di kamar mandimu sana! Weeeekkk!" Balas Luhan lalu berlari masuk ke dalam kamar mandinya dan segera mengunci pintu.
Sehun hanya terkekeh melihat reaksi dari Luhan. Padahal niatnya hanya bercanda ya hmm sedikit serius sih tapi yasudah lah. Sehun berjalan keluar kamar menuju ke kamarnya di lantai atas untuk mandi dan bersiap-siap. Ia harus ke kantor pagi ini, tentu saja.
Luhan berdiri membelakangi pintu setelah ia mengunci pintu kamar mandi itu. Ia merasa jantungnya berdetak tidak normal. Ia yakin wajahnya sekarang pasti juga sudah memerah. Dan benar saja. Saat ia menatap cermin, pipinya sudah berwarna merah semerah tomat. Meski Sehun sudah pernah bahkan hmm sering melihat luar dalam dirinya, ia tetap akan merasa malu. Mungkin karena Sehun adalah namja yang sangat dicintainya. Tapi memang jika Sehun bukan namja yang dicintainya, Luhan tetap akan rela memperlihatkan luar dalam dirinya? Jawabannya pasti tidak...
Perhatian Luhan kini bukan terarah pada cermin melainkan kepada perutnya. Ia mengelus perut itu dan sesekali tersenyum. Ia sangat tidak sabar menanti aegya di dalam perutnya ini agar segera keluar dan bisa ia peluk. Ia selalu menjaga dan berusaha agar aegya di dalam perutnya itu baik-baik saja dan tetap sehat agar bisa bertumbuh dengan baik. Ya seperti harapan kebanyakan orang tua lain tentunya...
.
.
.
Luhan kini mematut dirinya di depan cermin. Ia sudah selesai mandi dan berpakaian. Waktunya Luhan untuk berdandan. Belakangan ini Luhan sangat gemar mempercantik dirinya. Ia selalu menggunakan dress-dress cantik dan memoles wajahnya dengan polesan kosmetik yang tentu saja tidak terlalu tebal meski ia hanya berada di dalam rumah.
Saat Luhan sedang asik memoleskan lipgloss di bibirnya, sebuah lengan kekar memeluknya lehernya dari belakang. Luhan tersenyun dengan perlakuan orang itu yang tak lain adalah Sehun, calon suaminya.
"Hai cantik..." sapa Sehun sambil mengecup pipi kanan Luhan.
"Kenapa tidak langsung ke ruang makan saja, Hunnie?" Tanya Luhan masih sambil mengoleskan lipglossnya.
"Pangeran tampan kan ingin menjemput tuan putri yang cantik ini dulu..." Sehun semakin mempererat pelukannya.
"Aegya... Lihat appamu terlalu narsis, bukan?" Luhan mengelus perutnya dan terkekeh membuat Sehun jadi ikut terkekeh.
"Apa sudah siap pergi ke ruang makan, tuan putri?" Ujar Sehun sambil menjulurkan tangannya.
Luhan meraih tangan Sehun dan berjalan beriringan menuju ke ruang makan dimana Tuan dan Nyonya Oh serta Sehan berada. Mereka pasti sudah sarapan duluan sebelum Sehun dan Luhan bangun tidur.
"Mesranya calon pengantin ini hahaha" ejek Sehan saat Sehun dan Luhan datang ke ruang makan dengan saling bergandengan tangan. Namun yang diejek hanya cuek saja dan mendudukan diri mereka bersebrangan seperti biasanya.
"Lulu eomma sudah menyiapkan roti panggang dengan selai strawberry, susu rasa strawberry, dan buah strawberry untukmu..." Nyonya Oh memberikan sepiring roti, segelas air dan semangkuk buah strawberry yang sudah di potong-potong.
"Gomawo, eomma..." balas Luhan lalu menyantap makanannya. Sehun memperhatikan Luhan dalam diam dan sesekali tersenyum.
"Lu... Nanti eomma antarkan kau ke bridal ya..." ujar Nyonya Oh di tengah-tengah acara makan.
"Untuk apa, eomma?" Tanya Luhan.
"Fitting terakhir gaun pengantinmu, tentu saja. Minggu depan kan kau sudah menikah. Sekaligus eomma ingin mengajakmu jalan-jalan membeli peralatan bayi. Ahh eomma jadi tidak sabar..." ujar Nyonya Oh girang. Luhan hanya tersenyum melihat ekspresi bahagia calon mertuanya itu.
"Apa aku boleh ikut, eomma? Aku kan ingin melihat Hannie dengan gaun pengantin dan membeli peralatan bayi untuk aegyaku..." tanya Sehun dengan wajah memohonnya.
"Aishh mana boleh... Kau kan bekerja. Mana bisa meninggalkan kantor begitu saja. Lagipula kau hanya boleh melihat Lulu dengan gaunnya di depan altar nanti. Untuk urusan berbelanja peralatan, serahkan pada eomma dan Lulu saja. Ya kan, Lulu?" Ujar Nyonya Oh yang dibalas anggukan oleh Luhan.
"Arra arra... Selamat bersenang-senang hari ini, Hannie... Dan ingat, kau tidak boleh terlalu lelah, arra?" Ujar Sehun memperingatkan.
"Ne, Hunnie..." balas Luhan tanpa menghilangkan senyum di bibirnya.
.
.
.
Luhan bersama Nyonya Oh kini sedang berada di sebuah bridal milik seorang designer yang cukup terkenal. Hari ini fitting terakhir Luhan karena minggu depan sudah waktunya Luhan dan Sehun mengucapkan janji sehidup semati di depan altar. Luhan mendudukan dirinya di sebuah sofa di salah satu ruangan bridal. Ia menunggu Nyonya Oh yang sedang berbincang dengan designer dan pegawai di bridal itu. Luhan melihat sekeliling ruangan dengan takjub. Ruangan itu penuh dengan gaun pengantin yang sangat cantik. Mata Luhan tak bisa melepas pandangannya dari dua gaun yang dipakaikan pada dua buah manekin. Gaun pertama adalah gaun yang akan Luhan gunakan dalam pemberkatan pernikahannya. Berwarna putih gading tanpa lengan yang membuat bahu Luhan terkekspos. Gaun itu dipenuhi banyak payet di sekitar dada dan perutnya. Ekor gaun itu sangat panjang menyapu lantai. Bisa dibayangkan Luhan pasti akan sangat cantik dalam balutan gaun itu. Gaun kedua berwarna white pearl. Gaun lengan panjang dengan backless yang dapat mengekspos punggung putih Luhan. Terlihat sangat anggun dengan pita-pita yang menghiasi gaun yang hanya sepanjang lutut itu. Gaun itu Luhan gunakan di dalan resepsi pernikahannya. Luhan tidak ingin menggunakan gaun yang rumit saat resepsinya. Karena dia pasti akan berkeliling menjamu setiap tamu yang datang. Maka pilihan Luhan jatuh pada gaun itu.
"Lu, kau bisa mencoba kedua gaun itu. Apa ukurannya pinggangnya sudah pas atau belum." Ujar Nyonya Oh yang diangguki Luhan.
Luhan mencoba gaun pertamanya. Ia sedikit kesulitan dalam menggunakan gaun itu karena ekor gaun yang panjang mengganggu geraknya. Luhan menatap dirinya di depan cermin saat ia menggunakan gaun cantik itu. Luhan nampak masih belum percaya jika sebentar lagi ia akan menikah.
"Lu, kau cantik sekali... Sehun pasti tidak akan berkedip saat melihatmu." Puji Nyonya Oh membuat Luhan nampak merona. Setelahnya Luhan langsung menggantinya dengan gaun kedua.
Fitting gaun sudah selesai. Kini Nyonya Oh mengajak Luhan berbelanja di mall. Nyonya Oh berencana ingin membeli peralatan bayi bagi calon cucu pertamanya. Ia sangat gembira bahkan sampai tak sabar ingin membeli banyak peralatan.
"Eomma... Jangan beli terlalu banyak... lagipula aegya kan juga masih belum lahir..." Ujar Luhan memperingatkan karena sedaritadi Nyonya Oh nampak ingin membeli apapun yang dikiranya cocok untuk calon cucunya itu.
"Ne, eomma tau.. Eomma hanya membeli beberapa saja kok. Jangan khawatir..." Nyonya Oh nampak asik memilih beberapa potong pakaian sementara Luhan hanya sesekali melirik ke arah dorongan bayi dan peralatan makan bayi.
"Nah hari ini mungkin segini dulu yang kita beli. Kajja kita harus pulang. Kau kan harus banyak istirahat..." ujar Nyonya Oh sambil membawa beberapa potong pakaian bayi ke kasir.
"Eomma.. Kenapa warna bajunya pink semua?" Tanya Luhan merasa heran begitu melihat baju pilihan Nyonya Oh yang semuanya berwarna pink.
"Waeyo?"
"Kita kan belum tau aegya ini namja atau yeoja, eomma..."
"Eomma yakin kok jika aegyamu ini yeoja. Percaya saja pada eomma..." ujar Nyonya Oh yakin lalu membayar baju yang dibelinya itu.
"Bagaimana cara eomma mengetahuinya?" Tanya Luhan penasaran sambil mengangkat kantung belanjaan.
"Menurut orang jaman dulu, jika sang calon eomma suka berdandan, aegya di dalam perutnya pasti yeoja. Lulu kan belakangan ini juga suka berdandan jadi..."
"Aegyaku adalag yeoja, begitu eomma?"
"Tepat sekali. Lu kita langsung pulang atau ingin jalan-jalan disini dulu? Atau apa ada sesuatu yang ingin kau makan?" Tanya Nyonya Oh. Luhan nampak sedang berpikir sedetik berikutnya ia langsung tersenyum.
"Eomma... Aegya ingin es krim. Boleh ya?" Ujar Luhan dengan wajah memohon.
"Baiklah tapi eomma tidak tahu kedai es krim yang enak disini."
"Aku tahu kok. Kajja eomma..." Luhan menggandeng tangan Nyonya Oh dan berjalan ke sebuah kedai es krim langganan Luhan dengan Sehun. Ya belakangan ini Sehun sering mengajak Luhan makan es krim di kedai itu dan Luhan sangat menyukainya.
Luhan dan Nyonya Oh kini sudah berada di dalam sebuah kedai es krim. Luhan memesan 1 cup sedang es krim rasa strawberry sementara Nyonya Oh hanya memesan lemon tea. Nyonya Oh tidak menyukai es krim. Luhan dan Nyonya Oh banyak mengobrolkan banyak hal. Mulai dari masa kehamilan hingga detik-detik persalinan membuat Luhan nampak semangat mendengarkannya.
"Nyonya Oh?" Ujar seseorang menginterupsi obrolan antara Luhan dan Nyonya Oh. Luhan memandang pada seorang yeoja yang terlihat sudah berumur dan sepertinya itu adalah teman dari calon ibu mertuanya.
"Nyonya Park? Hai apa kabar?" Nyonya Oh langsung menjabat tangan dan cipika cipiki dengan seorang yeoja yang di panggil Nyonya Park itu.
"Baik-baik saja seperti biasa. Sudah lama ya kita tidak bertemu... Kau sudah jarang berkumpul dengan kami lagi sih..." ujar Nyonya Park pada Nyonya Oh.
"Hahaha ya belakangan ini aku memang sibuk mengurus rumah. Bagaimana kabar yang lain? Baik-baik saja bukan? Ahh ya duduklah dulu..." ujar Nyonya Oh pada Nyonya Park.
"Ahh terima kasih. Kabar yang lain baik-baik saja kok. Kau sih sudah jarang kumpul dengan kami. Kau tahu, kau banyak tertinggal berita, tahu..."
"Berita apa?"
"Kau tahu putri dari Nyonya Lim? 3 hari yang lalu ia baru saja melahirkan. Bayinya perempuan. Sangat cantik seperti putrinya."
"Wah benarkah? Kalau begitu aku harus menelpon Nyonya Lim dan mengucapkan selamat atas kelahiran cucunya."
"Ne. Tapi... Kasian sekali putri Nyonya Lim itu."
"Wae? Apa yang terjadi?"
"Saar usia kandungannya menginjak 17 minggu, ia ditinggalkan oleh suaminya karena alasan yang dibilang tidak masuk akal."
"Tidak masuk akal bagaimana, maksudnya?"
"Kau pasti taulah bagaimana penampilan seorang wanita yang sedang hamil. Perut membuncit, terlihat gemuk dan lebih tembam, wajah dan tubuh nampak kurang terurus, benar-benar ya bisa dibilang tidak cantik. Karena alasan itu suaminya meninggalkannya dan lebih memilih pergi dengan sekretarisnya keluar negeri. Tanpa menceraikan dirinya ckckck istri mana yang tidak sakit hati?" Jelas Nyonya Park sambil menggelangkan kepalanya.
Luhan hanya terperangah mendengar cerita dari Nyonya Park, teman calon ibu mertuanya itu. Ia jadi membayangkan dirinya menjadi yeoja yang dibicarakan tadi. Ia tidak bisa membayangkan harus ditinggal suami saat sedang mengandung anak mereka karena dirinya sudah tidak terlihat cantik. Luhan hanya bisa terdiam. Ia memikirkan Sehun. Ia takut Sehun akan melakukan hal yang sama padanya saat dirinya sudah berubah gemuk dengan perut yang membuncit.
"Ohh aku sampai lupa... Nyonya Oh, siapa ini? Sepertinya aku belum pernah melihatnya..." tanya Nyonya Park ketika baru menyadari keberadaan Luhan.
"Hahaha maaf aku belum sempat memperkenalkannya. Dia Lulu, calon menantuku..." Nyonya Oh memperkenalkan Luhan pada Nyonya Park membuat Luhan merona saat mendengar kata-kata terakhir Nyonya Oh -calon-menantu.
"Annyeonghasaeyo, joneun Xi Luhan imnida..." Luhan sedikit membungkukkan tubuhnya memperkenalkan dirinya.
"Annyeong... Wah jadi ini calon pengantinnya? Dia cantik sekali... Pantas saja kau pernah menolak tawaranku untuk menjodohkan putramu dengan putriku..." Ujar Nyonya Park sedikit bercanda. Namun ada perubahan yang terlihat jelas pada wajah Luhan.
"Aku hanya bercanda saja kok, Luhan. Jangan dimasukkan ke dalam hati... Wah aku terlambat! Maaf Nyonya Oh, aku harus pergi sekarang. Sampai bertemu lagi ya... Ahjumma pergi dulu ya, Luhan..." pamit Nyonya Park.
"Ne, hati-hati... Dan jangan lupa datang ya minggu depan. Aku tunggu loh..." balas Nyonya Oh yang diangguki oleh Nyonya Park.
"Lu? Waeyo? Kau melamun?" Nyonya Oh mencoba menyadarkan Luhan dari lamunannya.
"Aniyo, eomma... Aku hanya lelah saja." Balas Luhan.
"Kalau begitu, kajja kita pulang. Eomma belum menyiapkan makan siang untuk kita."
Nyonya Oh dan Luhan pun beranjak dari kedai es krim itu. Mereka berniat untuk pulang. Luhan sudah merasa lelah dan Nyonya Oh juga belum memasak makan siang untuk mereka. Nyonya Oh memberhentikan sebuah taksi tepat saat mereka berada di pintu masuk mall. Mereka memang tidak membawa mobil. Nyonya Oh tidak bisa mengendarai mobil sedang Luhan masih sedikit trauma mengendarai mobil mengingat kecelakaannya waktu itu. Sehun juga tidak pernah mengijinkan Luhan untuk mengendarai mobil sendiri. Jadi setiap akan kemana-mana Luhan akan diantar atau jika tidak ada yang bisa mengantarnya, ia akan naik taksi.
Luhan menurunkan kantung belanjaan saat ia dan Nyonya Oh sudah sampai di rumah. Nyonya Oh segera mengambil kantung belanjaan itu dari tangan Luhan dan menyuruh Luhan agar cepat masuk ke dalam rumah dan beristirahat. Ia tidak mau sesuatu yang buruk terjadi pada calon menantu dan cucunya.
"Lu kau istirahatlah di kamar. Jika makanan sudah siap, akan eomma panggil, ne?" Ujar Nyonya Oh sambil berjalan masuk ke arah dapur.
"Aniyo, eomma... Aku ingin membantu eomma memasak. Boleh, ne?" Luhan memohon agar ia diijinkan melakukan sesuatu agar ia tidak merasa bosan.
"Andwae.. Kau harus banyak istirahat. Kau tidak boleh lelah apalagi tadi kita habis jalan-jalan. Kau istirahat saja. Eomma akan membuatkanmu strawberry pie sesuai permintaanmu kemarin." Nyonya Oh menolak permintaan Luhan.
"Haaa baiklah... Aku akan istirahat di kamar." Luhan berjalan ke arah kamarnya dengan lesu.
Luhan sungguh sangat bosan. Setiap hari yang ia lakukan hanya tidur, tidur, dan tidur. Nyonya Oh selalu melarangnya melakukan apapun selain mandi, makan dan menonton TV tentu saja. Tapi Luhan sangat bosan dengan kegiatan itu. Ia ingin sekali-kali membantu calon mertuanya itu di dapur tapi selalu saja di larang. Nyonya Oh begitu overprotective padanya.
Luhan menyandarkan punggungnya pada sandaran tempat tidur. Ia sedang tidak berniat untuk tidur sekarang. Ia mengambil ponselnya pada tas yang ia bawa tadi dan mencari nomor seseorang.
To : Sehunnie
Hunnieeeeeee :(
Luhan menghela nafasnya saat pesan itu terkirim. Ia berharap Sehun sedang tidak sibuk dan mau membalas pesannya. Ia butuh teman saat ini.
From : Sehunnie
Ne, Hannieeeeee :) Waeyo? Kenapa cemberut seperti itu, hmm?
Luhan tersenyum saat mendapat pesan balasan dari Sehun. Itu artinya Sehun sedang tidak sibuk di kantor.
To : Sehunnie
Aku bosan, Hunnie :(
From : Sehunnie
Wae? :( Bukankah kau sedang pergi ke bridal dan belanja dengan eomma? Lalu kenapa kau bosan? Apa eomma berbicara sesuatu yang membuatmu kesal?
To : Sehunnie
Aniyo, kami sudah pulang. Ani... Eomma tidak mengatakan sesuatu yang membuatku kesal kok. Aku hanya bosan saja tidak boleh melakukan apapun di rumah. Bahkan membantu eomma memasak saja tidak boleh :( aku bosan Hunnie :'(
Luhan mengutarakan isi hatinya pada Sehun. Ia yakin Sehun pasti mengerti dengan kondisinya. Sungguh ia berharap agar ada Sehun disini agar ia tidak merasa bosan lagi. Setidaknya ada seseorang yang menemaninya. Ia tidak suka sendiri.
Drrtttt Drrtttt
Tiba-tiba Luhan merasa ponselnya bergetar menandakan ada sebuah panggilan masuk. Luhan langsung menatap layar ponselnya untuk mengetahui siapa yang sedang meneleponnya. Senyum langsung tercetak jelas saat ia tahu siapa yang menghubunginya.
"Sehunnie..." ujar Luhan antusias.
-Aigoo kau terdengar senang sekali. Merindukanku, eoh? Ckckckck-
"Ihh kau terlalu percaya diri. Aku hanya senang karena aku mendapat teman mengobrol hehehe hmm Hunnie... Apa kau sedang sibuk di kantor?" Tanya Luhan ia takut mengganggu Sehun yang sedang bekerja di kantornya.
-Sibuk? Aniyo. Aku baru saja selesai makan siang. Wae? Apa kau sudah makan siang juga?-
"Makan siang? Dengan siapa? Ani, aku belum makan." Terdengar kekehan Sehun saat mendengar nada curiga dari Luhan.
-Makan dengan appa, tentu saja. Mau dengan siapa lagi? Hahaha Kenapa kau belum makan? Jangan bilang kau yang menolak makan. Benar?-
"Siapa tahu dengan karyawan yeoja yang cantik disana. Aku kan tidak tahu. Aniyo, eomma sedang membuatkan strawberry pie untukku." Terdengar kekehan Sehun lagi.
-Aigoo apa kau cemburu? Mana mungkin aku pergi makan dengan yeoja lain sedangkan calon istriku saja sedang meneleponku saat ini hahaha strawberry lagi? Apa kau tidak bosan makan strawberry terus, Hannie?-
"Habis aegya yang mau. Lagipula strawberry itu enak. Aku suka hehehe"
-Ne, ne aku mengerti... Hannie... Bogoshipoyo...- ujar Sehun dengan suara manja membuat Luhan terkekeh.
"Nado... Aegya juga merindukan appa kok..." balas Luhan.
-Jika kau ingin aku berada disana sekarang, aku pasti akan kesana.-
"Ishh mana boleh begitu... Kau kan harus bekerja, Hunnie..."
-Kan aku bilang jika kau mengatakan kau ingin aku ada disana sekarang. Atau kau memang ingin aku pergi kesana, hmm?-
"..."
-Aku anggap itu 'iya'. Baiklah aku akan kesana sekarang. Sampai jumpa Hannie...- Sehun langsung memutuskan sambungan teleponnya sebelum Luhan sempat berkata apa-apa. Luhan hanya terbengong menatap ponselnya.
-Benarkah kata-katanya? Hunnie akan pulang? Benarkah? Tapi aku kan tidak mengatakan aku mau ia disini sekarang. Meski ya aku sedikit harapan jika ia benar-benar datang sekarang.- batin Luhan.
Tok Tok Tok
Tiba-tiba terdengar suara pintu kamar Luhan yang diketuk. Luhan yakin jika itu adalah Nyonya Oh sambil membawa strawberry pie yang diinginkannya. Padahal ia tidak ingin merepotkan calon mertuanya membawa makanan itu untuk Luhan ke dalam kamarnya. Ia bisa keluar sendiri dan memakan makanan itu bersama dengan calon mertuanya.
"Masuk saja, eomma... Pintunya tidak Lulu kunci..." Ujar Luhan mempersilakan orang itu -yang ia yakin adalah Nyonya Oh masuk.
"Annyeong, tuan putri..." sapa orang itu yang ternyata adalah Sehun. Luhan membulatkan matanya tidak percaya dengan apa yang dilihatnya. Sehun berjalan masuk ke dalam kamarnya sambil membawa nampan yang berisi sepiring pie dan segelas air untuk Luhan.
"Hu-Hunnie? Bagaimana kau bisa ada disini? Kapan kau pulang?" Tanya Luhan tidak menyangka jika Sehun yang baru beberapa menit berbicara di telepon sekarang ada di hadapannya.
"Sejak aku meneleponmu tadi. Aku tahu kau pasti merindukanku, bukan? Aku juga merindukanmu dan aegya..." ujar Sehun sambil mengecup kening dan perut Luhan bergantian.
"Lalu bagaimana pekerjaanmu di kantor? Kau seenaknya saja pergi meninggalkan kantor."
"Hannie tenang saja... Aku sudah minta ijin ke appa kok. Nah sekarang kau makan. Aku tahu kau pasti sudah lapar, bukan?" Sehun memberikan sepiring pie itu pada Luhan.
"Hunnie... Suapi aku ya..." Ujar Luhan manja pada Sehun.
"Aigoo Hannie jadi manja begini padaku ckck"
"Aegya yang mintamu untuk menyuapiku..." balas Luhan sambil mempoutkan bibirnya.
"Eyyy aegya atau Hannie sendiri yang mau aku suapi, hmm?" Sehun menaik turunkan alisnya bermaksud menggoda Luhan.
"Aku! Puas?" Jawab Luhan ketus sambil memalingkan wajahnya dari Sehun.
"Eyy aku hanya bercanda... Sini aku suapi istriku yang cantik ini... Aaaa~" Sehun mencomot sepotong pie strawberry dan bermaksud menyuapi Luhan.
"Istri? Eyyy seenaknya saja! Aku kan belum jadi istrimu! Weekkkk" Luhan menjulurkan lidahnya seperti anak kecil yang sedang merajuk di hadapan Luhan.
"Hehehe mian-mian... Tapi sebentar lagi kau kan akan jadi istri seorang Oh Sehun hehehe... Aaaa~ tadi kau bilang kau ingin aku suapi..."
Luhan memakan potongan pie strawberry yang diberikan Sehun dengan lahap. Ia senang karena merasa diperhatikan oleh namja yang dicintainya ini. Namun ia jadi terdiam seperti memikirkan sesuatu yang lain. Sehun jadi mengerutkan keningnya saat melihat ekspresi Luhan yang tiba-tiba berubah.
"Hannie? Waeyo? Apa kau tidak suka pie strawberry ini?" Tanya Sehun yang mengira jika Luhan tidak menyukai pie itu. Namun Luhan menggelengkan kepalanya.
"Lalu kenapa?"
"Hunnie... Benarkah kau mencintaiku?" Tanya Luhan tiba-tiba.
"Tentu. Aku sangat sangat sangat mencintaimu. Kenapa kau bertanya seperti itu?" Tanya Sehun bingung.
"Meski perutku sudah membuncit dan aku tidak cantik lagi? Kau akan tetap mencintaiku saat keadaanku begitu?" Ujar Luhan membuat Sehun semakin bingung.
"Tentu saja. Aku mencintaimu bukan karena hatimu bukan karena penampilanmu. Kenapa sih kau bertanya hal seperti itu? Apa kau meragukan a-"
Belum sempat Sehun melanjutkan ucapannya, Luhan sudah memeluk tubuhnya dan Sehun bisa merasakan bahu Luhan yanh bergetar dan mendengar isakan kecil dari Luhan. Sehun tahu jika Luhan pasti sedang menangis. Sehun sangat bingung dengan Luhan yang tiba-tiba bertanya hal aneh dan tiba-tiba langsung menangis seperti ini. Sehun menepuk punggung Luhan perlahan mencoba menenangkannya agar Luhan berhenti menangis.
"Gomawo hikss gomawo Hunnie... Hikss hikss gomawo..." ujar Luhan di sela tangisnya.
"N-ne?" Sehun masih belum mengerti dengan keadaan seperti itu. Ia hanya diam sambil terus mencoba menenangkan Luhan.
Cukup lama Sehun terdiam hingga sudah tak terdengar lagi isakan dari Luhan. Sehun mendorong sedikit tubuh Luhan agar ia bisa melihat wajah Luhan. Luhan kini sudah tidak menangis lagi. Hanya telihat sisa-sisa air mata di kedua pipi Luhan. Sehun mengusap air mata itu dengan ibu jarinya. Sehun mengecup kening, kedua mata, hidung, kedua pipi serta bibir plum Luhan bergantian.
"Sehunnie..." panggil Luhan.
"Ne?"
"Jeongmal saranghae..." Luhan kembali mendekatkan wajahnya dan mencium bibir Sehun untuk meluapkan perasaannya. Sehun tersenyum di dalan ciumannya.
"Nado saranghae, Hannie..." Sehun mengusap surai kecokelatan Luhan dan tersenyum padanya.
"Aku begitu beruntung memilikimu..." Luhan memeluk tubuh Sehun dan menyandarkan kepalanya di dada Sehun.
"Nado... Sebenarnya apa sih yang kau pikirkan tadi, hmm? Kenapa kau bertanya pertanyaan yang sudah pasti kau tahu jawabannya." Ujar Sehun sambil mengelus surai cokelat Luhan dengan lembut.
"Ani... Aku hanya takut Hunnie meninggalkan aku jika aku sudah tidak cantik lagi seperti..."
"Seperti siapa?"
"Putrinya teman eomma.. Tadi saat kami jalan-jalan, kami bertemu dengan teman eomma dan ia membicarakn soal putri teman mereka yang ditinggal suaminya saat ia sedang hamil. Alasannya karena ia sudah tidak cantik lagi..." jelas Luhan sementara Sehun hanya terkekeh saja mendengar penuturan Luhan.
"Jadi karena cerita itu? Aku tidak akan sebodoh namja itu. Mana mungkin aku meninggalkan orang yang aku cintai hanya karena dia hamil dan berubah jadi hmm 'berbeda'." Jelas Sehun dengan tegas membuat Luhan merasa lega. Ia sangat takut jika Sehun akan melakukan hal yang sama dengan namja itu. Ia takut Sehun akan meninggalkannya begitu saja saat perutnya membuncit. Semenjak mengandung pikiran Luhan memang banyak dipenuhi hal-hal yang terkesan sedikit negatif serta ketakutan yang berlebihan.
"Jangan dipikirkan lagi, ne... Aegya pasti tidak suka jika eomma berpikiran seperti itu pada appanya. Nah lebih baik kau makan lagi ya... Aegya di dalam sini pasti juga lapar..." bujuk Sehun membuat Luhan menganggukkan kepalanya.
Luhan sudah menghabiskan pie strawberry nya. Kini ia kembali bersandar di dada Sehun dan memeluk tubuh namja yang sangat dicintainya itu. Luhan memejamkan matanya, mencoba untuk tertidur di dalam dekapan Sehun.
-Aku sedih saat kau memikirkan itu. Aku tidak akan meninggalkanmu. Sungguh. Tidak akan pernah. Karena hanya kau yang aku cintai, Hannie... Sangat. Jeongmal saranghae, Hannieku...- batin Sehun.
.
.
.
Wajah Luhan terlihat pucat. Tubuhnya sedikit bergetar bahkan ia tidak sanggup berdiri di atas kakinya sendiri. Luhan hanya bisa terduduk di depan meja riasnya dan memandang dirinya yang kini sudah terlihat sangat cantik. Gaun putih panjang sudah di kenakannya. Sebuket bunga mawar berwarna pink sudah di pegangnya. Ia hanya tinggal berjalan menuju altar dan mengucapkan janji pernikahan maka ia akan resmi menyandang marga Oh di depan namanya. Ya hari ini adalah hari pernikahan dirinya dan Sehun, tentu saja. Luhan menjilati bibirnya berulang kali merasa gugup. Berkali-kali ia mengatur nafasnya agar bisa bernafas seperti biasa.
"Lu, waeyo? Kau pasti gugup ya?" Ujar Nyonya Oh yang berada di dalam ruangan yang sama dengan Luhan.
"Ne, eomma. Sangat. Aku sangat gugup eomma..." ujar Luhan sambil menghapus keringat yang muncul di pelipisnya dengan selembar tissue.
"Eomma juga sama denganmu saat eomma menikah. Kau harus banyak berdoa untuk menghilangkan kegugupanmu. Yakinlah semuanya akan berjalan lancar." Nyonya Oh menepuk bahu Luhan agar ia bisa lebih tenang.
Tok Tok Tok
Terdengar suara pintu yang di ketuk dari luar. Nyonya Oh langsung membantu Luhan untuk berdiri perlahan. Sepertinya sudah waktunya. Luhan menggenggam tangan Nyonya Oh kuat-kuat. Ia butuh dukungan dan pegangan saat ini. Nyonya Xi yang sedaritadi sedang sibuk berdandan, mulai membantu Luhan berjalan dan menggenggam tangannya. Ia tahu putrinya pastilah sangat gugup saat ini.
Lantunan lagu pernikahan memenuhi ruangan Gereja tempat dilangsungkannya pernikahan antara Sehun dan Luhan. Sehun sudah berdiri rapi di depan altar bersama seorang pastor. Ia menanti pengantinnya datang. Sehun sama gugupnya dengan Luhan. Ia berulang kali meremas tangannya. Bahkan untuk menutupi kegugupannya, Sehun mencoba berpura-pura membenarkan letak jas putih, dasinya, dan bunga mawar pink di kantung jasnya yang sudah terlihat rapi meski Sehun tak merapikannya. Seluruh kerabat dan teman dekat kedua keluarga sudah memenuhi ruangan itu. Mereka juga tampak tidak sabar menanti kedatangan Luhan sang pengantin wanita. Mereka ingin melihat seberapa cantiknya pengantin wanita itu saat ini. Penantian mereka pun berakhir saat pintu utama Gereja itu terbuka.
Luhan menggandeng tangan sang ayah dan berjalan perlahan di atas sebuah karpet merah yang membentang menuju ke altar tempat Sehun berada saat ini. Pandangan Luhan hanya tertuju pada Sehun. Senyumannya tidak pernah terlepas saat matanya bertemu dengan mata Sehun. Seluruh tamu yang berada di dalam ruangan itu begitu takjub melihat rupa Luhan yang terlihat sangat sempurna. Bahkan tak sedikit yang berdecak kagum bahkan memujinya. Luhan tidak begitu memperdulikannya. Yang ia inginkan adalah ia cepat sampai di altar dan mengucapkan janji pernikahannya agar ia tidak terlarut-larut dalam kegugupannya.
Sehun menjulurkan tangan kanannya saat Luhan sudah berada di hadapannya, membantu Luhan naik ke tangga dan menghadap sang pastor. Sehun sesekali melirik Luhan dan tersenyum padanya. Ia tidak terlalu mendengarkan apa yang di ucapkan sang pastor. Hanya ada Luhan, Luhan, dan Luhan di pikirannya saat ini. Luhan pun sama dengan Sehun. Diam-diam ia mencuri pandang kepada Sehun yang terlihat sangat tampan dengan jas putih serta rambut cokelatnya yang di tata rapi membuat Sehun sangat terlihat tampan. Mereka berdua sibuk dengan pikiran mereka hingga waktu mengucapkan janji pernikahan pun tiba.
Sang pastor mengiring janji pernikahan antara Sehun dan Luhan. Sehun akhirnya mengucapkan janji pernikahannya sambil menatap Luhan dalam. Luhan melakukan hal yang sama dengan yang Sehun lakukan. Janji pernikahan sudah mereka ucapkan di depan altar, di depan pastor, di depan keluarga, di depan kerabat dan yang pasti di hadapan Tuhan. Setelah pengucapan janji pernikahan itu, kini waktunya untuk pemasangan cincin. Riuh tepuk tangan memenuhi ruangan saat Sehun dan Luhan sama-sama berhasil menyematkan cincin di jari manis pasangannya.
"Silakan mencium pasangan anda." Ujar sang pastor. Sehun mendekatkan wajahnya dengan wajah Luhan yang kini sudah resmi menjadi istrinya. Luhan memejamkan matanya saat bibir Sehun menyentuh bibirnya. Riuh tepuk tangan para tamu menghiasi acara puncak itu.
"Chukkae... Lu sekarang kau sudah resmi menjadi bagian keluarga Oh." Ujar Nyonya Oh sambil memeluk tubuh Luhan, menantunya.
"Sehun mulai sekarang kau sudah resmi menjadi suami Lulu. Baba harap kau bisa menjaga dan melindungi Lulu untuk baba dan mama, ya..." Ujar Tuan Xi sambil menepuk bahu Sehun.
"Pasti, ba. Tanpa baba suruh pun aku pasti akan melakukannya." Balas Sehun.
"Jangan lupa lindungi cucu kami di dalam sana ya." Sambung Nyonya Xi yang dibalas anggukan oleh Sehun.
"Noona, hyung, chukkae... Selamat atas pernikahan kalian. Aku juga jadi tidak sabar menunggu keponakanku lahir hehehe" ujar Sehan sambil menjabat tangan Luhan dan Sehun bergantian.
"Gomawo Sehan..." balas Luhan sambil memeluk tubuh Sehan.
"Eyy jangan peluk-peluk Hannie... Dia kan sudah jadi milikku..." Ujar Sehun sambil memisahkan Luhan dan Sehan.
"Ya ampun hyung... Aku kan hanya memeluk kakak iparku. Masa tidak boleh sih? Ckck" balas Sehan yang membuat mereka semua tertawa.
Luhan, Sehun berserta keluarga mereka kini sudah berada di dalam sebuah Hotel. Mereka masuk ke dalam kamar mereka sambil menunggu waktu resepsi di mulai di ballroom hotel itu. Luhan membaringkan tubuhnya di atas tempat tidur hotel dengan gaun panjang yang masih membalut tubuhnya. Sementara Sehun masih berada di luar karena sedang mengobrol bersama baba dan ayah mertuanya. Luhan melepaskan segala pernak pernik yang menghiasi rambut cokelat panjangnya. Ia tidak mungkin bisa tidur dengan pernak pernik yang masih menempel di kepalanya. Kini rambut panjang Luhan sudah tergerai indah seperti biasanya. Luhan menyisir rambutnya dengan sisir yang ia bawa agar rambutnya terlihat lebih rapi.
"Akhh kenapa sesak sekali sih..." keluh Luhan karena ia sedikit merasa sesak dan kesulitan bernafas karena gaun yang dikenakannya menekan dadanya.
Luhan mencoba menggapai resleting panjang yang terbentang di bagian punggungnya. Ia merasa kesulitan karena tangannya tidak bisa menggapai ujung resletingnya. Luhan hanya bisa menghela nafasnya karena tidak kunjung bisa menggapai ujung resletingnya.
"Waeyo, Hannie?" Tanya Sehun yang baru saja masuk ke dalam kamar. Ia terlihat bingung saat melihat Luhan yang nampak frustasi.
"Hunnie... Bisa tolong bantu aku menurunkan resleting gaunku? Sesak sekali. Aku sulit bernafas..." mohon Luhan.
Tanpa banyak bertanya lagi, Sehun segera mendekatkan dirinya dengan Luhan. Ia menurunkan perlahan resleting gaun itu. Sehun menegak salivanya saat ia melihat punggung Luhan yang putih dan polos tanpa ada benda yang mengganjalnya. Sehun yakin jika saat ini Luhan tidak memakai bra. Membuat sesuatu di bawah sana sedikit sesak. Namun buru-buru Sehun menggelengkan kepalanya dan menghela nafasnya menghilangkan segala pikiran kotor dari otaknya. Ia harus ingat ia tidak boleh melakukan 'itu' pada Luhan saat ini.
"Gomawo... Sudah ya aku mau ganti baju dulu. Gerah, Hunnie..." Luhan langsung mengecup pipi Sehun sekilas dan berjalan ke arah kamar mandi untum mengganti pakaian.
Sehun mendudukan dirinya di atas tempat tidur, menyandarkan punggungnya di sandaran tempat tidur.. Ia membuka jas dan dasi kupu-kupu yang dikenakannya dan meletakannya di atas meja nakas di sampingnya. Sepatunya sudah terlepas sedaritadi sebelum ia mengobrol dengan appa dan ayah mertuanya di luar. Sehun membuka ketiga kancing atas kemeja yang dikenakannya. Ia menarik nafas dalam-dalam dan memejamkan matanya.
"Sehunnie..." Luhan memeluk pinggang Sehun dan menyandarkan kepalanya di dada bidang Sehun. Sehun sedikit terkejut dengan tingkah istrinya yang tiba-tiba itu.
"Aigoo... Kau mengagetkanku... Bagaimana? Kau sudah tidak merasa sesak lagi?" Tanya Sehun sambil mengelus rambut cokelat Luhan lembut.
"Mian... Ne, aku sudah tidak merasa sesak lagi. Hunnie... Aku ngantuk... Kau tahu kan jika semalam aku tidak bisa tidur karena memikirkan acara hari ini?" Ujar Luhan manja. Sifat yang selalu ia tunjukkan pada Sehun saat ia meminta perhatian dari Sehun. Mungkin sifat itu tumbuh saat Luhan mulai mengandung.
"Aigoo... Kalau begitu tidurlah... Nanti malam masih ada pesta lagi." Sehun memposisikan tubuhnya dan Luhan agar berbaring di temlat tidur. Luhan masih setia berada di dalam dekapan Sehun seolah tidak mau dilepaskan.
"Selamat tidur, Hannie... Dan Selamat tidur sayang..." Sehun mengecup pucuk kepala Luhan dan mengelus perut Luhan bergantian sebelum masuk ke alam mimpi bersama Luhan.
.
.
.
Tak terasa sudah hampir 5 bulan lamanya Sehun dan Luhan menyandang status sebagai suami-istri. Kini perut Luhan juga sudah semakin terlihat membesar. Wajar saja karena usia kandungannya sudah memasuki minggu ke 34. Beberapa minggu lagi Luhan sudah bisa melahirkan bayinya. Semakin perut Luhan membesar, Nyonya Oh semakin overprotective pada Luhan. Ia tidak pernah membiarkan Luhan untuk melakukan apapun kecuali makan, mandi, bersantai dan tidur, tentu saja. Bahkan Nyonya Oh melarang Luhan untuk mengangkat kantung belanjaan yang sering diantar oleh jasa pengantar barang dari salah satu supermarket. Sehun juga bertindak yang sama seperti yang eommanya lakukan. Pokoknya Luhan sudah dianggap seperti tuan putri yang tidak perlu melakukan apapun. Luhan bisa memahami perlakuan Sehun dan Nyonya Oh yang bisa dibilang sedikit berlebihan itu karena ia yakin mereka tidak ingin ada sesuatu yang buruk yang dialami oleh Luhan maupun aegya di kandungannya.
Luhan mendudukkan dirinya di tempat tidur seperti biasanya. Ia tersenyum sambil memikirkan sesuatu. Ia mengingat masa kehamilan serta masa awal pernikahannya. Beberapa minggu setelah menikah, Luhan mengalami masa ngidam yang sedikit lebih berat. Ia tidak bisa berada di dekat Sehun. Bahkan berada di jarak 100 meter dengan Sehun saja ia tidak bisa. Setiap ia berada di dekat Sehun, ia pasti akan merasa kesal meski Sehun tidak melakukan apa-apa padanya. Bahkan tanpa sadar Luhan selalu mengusir Sehun saat Sehun mencoba mendekatinya. Karena hal itu, Sehun sering berada jauh di dekat Luhan. Ia tidur di kamar lamanya bahkan ia jika ia ingin sarapan pun ia harus menunggu Luhan selesai sarapan dulu. Ia menjaga perasaan Luhan meski terkadang ia juga sedih karena Luhan yang tiba-tiba saja menjauhi dirinya.
Hal itu hanya berjalan selama seminggu. Meski hanya seminggu, tapi Sehun sudah merasa sangat frustasi harus menjaga jarak dengan Luhan. Namun ia bersyukur karena setelah kejadian itu, Luhan jadi dekat kembali dengannya bahkan jika Sehun boleh bilang, Luhan malah jadi bertambah manja padanya. Terbukti dari Luhan yang tidak mau ditinggal Sehun barang sebentar. Bahkan jika Sehun ingin ke kamar mandi, Luhan akan mengikutinya dan menunggunya di depan pintu kamar mandi sampai Sehun keluar.
Ya itulah yang Luhan alami selama masa ngidam nya. Sekarang masa itu sudah tidak ada lagi. Dan Luhan pun sudah kembali seperti biasanya. Luhan mengambil sebuah buku dari dalam laci di meja nakas tempatnya berada sekarang. Ia membuka buku itu dan mendapati beberapa lembar foto berwarna hitam putih. Senyum Luhan terus terukir saat ia melihat lembar per lembar foto itu. Itu adalah foto hasil USG kandungan Luhan. Baru kemarin ia memeriksakan kandungannya dan dokter bilang jika kandungannya sangat baik. Dokter sempat memprediksi jenis kelamin anak di dalam kandungannya namun Luhan menolak. Ia tidak mau mengetahuinya dulu untuk kejutan, katanya.
"Hannie... Sedang apa?" Tanya Sehun yang baru saja keluar dari kamar mandinya.
"Aigoo rambutmu masih basah begitu..." Luhan mengambil handuk yang melingkar di leher Sehun dan mengusak rambut Sehun dengan handuk itu.
"Kau sedang apa, hmm? Kenapa belum tidur? Sudah malam loh..." tanya Sehun sambil menatap wajah istrinya yang sedang serius mengeringkan rambutnya.
"Aku sedang tidak bisa tidur. Aku memikirkan aegya." Balas Luhan dan menghentikan gerakannya mengusak rambut Sehun.
"Aegya? Kenapa? Apa aegya di dalam sini menyakitimu? Ia menendang terus, hmm?" Sehun mengelus perut Luhan dan sesekali mengecupnya.
"Ani... Aku hanya tidak sabar ingin melihatnya cepat lahir. Kau lihat ini? Ia sudah terlihat besar sekarang..." Luhan menunjukkan selembar foto hitam putih pada Sehu, foto aegya mereka di dalam perut Luhan.
"Ne, aku juga. Aku sangat penasaran bagaimana rupa aegya kita ini. Apakah akan cantik sepertimu atau tampan sepertiku..." ujar Sehun dibalas sebuah pukulan di lengan oleh Luhan.
"Eyy kenapa memukulku, hmm?" Tanya Sehun sambil menggelitik pinggang Luhan membuat Luhan sedikit kegelian.
"Hahaha hentikan, Hunnie... Ingat disini ada aegya, Hunnie..." Luhan menunjuk perutnya membuat Sehun menghentikan acara menggelitik Luhan.
"Mianhae, appa hanya ingin membalas eommamu yang tiba-tiba saja memukul appa... Appa kan kesakitan..." adu Sehun pada aegyanya.
"Mianhae, Hunnie... Habis kau terlalu percaya diri sih hehehe" ujar Luhan sambil mengelus lengan Sehun yang tadi dipukulnya.
"Ne, aku maafkan... Kajja kita tidur. Sudah malam sekali loh... Lihat sudah jam 11 malam. Dokter kan melarangmu tidur malam, Hannie..." Sehun menarik tubuh Luhan agar lebih mendekat dengannya.
"Arraseo, arraseo... Aku akan menuruti perintahmu, appa..." balas Luhan lalu mengecup pipi Sehun sekilas dan memejamkan matanya.
.
.
.
Luhan menggerakan sedikit tubuhnya. Terlihat beberapa kerutan ada di keningnya sepertinya ia sedang menahan sakit. Luhan bergerak tak nyaman di dalam tidurnya. Keringat mulai keluar membasahi kening Luhan. Luhan mengguncang-guncangkan tubuh Sehun bermaksud untuk membangunkannya.
"H-hannie... Waeyo?" Tanya Sehun dengan mata yang masih setengah terpejam.
"Akhhh appo, Hunnie akhhh" ujar Luhan sambil memegangi perutnya. Seketika itu juga Sehun segera membuka matanya.
"Ha-hannie? Gwenchana? Apa sakit sekali?" Tanya Sehun dengan wajah paniknya.
"Akkhhh appo, Hunnie hikss appo..." rintih Luhan masih sambil memegangi perutnya.
"Omona! Kajja kita ke rumah sakit sekarang!" Ujar Sehun saat melihat sesuatu membasahi sprei tempat tidurnya. Sehun segera menggendong tubuh Luhan dan membawanya masuk ke dalam mobil. Ia tidak memperdulikan penampilan dan jam berapa sekarang. Yang ia pikirkan hanyalah cepat membawa Luhan ke rumah sakit.
Di dalam perjalanan, Luhan terus mengerang sakit membuat Sehun semakin kencang mengendarai mobilnya. Sehun berusaha mencoba menenangkan Luhan dengan cara membantu Luhan untuk menarik nafas dan lainnya. Tak terasa mobil Sehun sudah terparkir di depan sebuah rumah sakit. Tanpa babibu lagi, Sehun segera menggendong tubuh Luhan dan berlari masuk ke dalam rumah sakit untuk segera meminta pertolongan.
"Hunnie akhhhh appo hikss hikss" rintih Luhan sambil mencengkram kuat lengan Sehun yang menggendong tubuhnya.
"Bertahanlah, Hannie... Aku mohon bertahanlah... Suster aku minta tolong! Istriku mau melahirkan!" Teriak Sehun pada seorang perawat yang berjalan berlawanan arah dengan mereka. Dengan segera perawat itu memanggil suster lainnya sambil membawa sebuah ranjang dorong untuk merebahkan tubuh Luhan.
"Hunnie hiks hiks appo, Hunnie..." Luhan masih terus mencengkram lengan Sehun meski ia kini sudah berbaring di atas ranjang yang di dorong oleh beberapa perawat dan Sehun.
"Bertahanlah, Hannie... Aku yakin pasti kau bisa... Aegya sudah tidak sabar ingin bertemu dengan kita..." ujar Sehun mencoba menyemangati Luhan.
"Maaf, sebaiknya anda tunggu di luar saja..." ujar salah seorang perawat sebelum menutup pintu ruang operasi.
Sehun mendudukan dirinya di salah satu kursi yang ada di depan ruangan operasi. Ia berharap keadaan Luhan akan baik-baik saja di dalam sana. Ia berdoa agar Luhan dan aegyanya bisa selamat. Sehun terus menundukkan kepalanya dan tidak henti-hentinya berdoa.
CKLEK
"Maaf apa anda yang bernama Sehun?" Tanya seorang perawat pada Sehun yang menatapny dengan tatapan sendu.
"Ya, saya sendiri. Ada ap-"
"Anda boleh masuk. Pasien terus memanggil nama anda di dalam." Ujar perawat itu mengijinkan Sehun untuk masuk.
"Hannie..." Sehun tak tega melihat Luhan yang terus mengerang kesakitan. Sehun menggenggam tangan Luhan dengan erat dan terus memberi semangat pada Luhan.
"Hun-niehhh akhhh sakittttt akhhhh" erang Luhan. Keringat sudah membasahi seluruh wajahnya.
"Hannie... Kau pasti bisa. Semangat Hannie... Aku akan selalu ada disini..." Sehun terus mencoba menyemangati Luhan. Ia usap keringat yang mengalir dari kening Luhan dengan selembar tissue yang ia dapat dari salah satu perawat.
"Hunniehhh akhhhhh appooooo"
"Kepalanya sudah terlihat. Ayo, sedikit lagi..." ujar sang dokter.
"Hunnieeeeeeee"
"Ooeeekkkkk ooekkkk" terdengar suara tangisan bayi memenuhi ruangan operasi itu. Senyum lega tercetak di pipi dokter,perawat serta Sehun. Sementara Luhan tak tahu lagi harus berekspresi seperti apa. Ia sudah sangat lelah sekaligus bahagia karena ia bisa melahirkan aegyanya dengan lancar.
"Bayinya perempuan..." ujar dokter itu pada Sehun dan Luhan sambil menggendong bayi mungil yang masih penuh dengan darah segar.
Dokter itu kemudian membawa bayi perempuan itu mendekat ke arah Sehun dan Luhan. Luhan terharu melihat putrinya yang berhasil ia lahirkan. Ia sampai tidak bisa membendung lagi air mata bahagianya. Sehun juga sama. Senyum selalu menghiasi wajahnya saat ia melihat bayi mungil yang di gendong oleh dokter itu. Dokter memberikan bayi itu pada Luhan untuk di gendong dan disusui. Sehun tak dapat berkata apa-apa lagi melihat kedua orang yang sangat dicintainya kini berada di hadapannya dengan keadaan sehat.
Bayi mungil itu dengan cepat menyusu pada Luhan. Luhan tak pernah membayangkan hal ini sebelumnya. Melahirkan seorang bayi dan menyusuinya apalagi di sampingnya kini berdiri orang yang sangat dicintainya, suami sekaligus appa dari putri kecilnya. Luhan mengecup kening putrinya untuk meluapkan betapa ia mencintai putri kecil yang baru di lahirkannya itu.
Luhan kini sudah di pindahkan ke ruang rawat setelah melahirkan anaknya. Namun sang aegya masih di rawat di dalam ruang bayi namun sesekali perawat membawanya ke ruang rawat Luhan untuk diberikan ASI. Sehun kini duduk di samping Luhan yang sedang memberikan ASI bagi putrinya. Putrinya kini sudah dibersihkan dan diberikan pakaian oleh perawat dan dimandikan. Sehun tak dapat mengedipkan matanya melihat sang bayi yang dengan lahap menyusu pada Luhan. Sesekali ia iseng menggerakan tangan kecil putrinya.
"Aigoo matanya mirip sekali denganmu, Hannie..." ujar Sehun saat melihat putrinya membuka mata dan mengerjapkan matanya lucu.
"Tapi hidung dan bibirnya sangat mirip denganmu, Hunnie..." Luhan memandang putrinya di dalam gendongannya serta Sehun bergantian.
"Aku sudah menyiapkan nama untuk putri kita yang cantik ini." Ujar Sehub antusias. Luhan terlihat tidak sabar mendengar nama untuk putri kecilnya.
"Namanya... Oh Seryn." Ujar Sehun.
"Seryn? Nama yang indah. Aegya, sekarang namamu adalah Oh Saeryn." Ujar Luhan pada putri kecilnya. Saeryn nampak tersenyum sepertinya ia menyukai nama pemberian dari appanya.
.
.
.
4 tahun kemudian...
Luhan sedang sibuk menyiapkan sarapan untuk suami dan anaknya di dapur. Ia memasukan beberapa potong roti serta buah strawberry ke dalam kotak bekal berwarna pink milik Seryn, putrinya. Hari ini adalah hari pertama Seryn masuk sekolah Taman Kanak-Kanak. Karena itu Luhan sudah menyiapkan semuanya.
"Celamat pagi eomma..." sapa Seryn yang baru saja turun dari lantai dua, tempat kamarnya berada.
"Selamat pagi, sayang... Sudah siap berangkat kesekolah?" Tanya Luhan pada putrinya yang kini sudah terlihat rapi dengan seragam pink yang dikenakannya.
"Ne, eomma... Eomma, appa ikut mengantal Lin ke cekolah kan?" Tanya Seryn penuh harap.
"Tidak bisa, Ryn. Appa ada meeting pagi ini dengan karyawan di kantornya. Jadi Ryn berangkat dengan eomma saja, ne?" Ujar Luhan namun Seryn langsung memasang wajah cemberut.
"Aigoo ada apa? Kenapa putri appa yang cantik ini sudah cemberut saja, hmm?" Tanya Sehun lalu langsung menggendong tubuh Seryn.
"Appa hali ini akan mengantal aku ke cekolah kan?" Tanya Seryn pada sang appa, Sehun.
"Aniyo... Appa tidak bisa, Ryn. Mian... Appa ada meeting pagi ini dengan karyawan. Jadi Ryn pergi ke sekolah dengan eomma saja, ya?" Bujuk Sehun agar Seryn mengerti.
"Shilo! Lin mau pelgi dengan appa hikss hikss" Seryn terlihat hampir menangis di dalam gendongan Sehun. Sehun menatap ke arah Luhan yang hanya bisa mengangkat bahunya. Ia tidak tahu apa yang harus ia lakukan agar Seryn bisa mengerti.
"Arra, arra... Hari ini appa akan mengantar Ryn dan eomma. Appa akan mengundur jadwal meetingnya untukmu." Ujar Sehun membuat Seryn memekik kegirangan. Ia langsung memeluk Sehun dengan erat dan mencium pipi Sehun berulang-ulang.
"Aigoo sebegitu senangnya anak appa ini, hmm?" Sehun dan Luhan hanya terkekeh melihat tingkah lucu putri mereka.
"Oh iya... Eomma kapan heolmoni datang? Kemalin heolmoni bilang pada Lin heolmoni akan datang kecini..." tanya Seryn pada Luhan.
Sejak 2 tahun yang lalu, Sehun dan Luhan memang sudah tidak tinggal dengan keluarga Sehun lagi. Sehun sudah membeli sebuah rumah yang meski hanya sebuah rumah sederhana yang berada di pinggiran kota Seoul. Ia ingin memiliki rumah yang asri dan sedikit menjauh dari keramaian seperti rumah masa kecilnya dulu. Dan rumah yang dibelinya ini mengingatkan dirinya akan masa kecilnya dulu bersama dengan Luhan. Awalnya Nyonya Oh tentu saja menolak keputusan Sehun untuk pindah rumah. Ia tidak ingin berpisah dengan mereka apalagi sejak kehadiran Seryn cucunya. Ia tidak ingin jauh-jauh dari cucunya itu. Namun karena Sehun bersikeras untuk pindah dan menjalani kehidupan rumah tangganya tanpa melibatkan orang tua, akhirnya Nyonya Oh menyerah. Ia mengijinkan Sehun Luhan serta Seryn pindah asal ia diijinkan setiap saat berkunjung ke rumah mereka.
Ting Tong Ting Tong
Suara bell rumah berbunyi menandakan ada seseorang yang datang. Seryn langsung memberontak di dalam gendongan Sehun. Ia meminta agar Sehun menurunkan dirinya. Seryn segera berlari menuju ke pintu utama. Ia yakin jika heolmoni nya yang datang. Dan benar saja saat Seryn membuka pintu, Nyonya Oh sedang berdiri sambil tersenyum kepadanya.
"Heolmoni..." Seryn segera memeluk tubuh heolmoni yang disayanginya.
"Annyeong Ryn..."
"Eomma, silakan masuk..." Luhan mempersilakan ibu mertuanya masuk.
"Lu, dimana Sehun?" Tanya Nyonya Oh yang tidak melihat adanya Sehun.
"Ne, eomma? Wae?" Sehun berjalan keluar dari dapur menghampiri sang eomma.
"Aniyo... Aku kira kau belum bangun..."
"Tidak mungkin eomma.. Jika pun ia belum bangun, Ryn akan membangunkannya. Eomma tau sendiri bagaimana cara Ryn membangunkan Hunnie..."
"Dengan jurus seribu tendangan milik Ryn ya hahahah..." Nyonya Oh dan Luhan sama-sama terkekeh.
"Tendangan Ryn itu sangat sakit tau. Dan aku tidak mau dibangunkan dengan cara seperti itu lagi ckckck" ujar Sehun membuat tawa Nyonya Oh dan Luhan semakin meledak.
"Ahh sudah siang. Kajja kita berangkat sekarang. Ryn, pakai tasmu. Kajja nanti kau bisa terlambat..." Luhan menyerahkan tas ransel berwarna pink milik Seryn.
.
.
.
Seryn sedang duduk di taman belakang. Ia menatap ke arah bunga-bunga yang berwarna-warni yang sengaja di tanam oleh Luhan di pinggir pagar dekat kolam renang. Seryn tidak sendirian disana. Di pangkuannya ada seekor kucing berbulu putih lembut sedang tertidur. Itu adalah kucing kesayangan Seryn. Seryn membelai dengan lembut bulu kucing yang dinamakan 'Boom' itu.
"Ryn, sedang apa disini?" Tanya Luhan pada Seryn yang terlihat sedang melamun.
"Eomma... Adik bayi itu dibuat dali apa ya?" Tanya Seryn polos.
"Hah? Adik bayi? Kenapa Ryn menanyakan soal itu?"
"Eomma... Ajali Lin buat adik bayi ya... Lin ingin punya adik bayi cepelti teman Lin yang lain. Waktu Lin tanya bu gulu, bu gulu bilang Lin minta pada eomma saja." Jelas Seryn dengan polosnya.
"Kenapa Ryn ingin minta adik bayi?"
"Abis Lin bocan. Lin tidak punya teman di lumah. Cuma ada Boom yang bica Lin ajak main." Jawab Seryn dengan ekspresi cemberut.
"Arra, arra... Eomma mengerti. Kajja sebaiknya Ryn masuk ke dalam. Sudah siang dan sudah waktunya Ryn untuk makan siang. Ajak Boom juga. Ia pasti juga lapar." Ujar Luhan sambil menggandeng tangan putrinya.
.
.
.
Luhan menyampingkan tubuhnya menghadap ke arah Sehun yang sudah memejamkan matanya. Ia tidak bisa tidur malam ini. Perkataan Seryn tadi siang terus berputar di dalam kepalanya. Luhan kembali membalikkan tubuhnya resah. Ia bingung. Matanya sama sekali tidak bisa ia pejam meski ia memaksakannya.
"Engg Hannie... Waeyo? Kenapa belum tidur?" Tanya Sehun yang terbangun karena merasa sedikit terganggu dengan Luhan yang tak bisa diam.
"Mian kalau aku mengganggu tidurmu, Hunnie... Aku hanya sedang tidak bisa tidur saja... Mungkin aku akan ke bawah sebentar untuk mengambil lbat tidur." Luhan baru saja akan beranjak turun dari tempat tidurnya, namun Sehun menahannya.
"Eyy kemarilah... Biar aku yang membantumu untuk tidur..." Sehun menarik tangan Luhan agar semakin dekat dengannya. Sehun memeluk tubuh Luhan dengan erat dan mengelus rambut Luhan.
"Hmm Hunnie..." Panggil Luhan.
"Hmm? Wae?" Balas Sehun dengan mata yang terpejam.
"Hmm ini soal Ryn..."
"Ryn? Ada apa dengan Ryn?" Tanya Sehun masih dengan mata terpejam.
"Ryn hmm Ryn meminta..."
"Ryn meminta apa? Aku akan mencoba membelikannya seperti waktu itu dia ingin memelihara Boom."
"Adik..." lanjut Luhan dengan suara pelan yang masih bisa terdengar oleh Sehun.
"Ohh adik... MWO? A-ADIK?" Teriak Sehun terkejut. Ia langsung membuka matanya dan menatap Luhan. Luhan menganggukkan kepalanya.
"Lalu kau jawab apa?" Tanya Sehun pada Luhan.
"Aku belum menjawabnya. Aku bingung. Aku tidak tahu apa yang harus aku jawab, Hunnie..." Luhan menyembunyikan wajahnya di dada bidang Sehun.
"Aku mengerti jika kau masih belum mau memiliki anak lagi. Besok akan aku jelaskan padanya jika kau-"
"An-aniyo... Tidak Hunnie... A-aku..." Luhan terlihat sedikit gugup membuat Sehun menaikan sebelah alisnya bingung.
"A-aku akan memberikan adik untuknya... Ja-jadi..."
"Kau serius? Bukankah selama ini kau bilang jika kau belum-"
"Aku sudah memikirkannya berulang kali. Dan aku mau..." Luhan menundukkan wajahnya malu. Ia sudah tidak bisa lagi menatap Sehun.
"Baiklah. Jika kau yang menginginkannya, kau yang harus bekerja sendiri malam ini, arra?" Ujar Sehun dengan santainya.
"Ishh Sehunnie kau-"
Belum sempat Luhan menyelesaikan ucapannya Sehun sudah menerjang bibirnya. Sehun sedikit melumat bibir atas dan bawah Luhan secara bergantian. Luhan pun membalas perlakuan yang sama pada Sehun hingga terjadilah french kiss di antara mereka. Decak-decak saliva pun kini sudah terdengar memenuhi ruangan itu. Perang lidah pun terjadi. Lidah mereka saling menekan, mendorong bahkan membelit satu sama lain. Lelehan saliva juga mulai tercetak jelas di sudut bibir mereka hingga turun ke leher.
Kini tubuh mereka sudah sama-sama naked. Entah siapa yang memulainya terlebih dahulu. Bagian leher hingga ke dada Luhan sudah di penuhi banyak bercak merah -kiss mark karya Sehun. Luhan hanya bisa pasrah dan mendesah sekuat tenaga saat seluruh titik sensitif tubuhnya di kuasai oleh Sehun. Luhan hanya bisa mengerang dan menjambak rambut Sehun saat seluruh tubuhnya di sentuh oleh jari-jari Sehun.
"Ohhh Sehunniehhh ahhhh" racau Luhan saat merasakan ada sesuatu yang mengganjal di bagian bawahnya.
"Ahhh ahhh akhhh Sehunniehhh ahhhh" racau Luhan tak karuan saat bagian tersensitif di tubuhnya terada di sodok-sodok.
"Shhh Sehunniehhhh akhhhh empphhh" desahan Luhan tertahan saat Sehun mulai menjamah kembali bibirnya. Tubuhnya masih tersentak-sentak karena Sehun yang masih terus bergerak tanpa berhenti.
"Sehh Sehunniehhh ahhh I'm closehhhh"
"Nadohhh Hanniehhh ahhhh"
"Sehunniehhhhh"
"Luhanniehhhhh"
Seluruh tubuh mereka diterpa rasa hangat yang sudah lama tak mereka dapatkan. Sehun segera memeluk tubuh Luhan dengan erat. Ia mengecup pucuk kepala, kedua mata, hidung, kedua pipi Luhan hingga bibir Luhan bergantian. Sehun memeluk tubuh istrinya dan tertidur bersama.
"Boom... Kenapa kamal appa dan eomma belicik cekali ya? Eomma dan appa juga dalitadi teliak-teliak telus sepelti kesakitan. Ada apa ya?" Ujar Seryn pada Boom yang terbaring di sampingnya. Yeoja itu masih belum memejamkan matanya sejak dua jam yang lalu saat Luhan menemaninya tidur di sana.
"Hoammm... Boom aku ngantuk. Aku tidul dulu ya... Cemoga aku ketemu adik bayi di mimpiku. Celamat malam, Boom..." Dan Seryn pun memejamkan matanya dan masuk ke alam mimpinya.
.
.
.
Luhan merasa pusing dan lemas. Ia jadi sulit untuk bergerak. Setiap kali ia bergerak, ia pasti akan merasakan pusing. Luhan juga merasa perut bagian bawahnya terasa sangat nyeri hingga akhirnya Luhan hanya bisa terbaring di atas tempat tidurnya. Sehun sedaritadi sedang berada di dapur untuk menyiapkan bekal untuk Seryn. Luhan meminta tolong Sehun untuk membawakan Seryn setangkup roti dengan selai strawberry kesukaan Ryn.
"Eomma... Eomna cakit ya?" Tanya Seryn yang tiba-tiba masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.
"Mianhae... Iya eomma sedang tidak enak badan. Mian eomma tidak bisa membuatkanmu bekal. Tapi appa yang sedang menyiapkannya untukmu." Ujar Luhan sambil mengelus pipi Seryn.
"Eomma jangan cakit... Lin cedih jika eomma cakit cepelti ini..." ujar Ryn polos membuat Luhan merasa tersentuh.
"Ne, sebentar lagi eomma akan sembuh kok ma- hoeeekkkk" Luhan merasa mual. Ia segera berlari masuk ke dalam kamar mandinya meninggalkan Ryn yang terkejut.
"Appa..." teriak Ryn dan berlari menghampiri Sehun sang appa di dapur.
"Appa... Appa... Appa..." Ryn menarik-narik ujung baju Sehun agar Sehun menyadari kehadirannya.
"Wae, Ryn? Ada apa?" Tanya Sehun sambil berjongkok, mensejajarkan dirinya dengan tubuh mungil Seryn.
"Appa... Eomma, appa... Eomma..." Ryn menunjuk-nunjuk ke arah kamar Sehun dan Luhan.
"Eomma? Wae? Eomma kenapa?" Tanya Sehun yang sama sekali tidak mengerti dengan ucapan Ryn.
"Eomma muntah, appa... Eomma muntah. Lin takut... Hiks hiks" Seryn pun terisak. Sehun langsung menggendong tubuh Ryn dan membawanya pergi ke kamarnya dan Luhan.
Sehun kini sudah berada di dalam kamarnya. Ia tidak melihat Luhan di tempat tidurnya. Sehun mendengar suara air yang mengalir dari dalam kamar mandi yang Sehun yakini berasal dari Luhan. Sehun membuka pintu kamar mandi itu yang untungnya tak terkunci. Sehun memperhatikan Luhan yang sedang berusaha mengeluarkan sesuatu dari dalam mulutnya namun tak bisa.
"Hannie? Kau baik-baik saja? Apa kita perlu ke rumah sakit? Lalu bagaimana perutmu? Apa masih sangat nyeri?" Tanya Sehun namun Luhan menggelengkan kepalanya.
"Ne, aku tidak apa-apa. Hanya mual saja. Perutku sudah lebih baikan sekarang. Sepertinya kita tidak perlu ke rumah sakit." Tolak Luhan.
"Eomma... Halus ke lumah cakit... Lin tidak mau eomma kenapa-kenapa... Lin cayang eomma hiks hiks" Ryn kembali terisak. Luhan hanya bisa menatap Ryn dan Sehun bergantian.
"Baiklah. Eomma akan ke rumah sakit tapi setelah mengantarmu ke sekolah, arra?" Ujar Luhan yang dibalas anggukan oleh Ryn.
Sehun dan Luhan kini sedang di dalam perjalanan menuju ke rumah sakit. Luhan tak banyak bicara. Ia hanya terdiam selama di perjalanan. Ia merasa sangat pusing. Perutnya juga kembali terasa nyeri. Sehun yang mengerti keadaan istrinya, hanya terdiam dan terus fokus menyetir. Sesekali Sehun melirik ke arah Luhan yang berbaring pada jok mobil yang sengaja di turunkan ke belakang agar Luhan bisa berbaring.
"Apa kau bisa berdiri? Kita sudah sampai..." Sehun membantu Luhan untuk berdiri. Sehun menbantu membopoh tubuh Luhan berjalan memasuki rumah sakit.
Luhan dan Sehun kini sudah berada di dalam ruang praktek dokter. Luhan baru saja di periksa dan mereka tinggal menunggu hasilnya. Luhan menyandarkan kepalanya pada bahu Sehun. Kepalanya terasa amat berat dan sakit maka ia membutuhkan sandaran. Sehun dengan senang hati menjadikan bahunya sebagai sandaran untuk Luhan.
"Kami sudah mendapati hasilnya..." ujar dokter berkacamata yang duduk di hadapan Sehun dan Luhan.
.
.
.
Seryn duduk sendirian di bangku taman. Ia memegang kotak bekalnya namun sama sekali tak berniat memakan bekal yang dibawanya. Ia terlihat melamunkan sesuatu.
"Lin... Cedang apa?" Tanya seorang yeoja manis, teman sekelasnya.
"Memikilkan eommaku, Junnie..." balas Ryn.
"Memang eommamu kenapa?"
"Eommaku cakit. Tadi pagi caja eomma muntah-muntah. Tapi eomma cudah di bawa ke lumah cakit oleh appa. Aku takut eomma kenapa-kenapa..." jelas Ryn.
"Aku yakin eommamu tidak kenapa-kenapa. Oh ya mungkin caja kau akan mendapat adik balu." Ujar yeoja manis bernama Junnie itu membuat Ryn senang.
"Benalkah? Bagaimana kau bica tau?"
"Eommaku juga pelnah muntah-muntah cepelti itu dan doktel yang memeliksa eomma bilang jika ada adik bayi di dalan pelut eommaku. Dan kata eomma, itu adik baluku." Jelas Junnie. Mata Ryn berbinar-binar. Ia senang ia akan segera mendapat adim baru. Ia jadi tidak sabar pulang ke rumah dan mengelus perut eommanya yang ada adik baru untuknya.
.
.
.
Wajah Seryn tak terlepas dari senyuman. Ia sangat senang dan tidak sabar untuk sampai di rumah dan bertemu dengan eomma dan calon adik barunya. Seryn mengucapkan terima kasih pada paman yang mengantarkan dirinya pulang. Seryn langsung berlari masuk ke dalam rumah dengan riang. Kata-kata Junnie memenuhi pikirannya dan membuatnya sangat senang. Seryn langsung masuk ke dalam kamar eommanya saat ia sampai di rumah. Ia sunggub sudah tidak sabar bertemu eommanya.
"Eomma..." Ryn langsung berhamburan kepelukan Luhan saat ia mendapati Luhan sedang berbaring di tempat tidur.
"Eomma... Eomma baik-baik caja, kan?" Tanya Ryn antusias.
"Ne, eomma baik-baik saja, sayang..." balas Luhan sambil mengelus rambut hitam Ryn.
"Eomma apa di dalam pelut eomma cekalang ada adik bayi Lin?" Tanya Ryn dengan polosnya. Luhan hanya terdiam. Ia tidak bisa membalasnya.
"Yeyyy ada adik Lin di dalam pelut eomma... Yeyy yeyy... Huaaa Lin tidak cabal ingin lihat adik bayi lahil hehehe" ujar Ryn sambil berulang kali mengelus perut sang eomma.
-Maafkan eomma, Ryn... Eomma belum bisa memberikanmu seorang adik... Mianhae...- batin Luhan.
.
.
.
Malam itu cuaca terasa lebih dingin dari malam biasanya. Angin bertiup lebih kencang. Namun seorang yeoja tidak terlalu memperdulikan angin malam menerpa wajh cantiknya. Yeoja itu adalah Luhan. Luhan sedang ingin menyendiri dan merenung. Karena nya ia menyingkir keluar balkon disaat Sehun sedang menemani putri mereka tertidur karena hari sudah semakin malam. Luhan menengadahkan kepalanya melihat ke langit. Nampak bulan malam itu terlihat besar dan bersinar terang. Bintang-bintang pun nampak bermunculan membuat langit malam semakin indah. Namun keindahan langit malam itu malah di lewati Luhan dengan sebuah tangisan. Air mata Luhan tiba-tiba saja mengalir di matanya. Ia menangis untuk meluapkan perasaannya.
GREB
Tiba-tiba sebuah tangan kekar melingkar di pinggang Luhan. Luhan sedikit terkesiap karenanya. Orang itu -Sehun membalikkan tubuh Luhan agar Luhan bisa menghadapnya. Sehun bisa melihat air mata menghiasi pipi putih Luhan. Sehun menghapus air mata yang menggenang itu dengan ibu jarinya. Ia tidak suka melihat Luhan menangis seperti itu. Sehun peluk tubuh Luhan, ia tahu apa yang sedang Luhan pikirkan saat ini.
"Sehunnie hiks aku membohongi Ryn, Sehunnie hiks hiks" isak Luhan di dalam pelukannya.
"Kau lihat tadi bagaimana dia memperlakukanku? Ia sangat berharap jika di dalam perutku ada adiknya. Tapi apa? Hiks hiks Aku takut dia akan kecewa jika mengetahui semuanya, Hunnie... Aku takut hiks hiks" isakan Luhan semakin terdengar menyakitkan di dalam pelukan Sehun.
"Hannie, dengar... Aku mengerti keadaanmu. Aku mengerti kau merasa sangat bersalah membohongi Ryn. Tapi Ryn nantinya pasti akan mengerti kok... Percayalah..." ujar Sehun.
"Mengerti? Sampai ia tahu jika yang ada di dalam rahimku ini adalah sebuah parasit dan bukan adiknya?" Ujar Luhan dengan suaar sedikit meninggi. Membuat Sehun terdiam dengan wajah sedikit bersalah.
"Hunnie, mianhae.. Aku memang selalu merepotkanmu dan membuatmu susah selama ini. Mianhae jika aku membentakmu. Mian..." Luhan menundukkan kepalanya dan menangis di dalam dekapan Sehun.
"Aniyo... Kau tidak pernah merepotkanku dan membuatku susah kok. Ani, sama sekali tidak pernah. Aku yakin kau pasti akana sembuh. Kita akan lakukan operasi secepatnya, ne?" Ujar Sehun sambil mencoba menenangkan Luhan.
"Hikss hikss" isak seseorang membuat Sehun dan Luhan tertegun. Luhan mengangkat kepalanya dan melihat Ryn sedang menangis di balik pintu balkon kamarnya. Luhan segera melepaskan pelukan Sehun dan berjalan mendekati Ryn. Ia yakin pasti Ryn mendengar semuanya.
"Ryn?" Luhan bermaksud untuk mengusap kepala Ryn namun Ryn memundurkan tubuhnya berusaha menjauhi Luhan.
"Eomma hikss bohong hikss hikss" isak Ryn membuat Luhan sangat merasa bersalah.
"Ryn..." Luhan mencoba mendekati tubuh putrinya namun Ryn malah semakin menjauhkan dirinya.
"Lin benci eomma hikss hikss Lin benci! Hiks hiks eomma bohong pada Lin! Hiks hiks" ujar Ryn sambil berlari meninggalkan kamar itu. Luhan hanya bisa menjatuhkan tubuhnya di lantai melihat kepergian putrinya.
"Hunnie... Apa yang harus aku lakukan sekarang? Ryn sudah benar-benar membenciku... Hunnie..." isak Luhan sambil menekuk kedua lututnya dan membenamkan kepalanya.
Seryn berlari masuk kembali ke dalam kamarnya dan segera mengunci pintu. Ia sudah sangat kecewa dengan eommanya. Ia sangat tidak suka dibohongi namun eommanya yang sangat disayangi dan dipercayainya malah membohonginya. Seryn benci. Bukan benci sebenarnya. Ia hanya kecewa kenapa eommanya tega membohonginya. Padahal Ryn sudah berharap banyak dan merasa bahagia karena ia kira permintaannya akan terkabul. Namun nyatanya itu hanya sebuah kebohongan.
"Hikss hikss eomma jahat! Kenapa eomma bohongin Lin! Hiks hiks" isakan Ryn kembali terdengar.
"Padahal Lin kila Lin benal akan punya adik hiks tapi eomma bohong hiks hiks eomma jahat! Hiks hiks" Ryn memukul-mukulkan bantal ke atas tempat tidurnya.
"Cehalusnya eomma hikss tidak ucah bohong hiks pada Lin kan hiks hiks" Ryn membenamkan kepalanya pada bantal dan menangis sepuasnya disana.
.
.
.
Luhan sedang berdiri di depan sebuah pintu berwarna karamel. Luhan mencoba untuk memanggil Seryn di dalam kamarnya. Namun ia ragu dan takut. Takut jika Seryn masih marah padanya. Luhan hanya bisa mondar mandir di depan pintu itu tanpa mau mengetuknya. Tiba-tiba pintu itu terbuka membuat Luhan sedikit terkejut. Luhan bisa melihat Seryn keluar dari kamarnya. Mata mereka saling bertatapan sekilas namun beberapa detik kemudian Seryn memalingkan wajahnya dan berlalu tanpa berbicara sepatah katapun pada Luhan, eommanya. Bahkan Seryn tidak menunjukkan senyumnya seperti biasa untuk Luhan. Hati Luhan merasa sangat sakit mendapati perlakuan dingin dari putri kecilnya itu.
"Selamat pagi, Ryn anak appa..." Sapa Sehun yang sudah berada di meja makan saat Ryn datang.
"Pagi, appa..." balas Seryn sambil tersenyum manis pada Sehun, appanya.
"Ryn, hari ini ingin membawa bekal apa? Roti dengan selai strawberry?" Tanya Luhan mencoba bersikap biasanya pada putrinya meski hatinya masih merasa sakit saat mendapat tatapan dingin dari putrinya.
"Ryn ingin roti selai stlobeli tapi appa yang halus buat. Ya, appa?" Ujar Seryn pada Sehun.
"Ryn, kenapa harus appa? Kan ada eomma yang bi-"
"Shilo! Lin mau appa yang buatkan untuk Lin!" Tolak Seryn sambil menggelangkan kepalanya. Luhan merasa sangat sakit mendapat perlakuan yang berbeda dari putrinya.
"Haaa arraseo.. Appa akan siapkan bekal untuk Ryn ya... Ryn minum susu dulu dan tunggu appa baru kita berangkat bersama, arra?" Ujar Sehun kemudian berlalu masuk ke dapur.
"Ryn... Eomma ingin bicara pada Ryn... Maaf jika eomma bohong pada Ryn. Eomma sebenarnya tidak bermaksud membohongi Ryn... Hanya saja eom-" Belum selesai Luhan berbicara, Seryn sudah berlalu begitu saja dari hadapan Luhan dan berjalan ke arah dapur menyusul appanya.
-Sebegitu marahkah kau pada eomma, Ryn? Mianhae... Eomma tidak bermaksud membohongimu. Mianhae...- Batin Luhan sambil menatap tubuh putrinya yang semakin jauh dari pandangannya.
Seryn kini sedang bermain ayunan sendirian di taman sekolah. Ia sedikit menjauh dari kerumunan teman-temannya yang sedang asik bermain petak umpet. Ryn ingin sendirian saat ini. Ryn tidak terlalu suka keramaian. Jujur saja sebenarnya Ryn seorang anak yang pemalu dan sedikit canggung bergabung dengan teman-temannya untuk bermain bersama. Selama di sekolah Ryn selalu terlihat menyendiri. Mengerjakan tugas sendiri, bermain sendiri bahkan memakan bekalnya sendiri. Hanya Junnie, salah satu temannya yang terkadang suka mengajak Ryn berbincang dan bermain.
"Hai Lin..." sapa Junnie.
"Hai Junnie..." balas Ryn menyapa salah satu temannya yang menurutnya sangat baik padanya.
"Mau main denganku?" Tawar Junnie.
"Aniyo... Lin tidak mau main. Lin mau dicini caja." Tolak Ryn.
"Wae? Apa Lin punya macalah lagi? Apa ini tentang eomma Lin?" Tebak Junnie dan dibalas anggukan oleh Ryn.
"Apa keadaan eomma Lin baik-baik caja?" Tanya Junnie. Ryn hanya mengangkat bahunya seolah tak tahu.
"Cebenalnya ada apa? Lin mau celita padaku?" Ryn nampak sedikit berpikir dan kemudian mulai menceritakan masalah dirinya dengan sang eomma. Junnie mendengarkan cerita Ryn dengan baik bahkan terkadang menanggapinya dengan sebuah anggukan kecil.
"Oh jadi begitu? Mungkin eomma Lin belbohong kalena tidak ingin buat Lin cedih. Apalagi Lin kan cenang cekali caat mengila Lin akan punya adik balu." Ryn mengangguk-anggukan kepalanya mendengar penuturan dari temannya itu.
"Tapi Lin tidak boleh malah pada eomma Lin. Eomma Lin kan cedang cakit. Pasti eomma Lin akan cedih jika Lin juga malah. Halusnya Lin menjaga eomma Lin agal eomma Lin cepat cembuh. Lin tidak mau kan jika eomma Lin cakit telus?" Tanya Junnie dan Ryn hanya menggelengkan kepalanya.
"Ingat celama ini ciapa yang melawat Lin? Ciapa yang memacak dan menyiapkan bekal untuk Lin? Eomma Lin kan? Jadi jangan malah pada eommamu, Lin. Maapkan caja..." Ujar Junnie membuat Seryn terdiam.
Seryn mengingat bagaimana eommanya selalu bangun lebih awal dan menyiapkan sarapan dan bekal untuknya. Bagaimana eommanya selalu tidur paling terakhir hanya demi menemani dirinya hingga tertidur. Bagaimana eommanya selalu menyambut kepulangan Ryn dari sekolah dan bagaimana eommanya selalu merawat, melindungi, menjaga bahkan menyayangi dirinya. Seryn ingat semua itu. Seryn jadi merasa bersalah pada eommanya. Dan Seryn ingin segera meminta maaf pada sang eomma.
"Eomma..." panggil Ryn saat dirinya baru saja pulang dari sekolah. Biasanya ia melihat sang eomma sudah menyambutnya saat ia pulang dari sekolah namun berbeda dengan saat ini. Seryn tidak mendapati eommanya ada di ruang tengah bahkan dapur.
"Eomma?" Seryn masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya. Ia bermaksud ingin mencari sang eomma dan meminta maaf. Namun Seryn tak menemukan eommanya disana.
"Eo- EOMMA!" Teriak Ryn saat mendapati tubuh sang eomma yang sudah terbaring di lantai kamar mandi. Seryn mencoba mengguncang-guncangkan tubuh Luhan -eommanya namun Luhan masih tidak sadarkan diri.
Tinnn Tinnn
Seryn mendengar sebuah klakson mobil yang sangat di kenalnya. Itu adalah suara klakson mobik Sehun sang appa. Seryn segera kembali ke bawah untuk menghampiri Sehun dan memberitahukan bagaimana keadaan eommanya.
"Appa! Appa! Appa!" Teriak Seryn sambil berlari-lari di tangga.
"Chagi, jangan lari-larian seperti itu di tangga. Nanti kau jatuh..." Sehun memperingatkan putrinya agar berhati-hati.
"Appa... Eomma pingsan di kamal mandi!" Ujar Seryn membuat Sehun membelalakan matanya dan berlari ke lantai atas menuju ke kamarnya.
"Omona! Hannie?" Sehun mencoba mengguncangkan tubuh Luhan namun Luhan masih belum sadarkan diri.
"Seryn kita kerumah sakit sekarang!" Sehun segera menggendong tubuh Luhan dan membawanya ke rumah sakit. Seryn pun mengikuti berjalan di belakang tubuh appanya yang menggendong tubuh eommanya. Seryn tidak dapat membendung tangisnya. Ia khawatir dengan keadaan sang eomma, Luhan.
Sehun dan Seryn kini sedang berada di depan pintu ruang operasi di salah satu rumah sakit. Seryn memelum tubuh appanya. Ia takut akan keadaan eommanya. Ia tidak ingin sesuatu yanh buruk terjadi pada eommanya. Ia jadi merasa menyesal sempat marah kepada eommanya. Seryn berdoa agar eommanya baik-baik saja dan ia akan meminta maaf pada eommanya jika Luhan sudah sadarkan diri.
"Appa hiks bagaimana keadaan eomma di dalam? Hiks hiks" tanya Seryn.
"Eomma pasti akan baik-baik saja. Lebih baik kita berdoa ya..." ujar Sehun mencoba tersenyum pada Seryn, putrinya.
CKLEK
Pintu ruang operasi itu kembali terbuka dan menampilkan seorang dokter berpakaian hijau khas ruang operasi menghampiri Sehun.
"Anda suami pasien?" Tanya dokter itu pada Sehun.
"Ne, dok? Apa operasinya berhasil? Apa kista itu berhasil di angkat, dok?" Tanya Sehun. Ia khawatir kista yang bersarang di dalam rahim sang istri belum berhasil diangkat.
"Operasi ini berlangsung lebih cepat dari yang terjadwalkan. Untung saja kista itu berhasil kami angkat. Kista itu sudah semakin membesar dan untung saja tidak ada efek buruk yang dialami oleh pasien." Jelas dokter itu membuat Sehun lega.
"Dok apa kami bisa melihatnya sekarang?" Tanya Sehun pada dokter itu.
"Tunggu sampai pasien di pindahkan ke dalam ruang rawat baru anda bisa mengunjunginya."
"Terima kasih, dok."
.
.
.
Beberapa bulan kemudian...
Sehun, Luhan serta Seryn kini sedang berjalan-jalan di sekitar Sungai Han. Setelah kejadian beberapa bulan yang lalu, hubungan Luhan dan Seryn sudah kembali membaik. Seryn begitu perhatian pada Luhan setelah operasi Luhan yang berjalan lancar. Seryn malah seringkali memperingatkan sang eomma agar jangan terlalu lelah dan banyak bergerak. Seryn takut eommanya akan sakit lagi dan kembali di operasi. Hari ini, Sehun sengaja mengajak Luhan dan putrinya, Seryn untuk berpiknik di Sungai Han dan kebetulan hari ini adalah hari libur.
Seryn berjalan di antara Sehun dan Luhan. Kedua tangannya di genggam erat oleh Sehun dan Luhan. Seryn sangat menyukainya. Ia sangat senang bisa menghabiskan waktu liburnya bersama appa yang biasanya selalu sibuk di kantor. Luhan membawa sebuah keranjang berwarna cokelat yang terbuat rotan. Di keranjang itu, ia telah menyiapkan semua kebutuhan piknik untuk mereka. Ia rela bangun pagi-pagi hanya untuk menyiapkan itu semua.
"Kajja kita duduk disana. Di sana rimbun, banyak pohon." Sehun menunjuk ke arah sekumpulan pohon tinggi yang ada di sekitar Sungai.
Sehun menggelar sebuah kain di atas rerumputan hijau. Ia membentangkan kain itu seluruhnya agar mereka bisa duduk diatasnya tanpa khawatir pakaian mereka akan kotor. Luhan mulai mengeluarkan isi keranjang itu. Terlihat ada 2 botol minuman, 3 buah piring, 3 buah gelas, 3 pasang sendok dan garpu dan lainnya. Luhan membuka kotak bekal pertama dan bisa dilihat ada beberapa potong sandwich yang sudah di siapkannya dari rumah. Luhan memberikan potongan-potongan sandwich itu kepada Sehun dan Luhan.
"Macita... Eomma ini enak sekali..." ujar Seryn sambil memakan sandwich nya.
Luhan mengeluarkan kotak bekal lainnya dan terlihatlah ada beberapa potong pie strawberry kesukaan Seryn. Seryn yang melihat makanan kesukaannya langsung berbinar-binar dan segera mencomot pie itu.
"Makanlah perlahan-lahan, Ryn... Nanti kau bisa tersedak..." Sehun memperingatkan putrinya agar makan perlahan-lahan.
Sehun, Luhan dan Seryn menghabiskan waktu kebersamaan mereka ini dengan suka cita. Mereka saling bercerita dan berbagi canda. Mereka bisa tertawa lepas bersama-sama seperti keluarga lainnya. Tak terasa hari semakin sore. Mereka sudah lelah mengitari sepanjang jalan Sungai Han. Seryn juga nampak mengantuk. Matanya sudah mulai terpejam. Sehun menggendong tubuh Seryn sampai ke mobil. Ia tidak ingin putrinya malah tertidur sambil berjalan. Dan benar saja baru sebentar Sehun menggendongnya, Seryn sudah tertidur. Sebelah tangannya memegang cuping telinga Sehun seperti kebiasaannya saat tertidur. Seryn hanya bisa tertidur jika memegang cuping telinga Sehun maupun Luhan. Maka setiap malamnya Sehun atau Luhan selalu bergantian menemani Seryn tertidur di kamarnya.
"Dia pasti sudah sangat kelelahan ya..." Ujar Sehun setelah membaringkan tubuh Seryn di jok belakang.
"Tentu saja. Mana mungkin ia tidak lelah setelah seharian kita mengajaknya berkeliling dan bersepeda." Balas Luhan sambil tersenyum melihat wajah tertidur Seryn.
"Hmm Hunnie..." panggil Luhan.
"Ne? Wae Hannie?" Tanya Sehun sambil menatap wajah Luhan.
"Sebenarnya ada yang ingin aku bicarakan padamu. Tapi aku sedikit takut..." ujar Luhan sambil menggigit bibir bawahnya.
"Takut? Memang apa yang ingin kau bicarakan?" Sehun menaikkan sebelah alisnya. Ia tidak mengerti dengan perkataan Luhan.
Luhan merogoh isi tasnya, seperti mencari sesuatu. Sehun hanya diam sambil menunggu apa yang ingin Luhan tunjukkan pada dirinya. Luhan akhirnya sudah mendapatkan apa yang dicarinya. Ia sedikit melirik Sehun dan nampak sedikit ragu untuk memberikannya pada Sehun. Namun akhirnya ia memberikan benda itu pada Sehun.
Sehun menaikkan alisnya kembali saat melihat benda asing yang diberikan oleh Luhan. Ia sama sekali belun pernah melihat benda berwarna putih yang sedikit pipih dan panjang itu. Terlihat ada dua garis hitam di tengah benda itu. Sehun membolak-balikkan benda itu, tidak mengerti dengan guna benda itu.
"Apa ini?" Tanya Sehun pada Luhan.
"I-itu... testpack..."
"Testpack? Untuk apa benda ini?"
"Hmm untuk tes hmmm kehamilan..." balas Luhan sedikit ragu.
"Ohh lalu untuk apa kau memberikan benda ini padaku?" Tanya Sehun yang masih belum mengerti juga.
"Untuk memberitahukan padamu kalau aku... hmm aku... aku hamil..." ujar Luhan sambil menundukkan kepalanya.
"Ha-hamil? Benarkah?" Tanya Sehun tidak percaya.
"A-aku belum tau... Tapi aku sudah mencoba dengan menggunakan 3 testpack dan ketiganya hasilnya positif." Jelas Luhan.
"Jadi di dalam sini sudah ada aegya lagi?" Sehun mengelus perut Luhan yang masih terlihat rata.
"Ke-kemungkinan begitu... Aku kan belum memeriksanya ke dokter, Hunnie..."
"Ahhh akhirnya... Aku harap kali ini aegya kita namja." Ujar Sehun sambil mengecup perut rata Luhan berulang kali.
"Ahh tapi sepertinya akan yeoja lagi..."
"Namja, Hannie..."
"Yeoja..."
"Namja..."
"Yeoja!"
"Namja!"
"Ishh aku bilang yeoja!"
"Appa! Eomma! Kenapa belicik cekali cih?" Seryn terbangun karena perdebatan kedua orang tuanya.
"Mianhae, Ryn... Maaf mengganggu tidurmu... Sini tidur dengan eomma..." Luhan menepuk pahanya tanda jika Seryn bisa tidur di pangkuan Luhan.
Seryn akhirnya pindah ke jok depan dan duduk dipangkuan Luhan. Seryn menyandarkan kepalanya ke jendela mobil dan memeluk tubuh sang eomma. Sebelah tangannya memegangi cuping Luhan dan mulai memejamkan matanya.
"Lin ingin adik kembal..." ujar Ryn lalu memejamkan matanya dan masuk ke alam mimpi.
.
.
.
Luhan sedang sibuk di dapur. Meski perutnya kini sudah semakin membesar, ia tidak ingin berdiam diri saja. Akhir pekan kali ini keluarga Sehun yang sekarang sudah jadi bagian keluarganya akan datang berkunjung ke rumah Sehun-Luhan. Maka Luhan sibuk menyiapkan sesuatu untuk menyambut kedatangan mertua serta adik iparnya, Sehan. Luhan sedang menuangkan adonan baru ke dalam sebuah loyang bundar berukuran sedang. Luhan berencana membuat Chocolate Cake dan Strawberry Cheese Cake untuk mereka.
"Eomma... Lin boleh bantu eomma kan?" Tanya Ryn yang kini sudah berdiri di atas kursi di samping Luhan.
"Ne, tentu saja. Tapi nanti jika sudah matang ya... Sebelum itu Ryn harus cuci tangan dan pakai celemek dulu. Tanganmu kotor, kau kan habis main dengan Boom..." ujar Luhan yang dibalas anggukan oleh Ryn.
Ryn mengambil sebuah pijakan yang ada dan menaikinya agar bisa mencapai wastafel dan mencuci tangannya. Setelah itu ia mengambil celemek kecil miliknya dan memakainya. Seryn belakangan ini sering ikut membantu Luhan memasak di dapur. Mulai dari membuat spagetti hingga membuat cake seperti saat ini. Seryn senang memasak bersama eommanya.
"Cudah eomma... Lin cudah cuci tangan." Ryn mengangkat kedua tangannya sebagai tanda jika ia baru saja mencuci tangan.
"Nah sekarang Ryn baru boleh membantu eomma. Ryn mau kan membantu eomma menghias kue cokelat ini?" Luhan mengeluarkan kue cokelat hangat yang baru saja ia keluarkan dari oven.
"Mau! Lin cuka menghias!" Ujar Ryn antusias.
Luhan awalnya mengoleskan seluruh bagian kue cokelat itu dengan krim cokelat. Ryn memperhatikan dulu bagaimana eomma meratakan seluruh permukaan kue cokelat itu dengan krim cokelat. Setelah krim cokelat itu rata menutupi seluruh kue, Ryn mulai menempelkan beberapa potongan tipis cokelat di bagian pinggir kue itu. Sesekali Ryn memakan cokelat itu membuat Luhan terkekeh. Luhan membiarkan Ryn untuk menghias kue cokelat itu sesuai keinginannya.
Akhirnya semua kue sudah selesai di buat. Luhan dan Ryn juga sudah selesai menghias kedua kue itu. Luhan membawa kue-kue itu ke meja makan menunggu eomma, appa dan adik iparnya datang. Luhan baru ingat jika sedaritadi Sehun belum juga bangun padahal jam sudah menunjukkan pukul 10.00 KST. 30 menit keluarganya akan datang. Luhan naik ke lantai atas, kembali masuk ke dalam kamarnya untuk membangunkan Sehun.
Saat Luhan masuk, benar saja Sehun masih meringkuk di dalam selimut. Sebenarnya Luhan tidak tega membangunkan Sehun yang semalam harus tidur larut karena harus mencari kimbap di tengah malam karena Luhan yang sedang ngidam. Karenanya Sehun harus mencari dimana restoran kimbap yang masih buka sampai jam 1 malam. Namun pada akhirnya Sehun berhasil membawa pulang kimbap setelah 2 jam mencarinya.
Luhan menatap wajah Sehun yang masih pulas tertidur. Sebenarnya ia tidak tega membangunkan Sehun yang masih terlihat terlelap itu. Namun karena kedua orang tuanya yang sebentar lagi akan datang, Luhan terpaksa harus menbangunkan Sehun.
"Hunnie... Ireona... Sudah pagi... Sebentar lagi eomma dan appa akan datang." Luhan menepuk-nepuk lengan Sehun mencoba membangunkannya perlahan.
"Engg? 10 menit lagi ya.. Aku masih ngantuk..." ujar Sehun masih dengan mata terpejam.
"Hunnie... Ireona, palli... Eomma appa sebentar lagi datang." Luhan mengguncangkan tubuh Sehun agar Sehun cepat bangun.
"Hoammm... Ne, ne, ne aku bangun.." Sehun bangkit dari posisi tidurnya. Matanya masih terlihat sedikit terpejam. Tanpa banyak berbicara lagi Sehun segera berjalan masuk ke dalam kamar mandi.
-Haaa, mianhae, Hunnie...- batin Luhan.
Ting Tong Ting Tong
Terdengar suara bell rumah yang berbunyi. Ryn yang sedang asik bermain dengan Boom di taman belakang pun segera berlari ke pintu rumahnya untuk melihat siapa yang datang meninggalkan Boom yang masih bermain dengan mainan tikusnya.
"Heolmoni! Halabeoji! Ahjushi!" Teriak Ryn ketika ia melihat siapa yang datang.
"Cucu harabeoji sudah tambah besar ya..." ujar Tuan Oh sambil mengelus kepala Ryn.
"Makin cantik ya, eomma..." puji Sehan sambil menyenggol lengan Nyonya Oh yang berdiri di sampingnya.
"Halabeoji! Heolmoni! Ahjushi kajja masuk... Lin panggil eomma dan appa dulu ya..." ujar Ryn lalu berlari menuju ke lantai atas ke kamar kedua orang tuanya.
CKLEK
"Eomma... Appa... Halabeoji, heolmoni dan Cehan ahjushi cudah datang..." ujar Ryn sambil berjalan masuk ke dalam kamar kedua orang tuanya.
"Sudah datang? Baiklah. Hunnie cepatlah, appa dan eomma sudah datang loh. Aku dan Ryn ke bawah dulu ya... Kau nanti turunlah kalau sudah selesai." ujar Luhan sambil mengetuk pintu kamar mandi.
"Kajja kita turun!" Luhan menggandeng tangan Ryn dan turun ke lantai bawah, untuk menemui kedua mertuanya serta adik iparnya.
"Omona Lu! Kau jangan sering-sering naik turun tangga seperti itu. Tidak baik untuk kandunganmu..." ujar Nyonya Oh saat melihat Luhan yang baru saja turun dari lantai dua.
"Aigoo eomma, aku baik-baik saja kok. Aku kan turun perlahan-lahan. Tidak perlu khawatir." Balas Luhan.
"Maklumi saja noona, eomma kan memang terlalu berlebihan hahaha..." ujar Sehan.
"Hei kapan kau kembali ke Seoul? Gara-gara kuliah di Tokyo kau jadi jarang pulang meski liburan." Tanya Luhan pada Sehan, adik iparnya.
"Aku hanya ingin fokus dengan kuliahku dulu, noona. Memangnya hyung yang mentang-mentang sudah bekerja di kantor appa jadi tidak mau kuliah lagi hahahaha"
"Hei aku mendengar omonganmu, bocah!" Teriak Sehun dari lantai atas.
"Hehehe mian, hyung. Tapi yang aku katakan benar bu- auu appo hyung!" Sehan mengelus kepalanya yang mendapat jitakan lembut dari Sehun.
"Ishh kalian ini! Pasti selalu ribut kalau ketemu. Kapan kalian bisa akur sih? Ckckck"
"Sudahlah eomma... Oh ya tadi aku baru saja membuat cake. Aku mau kalian mencicipinya." Luhan berjalan menuju ke meja makan untuk mengambil cake buatannya tadi untuk segera di cicipi.
.
.
.
Tak terasa kandungan Luhan sudah memasuki bulan ke 9. Luhan hanya perlu menunggu beberapa hari lagi sampai anak di kandungannya bisa lahir. Luhan berbaring di atas ranjang rumah sakit. Sudah sejak satu hari yang lalu Luhan berada di rumah sakit. Dokter yang menangani kandungannya meminta Luhan agar menginap di rumah sakit jadi jika Luhan menunjukkan tanda-tanda akan melahirkan, dokter dengan sigap menanganinya.
Sehun sedang berada di luar. Ia sedang membeli makan siang bersama Ryn. Ya Ryn selalu ikut kemanapun kedua orang tuanya pergi. Padahal Nyonya Oh sudah menawarkan diri untuk menjaga Ryn namun Ryn menolak. Ia ingin pergi ke rumah sakit. Ia ingin menunggu adiknya sampai lahir.
"Akhh appo..." rintih Luhan saat merasakan sakit di perutnya.
"Han-nie? Gwenchana? Sebentar ya..." Sehun menekan bell yang ada di balik ranjang Luhan. Ia memanggil dokter ataupun perawat agar segera datang ke ruang rawat Luhan.
"Appa... Apa eomma baik-baik caja?" Tanya Ryn yang merasa sedih melihat eommanya kesakitan seperti itu.
"Ne, sebentar lagi adikmu akan segera lahir..."ujar Sehun.
"Benalkah? Huaaa adikku bental lagi lahil yeyyy" Ryn terlihat sangat gembira.
Tak lama seorang dokter dan 2 orang perawat masuk ke dalam ruangan Luhan. Ryn sedikit terkejut karena kedatangan dokter dan perawat-perawat yang tiba-tiba itu.
"Cepat kita bawa ke ruang persalinan."
Ryn kini sedang berada di luar ruang bersalin bersama seorang perawat yang dimintai tolong untuk menjaga Ryn selama Sehun berada di dalam ruang bersalin. Ryn tidak dapat menyembunyikan rasa bahagianya. Ia terus tersenyum saat membayangkan adik bayinya lahir.
"Cuctel apa nanti adik Lin akan benal-benal lahil?" Tanya Ryn pada perawat itu.
"Tentu saja. Di dalam sana adikmu sebentar lagi akan lahir." Jawab perawat itu.
"Huaaa Lin jadi tidak cabal lihat adik Lin!"
"Ooeeekkkk Oeekkkk"
"Nah itu suara tangisan adikmu... Tandanya ia sudah lahir " ujar perawat itu memberitahukan jika adik Ryn sudah lahir.
"Oeekkkk ooeeekkkk"
"Sepertinya adikmu kembar..."
"Kembar?" Mata Ryn langsung berbinar-binar saat mengetahui jika ia memiliki adik kembar.
Ryn kini sudah berada di dalam ruang rawat eommanya. Luhan baru saja diantar kembali ke ruangannya. Wajah Luhan masih tampak terlihat lelah mungkin karena habis melahirkan. Ryn menggenggam tangan Luhan dan duduk di samping tempat tidur Luhan.
"Kenapa pelut eomma jadi kecil begini?" Tanya Ryn sambil menunjuk perut Luhan yang kembali datar.
"Karena adikmu sudah keluar dari lerut eomma, Ryn. Oiya Ryn punya adik kembar loh..." Luhan mengelus kepala putri sulungnya itu.
"Lin ingin lihat adik Lin... Boleh ya eomma..." Ryn mempoutkan bibirnya. Ia ingin sekali melihat adik kembarnya.
"Tunggu sebentar. Appa akan membawanya kemari."
Pintu ruang rawat Luhan terbuka nampaklah Sehun berjalan masuk sambil menggendong seorang bayi dengan selimut berwarna biru sementara di belakangnya ada seorang perawat yang menggendong bayi dengan selimut berwarna pink.
"Appa... Apa ini adik Lin?" Tanya Ryn antusias dan tidak sabar ingin segera melihat adiknya.
Sehun kini membaringkan tubuh bayi laki-lakinya di samping Luhan sementara Luhan sendiri sedang menggendong bayi perempuannya. Luhan baru saja melahirkan bayi kembar. Bayi pertama adalah perempuan lalu selang 5 menit kemudian lahirlah bayi laki-laki. Ryn tampak berbinar-binar saat melihat wajah adik kembarnya untuk pertama kalinya. Ryn terkekeh saat ia melihat adik laki-lakinya menguap. Ryn pikir itu tampak sangat lucu.
"Appa... Boleh Lin kasih nama untuk adik Lin ini?" Tanya Ryn meminta ijin menamai adik kembarnya sendiri.
"Mwo? Tapi appa sudah menyiapkan nama untuk adikmu ini... Otteoke?"
"Appa... Jebal..." Mohon Ryn membuat Sehun maupun Luhan terkekeh.
"Baiklah... Baiklah... Kau boleh memberikan nama untuk adikmu." Ujar Sehun membuat Ryn sangat senang.
"Adikku yang cantik, eonnie akan belikan nama yang cantik juga untukmu. Namamu, Cejin ya..." Ujar Ryn sambil mengusap pipi adik perempuannya.
"Adikku yang tampan, noona juga akan belikan nama untukmu. Namamu, hmmm Cejoon! Hehehe..." Ryn mengusap juga kedua pipi adik laki-lakinya. Sehun dan Luhan hanya bisa tersenyum melihat tingkah Ryn.
"Baiklah... Jadi nama adikmu, Sejin dan Sejoon?" Tanya Sehun pada Ryn yang di balas anggukan Ryn.
"Huaaa appa... eomma... Lihat! Lihat! Cejin dan Cejoon telcenyum! Hehehehe"
.
.
The End

special lesson Where stories live. Discover now